Kamis, 15 Maret 2018

THE TROUBLE IS YOU NOT THEM

Dalam menyikapi dinamika hidup kita seringkali menyalahkan orang lain, bahkan menyalahkan. Sebuah wawancara yang dilakukan atasan saya cukup menyadarkan bahwa betapa seringkali kita menyalahkan orang lain dna Tuhan setiap harinya.

Siang itu cuaca cerah. Seorang laki-laki berumur 17an masuk ruangan. Interview tersebut jelas karena ruangan yang tidak terlalu luas. Atasan saya mempersilahkannya duduk. Babibu. Banyak pertanyaan yang diajukan kepada pelamar muda di ruangan dingin kami. Sampailah pada sebuah pertanyaan..

Atasan : Rambut kamu disemir?
Pelamar : Enggak Pak.
Atasan : Kok merah begitu?
Pelamar : Enggak Pak. Ini kena matahari. Saya bantu orang tua di kebun. Kena panas jadi begini.
Atasan : Ah, yang bener. (*naluri pengacara atasan saya masih terbawa meskipun bertahun-tahun meninggalkan dunia lawyer). Ibu Jilvi lihat ini merah kan? (*atasan saya butuh opini dukungan)
Saya : Murid saya di Flores yang tiap hari kena panas matahari dan mandi di pantai gak semerah itu warnanya. Merahnya lebih gelap.
Atasan : Nah kaaan. Kamu jujur sama saya. Ini diwarnai gak?
Pelamar : (*terpojok dan bingung) Saya warnai beberapa hari yang lalu.
Mendengar pengakuan yang dilontarkan pelamar tersebut atasan saya merespon dengan sedikit pencerahan.
Atasan : Rambut kamu warnai sendiri malah nyalahin matahari. Kalau rambut merah, gosong, kering kena matahari gak secerah itu merahnya. Lagian, masa kamu bantu orang tua setiap hari. Memangnya nanam padi setiap hari pergi ke sawah? Kan ada waktunya nunggu untuk panen, sebar benih. Ini malah nyalahin matahari. Kalau kamu nyalahin matahari, berarti kamu nyalahin Tuhan dong? Gak takut dosa kamu?
Pelamar tersebut tertunduk dan mendengarkan respon atasan saya. Entah sadar atau merasa aneh dinasihati soal menyalahkan Tuhan.

Berbagai peristiwa dalam hidup tidak pernah lepas dari campur tangan Allah. Rejeki semut dan mikroba semata-mata kehendak dan kuasa Nya. Matahari terbit dari timur, menyengat di tengah hari atau hujan turun disertai petir dan menyebabkan banjir. Semua itu kekuasaan Allah. Lantas kita berkata, "Yah, hujan. Gak bisa hange out deh. Mana udah janjian lagi" atau "Duuuh, panasnya siang ini. Mau keluar tapi nyengat banget mataharinya". Kita sering mengeluh ini itu mengenai hujan, panas padahal Allah tengah membagikan rejeki dengan itu semua. Panas yang menyengat membuat pakaian bisa kering, produksi garam dan ikan asin lebih maksimal. Jika kita mengutuk nikmat yang dijatahkan Allah untuk orang lain, bagaimana Dia akan memberikan kita nikmat?

Dalam pekerjaan, kita menyalahkan teman karena tidak dapat melampaui target. Tanpa mau tahu kesulitan yang dialami teman kita. Jangan-jangan komunikasi kita yang kurang efektif. Atau kita yang tidak peduli dengan hambatan mereka dan hanya memikirkan kinerja sendiri.

Andaikan berkenan sedikit saja mengakui pola pikir kita yang membuat situasi memburuk, keadaan akan lebih mudah. Rambut merah yang dicat, target kerja yang gagal dicapai, dan cuaca yang tidak bersahabat adalah keadaan tidak menyenangkan. Ditambah dengan emosi kita dsn pola pikir yang tidak sehat akan merugikan diri kita dan orang lain.

Mengapa menyalahkan matahari jika kita bisa mengenakan topi/penutup kepala?
Mengapa menyalahkan hujan jika kita bisa menyiapkan payung atau naik bus dan kereta ke kantor?
Mengapa menyalahkan rekan kantor jika kita bisa membuat komitmen kerja yang baru?

Bisakah kita berhenti menyalahkan orang kain apalagi Tuhan? Karena bisa jadi diri kitalah penyebab dari situasi tidak menyenangkan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...