Malam
itu sejenak terasa begitu mengharukan. . Sungguh, airmata tak akan bisa
menggambarkan apa yang berkelebat dalam benak dan emosi ini
Senja
di Selasa itu sudah beranjak menjadi malam. Padatnya aktivitas masyarakat
seolah menyemangati langkah kaki untuk memulangkan tuannya kembali ke rumah.
Disana sudah ada seorang teman yang siap untuk memanas-manasi saya dengan
diskusi pergerakan yang hampir setiap hari dilakukan. Dia sudah menunggu saya
yang sengaja mengcopy beberapa surat untuk agenda angkatan saya di akhir
semester ini.
Dengan
sisa kekuatan yang saya punya, langkah gontai terus saja meneriaki badan saya
yang sudah lelah dengan aktivitas lahir batin hari itu. Teman saya sudah
menunggu dengan ditemani orang rumah. Obrolan pun berawal dari bertanya kabar
hingga gosip-gosip politik yang tidak terlalu menggairahkan.
Membicarakan
masalah gerakan kampus dan permasalahan akademik beserta curhat colongan
membuat kami tertawa gelisah dengan realita gerakan di kampus yang hidup segan
mati pun tak mau. Saya pun saat itu tengan berpesan ria dengan teman dan ayah
saya.
Semester
depan saya mengikuti PPL di salah satu Sekolah di Kabupaten Semarang. Hasil
dari perundingan yang entah ikhlas atau tidak menempatkan saya di SMA 1
Tengaran untuk mencurahkan apa yang sudah saya dapatkan dibangku kuliah selama
6 semester lalu.
Saya
sudah merengek meminta kendaraan pada ayah saya sudah sejak lama. Mungkin
sekitar satu tahunan yang lalu ketika mobilitas saya sudah cukup tinggi. Semakin
banyak semester maka semakin meningkat pula aktivitas saya baik di kampus
maupun di lembaga kemahasiswaan. Namun kondisi ekonomi rupanaya belum
mengijinkan saya untuk bergerak lebih mobile. Akhirnya, keinginan untuk
difasilitasi kendaraan oleh orang tua mesti pupus.
Kali
ini rasanya semakin sulit. Saya tahu kondisi ekonomi keluarga kami sedang tidak
baik tahun ini. Belum lagi segala macam biaya bulanan yang harus kami keluarkan
untuk seluruh keluarga. OK. Saya memberanikan diri untuk meminta kendaraan
kepada ayah saya. Format sms seperti biasa awalnya kurang saya mengerti meski
berulang kali ayah saya menjelaskan. Begini kira-kira dialognya :
“
kira-kira kalo saya bawa motor bisa ga pak?”
“
disana ada motor sewaan ga?”
“motor
sewaan gimana?”
“ya
motor sewaan”
“maksudnya?”
“ntar
nyewa motor disana. ada ga?”
“maksudnya
gimana? ga paham”
“kalo ada motor yang sering
mogok nyewa aja. nanti aku pake yang itu aja. yg dirumah kamu bawa. katanya
kosannya jauh” Ini maksudnya apa? Ayah saya memang
tidak neko-neko. Mau menerima apapun asalkan masih baik untuknya. Namun
mendengar keputusan yang begitu menusuk nurani saya rasanya begitu jahatnya
saya sebagai anak membiarkan orang tua saya ikhlas menderita untuk kepentingan
anaknya sendiri.
“nanti coba pinjem kakak aja
kalo bisa” akhirnya saya melibatkan kakak saya yang sudah
menikah. walaupun kondisi ekonominya belum mapan setidaknya ada harapan untuk
meminjam motor dalam jangka satu semester.
“kalo
ada duit nanti kredit motor” kalimat itu lebih mustahil lagi untuk kondisi
ekonomi kami yang sedang tidak menentu. ada harapan yang saya tahu itu sangat
sulit.
“kalo
ga ada ya ga usah.. ntar nyari kosan yg lebih murah aja”
.........................................................................................................................................................
Saya
akhirnya meninggalkan teman saya yang daritadi berbicara ini itu tanpa saya
pahami maksudnya dengan baik. Airmata saya tidak bisa tertumpah begitu saja
dihadapan teman saya. Cukup lama saya meninggalkannya saat itu, mungkin sekitar
10-15 menit. Rasanya sungguh tak adil meninggalkannya sendiri. Akhirnya saya
keluar dengan wajah yang sedikit aneh. Entah dia menyadarinya atau tidak.
Begitulah
cinta ayah saya. Tidak terucap. Tidak terlimpah ruah dala materi. Ia cukup
sedehana mencintai. Cukup memberi tanpa bermuluk-muluk berjanji. Dialah yang
mencintai ketika segalanya berjauhan dengan saya. Dialah segala alasan mengapa
saya rela jauh-jauh untuk pulang. Dia yang membuat saya menangis malu karena
cintanya. .
Allah, jika boleh. . ijinkan aku sepanjang hidup
membahagiakannya dengan luapan cinta. Jika boleh, ijinkan aku meminta Mu untuk
memberikanku kekuatan agar mampu berdiri kokoh disampingnya untuk senantiasa
menjaga. . Allah, ijinkan aku mencintainya hingga kita sama-sama menua dan
akhirnya pulang ke rumah Mu. ijinkan aku berkumpul dengannya lagi di tempat
yang Kau janjikan bagi orang-orang yang shaleh. amin. .