Hey partner PPL saya,
Sudah lama sekali ya kita meninggalkan Tengaran, angka waktu itu jatuh
pada hitungan ke 2012. Ada banyak suka dan duka terjadi tanpa kita duga
disana. Mungkin agak menggelikan bila diingat dengan logika tetapi
begitulah takdir Tuhan yang sesungguhnya.
Dalam ramadhan yang teramat dingin untuk penghuni pantura dan pansela kala itu ada nuansa yang membuat kita selalu tersenyum
kecil. Sepulang tarawih, kita akan dibekali dengan jajanan ala kadarnya
yang selalu tidak sedikit. Ada saja yang dibawa pulang anak kosan. Yang
berbinar biasanya teman perempuan yang sedang tidak tarawih. Selalu
jaga kosan dan disuguhi jajanan dari mushala dekat kosan.
Malam
ini, di masjid dekat rumah saya juga begitu. Ada seseorang yang ingin
berbagi rezeki rupanya. Dibagikannya kurma dan botol minuman ringan
kepada jamaah shalat tarawih. Hal itu mengingatkan saya pada tarawih,
jajan, dan dinginnya Tengaran saat Ramadhan menyambut kita disana.
Tiba-tiba saya tersenyum sendiri. Mungkin karena banyak hal yang kadang
terlalu naif untuk dilakukan mahasiswa semester 7.
Hey partner PPL saya,
Sudah lama sekali ya kita meninggalkan Tengaran, pun teman-teman kita
yang dahulu membersamai kita. Kini satu per satu sudah menekuni
profesinya masing-masing. Bagaimana dengan kita? Adakah jalan indah
sudah kita tempuh, atau stuck dengan pilihan hidup yang tidak bisa kita
perbaiki menggunakan akselerasi? Memang jalan kita sedikit berbeda
dengan mereka. Pilihan yang kita ambil juga tidak sama dengan mereka.
Tapi apakah hidup akan semenarik yang kita bayangkan andaikata kita
masih berlari dalam ritme yang sama seperti dulu?
Hey partner PPL saya,
#WakeUp
guy! Hidup harus dihadapi dengan sumringah seperti saat download-an
anime/manga telah selesai. Hidup tidak hanya untuk berjalan sesuai
kehendak kita seperti membicarakan konflik-konflik menggelikan saat kita
disana. Adakalanya kita harus berjuang untuk sebuah prestasi atau
setidaknya target hidup yang lumrah. Tidak ada yang dapat merubah nasib
kita selain diri kita sendiri.
Hey partner PPL saya,
Terimakasih telah membersamai saya dalam kehidupan 3 bulan yang absurd.
Dari keabsurdan mahasiswa semester 7 saya belajar banyak dan
mendengarkan banyak hal. Banyak yang negatif tetapi jauh lebih banyak
yang positif. Saya bahagia, walau rencana ke negeri jiran pada akhirnya
batal. Tuhan memberikan kesempatan untuk saya belajar dari seorang
teman. Tentu dalam kapasitas sebagai partner profesional dan saudara
seiman.
Lantas apa yang sudah kita temukan untuk memacu hidup
yang lebih semarak selain pembelajaran demi pembelajaran yang telah kita
peroleh dibelakang sana? Bergegaslah karena berjuang sendiri rasanya
akan sepi sekali ..
Dia memberikanku kesempatan untuk hidup, aku memberimu kesempatan untuk membaca hidup dan kita sama-sama menjalaninya :)
Kamis, 24 Juli 2014
Minggu, 20 Juli 2014
Karena Kita Tetap Berbeda
Ketika
membaca biografi Soekarno mata terhenti pada bahasan agama dan kebanggaan umat
terhadap agamanya. Isinya tentang perenungan Bung Karno saat dalam penjara
Sukamiskin dan Banceuy Bandung. Bung Karno merenungkan soal kegiatan keagamaan
tahanan nasrani yang begitu dilayani oleh para pendeta dan ulamanya. Di suppport dengan berbagai buku keagamaan,
diberikan jam konsultasi, mengisi gereja dengan berbagai aktivitas.
Ia
melihat bahwa tahanan muslim hanya di imami shalat jumat oleh imam kampung
sebelah dengan penampilan yang katanya mirip teroris. Bagaimana tahanan akan
berubah atau bertobat jika pemenuhan kebutuhan rohani apa adanya dan tidak di
fasilitasi. Sebagai muslim, Bung Karno merasa ciut dengan perjuangan para ulama
nasrani tersebut. Ia merasa bahwa umat muslim belumlah sekokoh itu dalam
menguatkan saudara semuslimnya yang berada dalam tahanan. Padahal dari
tahananlah, menurut Bung Karno manusia baru bisa dilahirkan kembali.
Kita
sendiri seringkali merasa enggan untuk menunjukkan keIslaman kita di depan
publik. Kurang pede untuk menunjukkan identitas agama kita di tempat kerja.
Lantas kita hendak menyalahkan siapa jika misionaris berhasil memurtadkan
banyak saudara kita? Mereka diiming-imingi dengan mie instan, biaya pendidikan,
fasilitas kesehatan dsb. Dimana kita saat saudara kita kelaparan di siang hari
nan terik? Dimana kita saat saudara kita merasa putus asa dengan hidup
sementara kita bingung hendak menghabiskan uang dengan cara apa?
Memang
menjadi keberuntungan tersendiri jika kita terlahir dalam keluarga muslim
karena ada banyak saudara kita yang lahir dari orang tua beda agama. Ada pula
mereka yang beruntung terlahir dari keluarga muslim tetapi miskin akan
pendidikan agama dari keluarga. Anak-anak yang miskin pengetahuan agama akan
kesulitan dalam menjalani hidup. Apapun alasan yang melatarbelakanginya.
Seorang
teman menuturkan bahwa ia berasal dari orang tua yang beda agama. Ayahnya
seorang muslim dan Ibunya nasrani. Sebagian dari saudaranya pun banyak yang
nasrani.
Dalam
sebuah ujian praktik shalat di sekolahnya teman saya mendapat giliran praktik
shalat shubuh. Sang guru tiba-tiba menanyakan “Orang tuamu ada yang non muslim
ya?”, “Kok Bapak tahu?”, “Ibu?”. Teman saya hanya menganggukan kepala.
“Pendidikan agama itu dasarnya dari Ibu”.
Disadarinya
bahwa pengetahuan agama yang dimiliki sebatas pengetahuan formal yang ia dapat
dari sekolah. Tidak ada yang mengajarinya puasa, shalat, bahkan ayahnya tidak
ambil pusing soal itu. Setelah masuk perguruan tinggi ia mendapatkan pacar yang
tahu tentang agama dan sabar mengajarinya dari nol. Perlahan ia puasa, shalat
dan tahu banyak tentang fiqh. Harapannya kini, semoga ibunya masuk Islam.
Aamiin
Menjaga
Islam dalam diri dan saudara kita memang sudah menjadi suatu keharusan bagi
setiap insan. kita menjaga orangtua kita, anak kita, saudara, pasangan, teman,
rekan kerja dan sebagainya. Menjaga dari yang paling dekat dengan kita kemudian
berangsur kepada mereka yang diluar sana. Kebanggaan menampakkan identitas
kemusliman kita bersama keluarga dan sahabat adalah hal yang akan mengibarkan
bendera Islam diatas bumi Nya.
Jika
kita menjaga Nya, Allah akan menjaga kita jauh lebih baik dari yang disangkakan.. Aamiin
Sabtu, 19 Juli 2014
Menghadapi Kematian dengan Kuat
Teringat satu tahun yang lalu dalam sebuah silaturahim yang sederhana pada salah satu kerabat ibu..
Ia seorang perempuan tua yang sudah ditinggal mati suaminya. Kemudian hidup berdua dengan seorang bujang kesayangannya yang gagap dalam berbicara. Sebagai anak, sang bujang setia menemani ibunya menikmati masa senja di sebuah rumah yang sudah termakan usia. Bahkan ketika umurnya mungkin 3-5 tahun diatas saya, ia tetap berada disisi ibunya. Sebagai ibu, ia begitu setia merawat anaknya yang tidak sempurna dalam kesabaran tidak berbatas. Tiada teman dekat apalagi pasangan.
Kehidupan yang mereka jalani begitu apa adanya. Dinding bambu yang di cat putih, meja kursi kayu dan beberapa karung padi kering yang siap giling. Saya tertarik pada sebuah majalah yang tergeletak di bangku panjang sambil mendengarkan ibu mengobrol dengan nyonya rumah. Kubolak-balik, ternyata majalah terbitan Malaysia berangka tahun 1997-an. Apakah kehidupan mereka terputus dari realita dan harapan hingga hanya mampu mengejar hidup sampai angka 1997 saja?
Dari pembicaraan yang kudengarkan sepotong-potong, ada sebuah pernyataan yang diberikan oleh perempuan tua itu. "Si A meninggal sebulan yang lalu. Selang beberapa hari, istrinya meninggal bahkan belum tujuh hari sejak suaminya meninggal. Ada yang suaminya meninggal, lantas tidak selang beberapa lama disusul oleh istrinya. Ada pula yang takdirnya berbeda, jika sang suami meninggal dan tidak disusul kematian istrinya maka istrinya akan panjang umur. Umur dan jodoh memang tidak ada yang bisa menebak".
Pagi ini mendengar lagi berita kematian dimana seorang istri meninggal kemudian selang beberapa waktu sang suami meninggal pula. Hidup tak serumit yang dibayangkan, ternyata. Namun tak sesederhana yang diduga dalam hitungan tangan manusia.
Seperti kehidupan sang perempuan tua dan seorang anaknya. Apakah kamu pikir mereka telah tertinggal dari kehidupan orang lain? Apakah hidup mereka terhenti ketika tidak bisa melesat sekencang yang lain dalam menjalani hidup? Apakah mereka bahagia dengan hidup mereka?
Terlepas dari anggapan bahagia atau tidak, bagiku mereka memberikan pelajaran yang sangat berharga. Untuk mengerti bahwa keberadaan satu orang sangat penting bagi orang lain. Meskipun tidak kita sadari betul. Untuk mengerti bahwa umur dan jodoh hanya Allah yang punya wewenang memberikan yang terbaik. Manusia selalu berusaha dan berdoa agar mendapatkan pilihan yang terbaik. Dan untuk mengajarkan syukur atas hidup yang sudah dilimpahi nikmat dari Nya..
Ia seorang perempuan tua yang sudah ditinggal mati suaminya. Kemudian hidup berdua dengan seorang bujang kesayangannya yang gagap dalam berbicara. Sebagai anak, sang bujang setia menemani ibunya menikmati masa senja di sebuah rumah yang sudah termakan usia. Bahkan ketika umurnya mungkin 3-5 tahun diatas saya, ia tetap berada disisi ibunya. Sebagai ibu, ia begitu setia merawat anaknya yang tidak sempurna dalam kesabaran tidak berbatas. Tiada teman dekat apalagi pasangan.
Kehidupan yang mereka jalani begitu apa adanya. Dinding bambu yang di cat putih, meja kursi kayu dan beberapa karung padi kering yang siap giling. Saya tertarik pada sebuah majalah yang tergeletak di bangku panjang sambil mendengarkan ibu mengobrol dengan nyonya rumah. Kubolak-balik, ternyata majalah terbitan Malaysia berangka tahun 1997-an. Apakah kehidupan mereka terputus dari realita dan harapan hingga hanya mampu mengejar hidup sampai angka 1997 saja?
Dari pembicaraan yang kudengarkan sepotong-potong, ada sebuah pernyataan yang diberikan oleh perempuan tua itu. "Si A meninggal sebulan yang lalu. Selang beberapa hari, istrinya meninggal bahkan belum tujuh hari sejak suaminya meninggal. Ada yang suaminya meninggal, lantas tidak selang beberapa lama disusul oleh istrinya. Ada pula yang takdirnya berbeda, jika sang suami meninggal dan tidak disusul kematian istrinya maka istrinya akan panjang umur. Umur dan jodoh memang tidak ada yang bisa menebak".
Pagi ini mendengar lagi berita kematian dimana seorang istri meninggal kemudian selang beberapa waktu sang suami meninggal pula. Hidup tak serumit yang dibayangkan, ternyata. Namun tak sesederhana yang diduga dalam hitungan tangan manusia.
Seperti kehidupan sang perempuan tua dan seorang anaknya. Apakah kamu pikir mereka telah tertinggal dari kehidupan orang lain? Apakah hidup mereka terhenti ketika tidak bisa melesat sekencang yang lain dalam menjalani hidup? Apakah mereka bahagia dengan hidup mereka?
Terlepas dari anggapan bahagia atau tidak, bagiku mereka memberikan pelajaran yang sangat berharga. Untuk mengerti bahwa keberadaan satu orang sangat penting bagi orang lain. Meskipun tidak kita sadari betul. Untuk mengerti bahwa umur dan jodoh hanya Allah yang punya wewenang memberikan yang terbaik. Manusia selalu berusaha dan berdoa agar mendapatkan pilihan yang terbaik. Dan untuk mengajarkan syukur atas hidup yang sudah dilimpahi nikmat dari Nya..
Minggu, 13 Juli 2014
Happy 24 to Me
Selamat ulang tahun
Jilvia Indyarti
Happy 24 ya !!
[semoga tidak ada
orang lain yang mengucapkannya lagi hari ini]
Sedari kemarin cukup
nge-blank untuk merenda harapan baru
dan mengumpulkan tenaga untuk mengikhtiyarkan ratusan impian. Apakah karena
sudah melewati 23 putaran kali nuansa serupa? Barangkali begitu.
Terimakasih ya Rabb
sudah memberikanku kesempatan untuk hidup dengan iman kepada Mu.
Subhanallah
Walhamdulillah Walailahailallah Wallahuakbar.
Sungguh banyak cerita
yang terangkai dalam jejak 23 kali putaran matari. Ada senang, sedih, riang,
kelu, takut, bimbang, ceria, marah, haru, bingung, cemas, atau luapan emosi
yang terungkap dalam wajah 24 tahun ini.
Tidak ada satupun
kejadian yang terjadi di atas bumi dan di bawah langit Mu kecuali dengan
kehendak Mu. Ujian hidup yang mendewasakan begitu apik tergambar di belakang
sana. Melambaikan tangan dan dukungan untuk terus maju dengan kesemangatan
kerja yang menggelora. Pujian hidup serupa gula yang memberi manis liku
ikhtiyar. Aku sadar, tidak perlu mempertanyakan keihklasan pujian. Nyata-nyata
mereka peduli untuk menyempatkan diri memperhatikan fase hidup yang tengah
kulewati. Aku pun tidak begitu mempersoalkan seistimewa apa mereka selama ini.
Yang aku tahu, mereka ada dan menunjukkan kepedulian. Bukankah aku harus
berterimakasih kepada mereka, Tuhan?
Terimakasih
telah menguji dengan penuh makna..
Terimakasih
telah memuji dengan penuh cinta..
Ujian
dan pujian yang senantiasa hadir membantu banyak dalam seluruh pembelajaran
hidupku. Barakallah..
Terimakasih atas
kelulusan yang diberikan, umur yang semakin mantap dan ilmu yang semakin
beragam. 5 tahun di Semarang yang luar biasa. Meski selalu membenci jika
menjejakkan kaki di tanah ini dan selalu gempita manakala meninggalkannya.
Waktu selama itu tentu memberikan atmosfer tersendiri untuk disyukuri.
Menghitung teman,
ilmu, guru, pengalaman, dan cinta rasanya tidak terhitung banyaknya yang menorehkan
kebijaksanaan. Terimakasih teman dan sahabat, guru dan murabbi, BEM dan PKMU,
keluarga dalam rumah-rumah yang pernah kusinggahi. Terimakasih ilmu dan
pengalaman, cinta dan prestasi, impian dan ikhtiyar.
Jalanan yang terik di
luar sana membangunkan diri dari egosentris generasi penerus, aku akan merindukan almamater yang berderet
warna-warni seperti pelangi. Di jalanan mana lagi akan kutemui pemuda berani
seperti kalian? Jika memandang dari kejauhan ruang, jalanan dan segala hal yang
terjadi di sana apakah akan lebih baik setelah kita tinggalkan?
Akhir dari akademik
kampus merupakan titik tolak menuju fase selanjutnya. Tentu lebih menantang,
lebih dewasa dan bertanggungjawab. Mari merencanakan target hidup yang penuh
manfaat.
Akhirnya,
Selamat
menjelang pemakaian toga!!
Selamat
datang di dunia profesional
Selamat
mengistiqomahkan cinta yang satu J
Kamis, 10 Juli 2014
Jangan Pernah Menjadi Tua
Jangan pernah menjad tua, tanpa pernah menjadi
dewasa
[Dom Helder Camara]
Menapaki
angka yang tidak muda lagi adalah suatu hal yang pasti terjadi dalam diri
setiap orang. Aku pernah meringkuk hangat dalam rahim seorang ibu yang sabar
menanti kehadiranku hingga hitungan bulan ke sembilan. Akupun pernah merasakan
perih diatas luka yang tercipta karena jatuh dari sepeda. Kini, angka yang
sudah tidak kekanak-kanakan lagi mengingatkan bahwa masa itu sudah berlalu jauh
dibelakang sana. Menyisakan teriakan nakal dari kakak perempuan kita yang
cerewet. Lantas mengantarkan raga pada realitas hari yang mengucap lirih, “Selamat
Ulang Tahun yang ke-24”.
Apakah
waktu sudah sejauh ini terlampaui? Ronanya baru kemarin aku meminta ijin untuk
berkemah selama beberapa hari kepada Bapak yang selalu di rumah. Aku masih
terbiasa merengek minta dibelikan ini dan itu bahkan hingga hari ini. Bedanya
adalah aku sekarang tidak menolak bekal atau makanan yang diberikan Ibu jika
akan bepergian.
Angka yang
sudah tidak remaja lagi untuk tetap emosional dan kekanak-kanakan. Apakah
menikmati hidup tidak boleh dengan keceriaan yang meremaja?
Menepikan
berbagai realitas bahwa nyatanya aku masih kekanak-kanakan, hari ini selalu
kujadikan permulaan untuk memulai mimpi yang baru. Sembari merekonstruksi
mimpi-mimpi kemarin yang harus edit ulang. Kenapa masih saja nekat untuk
menuliskan mimpi-mimpi yang terlintas dalam benak? Aku hanya mempercayai bahwa
tidak ada yang hina untuk diimpikan jika Tuhan pun mengiyakan.
Allah hanya
mengabulkan doa mereka yang berikhtiyar keras dan berdoa terus menerus, serta
percaya, Allah lebih tahu takdir terbaik untuk hamba Nya
14.24 pm
Rabu, 09 Juli 2014
Mengajarkan Shalat kepada Anak
Melihat polah dan tingkah
anak ketika ikut orang tuanya shalat merupakan moment yang membahagiakan. Kita
akan tahu bagaimana Ayah atau Ibu mengenalkan Tuhan kepada anak dengan cara
mereka masing-masing. Begitupun dengan mengajarkan shalat pada anak. Kita
sebagai orang tua akan menentukan bagaimana keimanan anak kita akan terbentuk.
Dalam sebuah hadist, disebutkan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Perintahkan anak-anakmu
mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun dan pukullah apabila mereka
tidak mau mengerjakannya ketika berusia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur
mereka (laki-laki dan wanita)”. [ HR. Ahmad]
Malam ini saya melihat
momen pembiasaan shalat secara sederhana. Mungkin kita sering melihat bahkan
melakukannya saat berjamaah di masjid. Begini kisahnya:
“Seorang Ayah baru saja
mengakhiri shalat tarawih berjamaah dengan salamnya. Disebelah kanannya duduk
seorang anak laki-laki sekitar 5tahun dan berkaos Neymar. Bagi penggemar
sepakbola pasti tahu siapa Neymar. Begitu tahu Ayahnya selesai shalat, sang
Anak langsung merangkul Ayahnya dan berbisik. Karena berjarak lebih dari 5
meter, bisik-bisik itu tidak terdengar sampai jamaah perempuan dibelakangnya”.
“Shalat tarawih
dilanjutkan tetapi sang Anak bermain sendiri dibelakang shaf Ayahnya. Dua raka’at
selesai ditunaikan dan jamaah masih belum memulai shalat berikutnya. Anak
tersebut lalu bertanya lagi kepada Ayahnya dan saudara disebelahnya yang 10
tahun lebih tua darinya mengajaknya bergurau. Ayahnya hanya menjawab dengan
mengacungkan dua jari. Artinya shalat tarawihnya tinggal dua kali salam lagi”.
“Meski tidak shalat
sempurna seperti Ayahnya, dalam artian hanya ikut kalau sedang mood. Sang anak
tetap berada disekitar sang Ayah. Ia pun tidak bermain-main diluar mushala
seperti anak pada umumnya. Jika melihat sekeliling, malam ini memang sepi
dengan anak-anak”.
Betapa romantisnya
pembiasaan shalat sang Ayah kepada anaknya yang baru berusia sekitar 5 tahunan.
Ketidaksabaran sang Anak menjadi hal yang wajar bagi siapapun yang baru belajar
sesuatu yang baru. Sama seperti saat kita duduk di bangku SMA dimana bel pulang
adalah hal yang dinantikan.
Pembiasaan untuk mengajak
anak shalat bersama kita membutuhkan waktu dan kesabaran. Kadang kita harus
merayu-rayu agar anak kesayangan mau ikut shalat dengan kita. Bahkan menyita
waktu shalat yang tidak panjang seperti shalat maghrib. Hadits diatas
memerintahkan anak yang berusia 7 tahun untuk shalat yang artinya pembelajaran
shalatnya harus dimulai sebelum mereka berusia 7 tahun. Maka akan lebih baik
jika mengajak anak shalat sedini mungkin.
Apa yang saya lihat tadi
di mushala mengingatkan pada saya bahwa pengenalan islam dan seluruh ibadah di dalamnya
dilakukan sepanjang hidup dan melibatkan seluruh unsur kehidupan. Karena memang
islam itu rahmatan lil’alamiin.
Ramadhan, 11
Langganan:
Postingan (Atom)
Memasuki Kota yang Baru
Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...
-
Apakah kamu memiliki kemampuan unik yang lain dari teman-teman satu kelasmu? Seperti menari, berolahraga, melukis dan menggambar, menghitu...
-
Alur Kaderisasi Untuk melahirkan pemimpin-pemimpin organisasi/lembaga kemahasiswaan dibutuhkan masa pembentukan yang tidak singkat. Pros...