Minggu, 04 Juni 2017

INI KELUARGA, BUKAN BADAN USAHA

Meskipun belum berkeluarga, saya memiliki keluarga seperti kebanyakan orang. Ada orang tua, kakak adik dan seorang nenek dari ibu. Keluarga besar kami hidup di kampung dan tinggal dalam jarak yang berdekatan bahkan bertetangga satu sama lain. Peristiwa apapun akan cepat terdengar oleh saudara kami. Keluarga yang sakit, membeli perabot atau kendaraan hingga menu masakan hari ini bisa kami ketahui dengan cepat. Jangan tanyakan bagaimana respon cepat antar keluarga jika ada sebuah kabar. Sigapnya keluarga lebih cepat dari akun BNPB Pusat. Hehe.

Suasana hidup yang bersama tak berarti kami tidak mandiri. Setiap kepala keluarga memiliki fungsinya sebagai pencari nafkah. Istri dan anak bisa membantu dengan bekerja sambilan untuk membantu perekonomian keluarga. Dalam momen pernikahan atau proses kelahiran, keluarga dekatlah yang justru paling lelah membantu ini dan itu.

Apa yang menyebabkan kita begitu dermawan kepada keluarga sendiri? Mengapa kita tidak pernah perhitungan terhadap mereka? Karena kita adalah keluarga, bukan badan usaha yang fokus pada laba. Dalam keadaan senang ataupun sedih, keluarga ibarat rumah yang selalu menerima kita beserta segudang persoalan yang mengikuti.

Nyatanya, kita tidak memikirkan untung rugi saat berbuat baik kepada keluarga sendiri. Apakah kita mempertaruhkan pekerjaan demi menghadiri sebuah pesta, menghabiskan tabungan untuk saudara yang membutuhkan atau mungkin bersedia menelpon dahulu ditengah jadwal akhir pekan yang hiruk pikuk. Saya berpikir bahwa uang habis atau tenaga terkuras habis demi mengurusi keluarga bukan hal yang merugikan sama sekali. Sayangnya kita lebih sering memutuskan untuk travelling ke luar negeri atau piknik ke pulau kecil nan eksotis daripada pulang atau mengunjungi saudara kandung.

Karena keluarga bukan badan usaha yang mengedepankan laba, kita sebagai bagian didalamnya tidak perlu khawatir jika melakukan banyak hal besar dalam hidup demi mereka. Apakah cita-cita hidup akan terhalang karena membantu keluarga? Apakah uang yang habis tidak akan kembali sebagai tetes-tetes rejeki? Apakah kita kehilangan lebih banyak daripada yang kita peroleh? Toh semuanya demi keluarga. Mengapa risau untuk hal-hal yang bisa dilakukan dan memperoleh pahala?

Ditulis sebelum Raamadhan dan diselesaikan 9 Ramadhan 1438 H

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...