Karena Kita Harus Tetap Membuka Mata
Seorang
teman bercerita bahwa kisah cintanya benar-benar rumit. Lelaki yang disukainya
memilih untuk tidak memilihnya dan mengejar karirnya di negeri jauh. Laki-laki
itu jelas sudah memutuskan untuk tidak memilih teman saya. Namun teman saya
kekeuh dengan posisinya. Akhirnya keduanya sama-sama dengan kekeraskepalaannya.
Situasi menegang. Laki-laki hendak pergi merantau. Perempuan masih ingin
mempertahankan. Pelik.
Itu
sebagian scene yang bisa terlihat dan
terjangkau oleh jaringan perpesanan instan. Di lapak yang lain, teman satu
kampung malah sibuk bersyukur karena menerima beasiswa studi lanjut di
universitas ternama. Masih banyak cerita yang ter-update oleh jejaring sosial
setiap harinya. Soal cinta, pendidikan, anak, keluarga, persahabatan, bisnis,
pertengkaran dan sebagainya menguap hangat di recent update.
Yang
saya lakukan adalah tetap membuka mata terhadap situasi yang terjadi disekitar.
Berteman dengan banyak orang kemudian belajar hidup dari mereka tidak akan
membuat kita rugi. Kita melihat pandangan mereka dalam menjalani kehidupan
sehari-hari. Mereka memberikan kita pengalaman berteman yang rupa-rupa. Mereka
membiarkan saya membaca hidup mereka.
Ketika
saya mengalami hal yang buruk dalam hidup saya, mereka mendengarkan keluhan dan
membiarkan saya mengambil keputusan penting. Beberapa dari mereka sangat bijak
dalam memberikan masukan. Saya seringkali keras kepala. Mereka bisa marah-marah
atas persoalan yang saya hadapi. Sementara saya berkutat pada hati yang
berantakan.
Sampai
pada suatu kejadian yang menyakitkan dan mengharuskan saya tetap menjalani
hidup saya seperti biasanya. Saya harus tetap berangkat ke sekolah, makan 3
kali sehari, merawat badan, menelpon keluarga di rumah dan meng-update akun
sosial media. Seberat apapun ujian yang datang menghampiri, saat nyawa saya
masih bersarang dalam tubuh, saya tahu bahwa saya harus menghargai kesempatan
untuk hidup. Tuhan membiarkan saya tetap hidup dengan ujian yang berat. Artinya
saya mampu mengatasi masa krisis dan dapat bertahan hidup. Oleh karena itu saya
tetap membuka mata di saat menyakitkan dan menyedihkan dalam hidup.
Mari
kita bayangkan ketika kita menutup mata saat kehidupan di titik nadir. Hidup
yang gelap akan bertambah gelap. Bukankah kita butuh “cahaya” untuk berjalan
dan bertahan? Maka saya memilih membuka mata di saat tersulit agar saya bisa
menemukan cahaya yang diberikan Tuhan. Saya bercerita kepada teman terdekat dan
orang dewasa. Kemudian mereka memberikan saya masukan berarti untuk
mengatasinya.
Misalnya
pada suatu kasus kekerasan yang kita lihat didepan mata. Mengapa kita menutup
mata dan bersembunyi? Padahal kita bisa menghentikan atau setidaknya berteriak
minta pertolongan. Kita bisa mencegah dengan tangan kita karena kita tahu bahwa
kekerasan pasti sangat menyakitkan dan meninggalkan trauma. Kita bisa melihat
orang yang lewat atau benda-benda yang bisa digunakan untuk mempertahankan
diri. Apa jadinya kalau kita menutup mata dan diam saja? Hidup berpeluang
menjadi lebih buruk. Bisa jadi kekerasan yang ada didepan mata menimbulkan
korban nyawa dan mengincar orang lain. Ya. Tetaplah membuka mata untuk
menemukan pertolongan. Tetaplah membuka mata untuk melihat apa yang bisa kita
manfaatkan untuk membuat situasi menjadi lebih baik.
Kesulitan
memang memiliki levelnya. Begitupun pertolongan Nya. Jika kita mau berusaha
sedikit saja lebih keras, pertolongan akan datang lebih tepat dan manfaat. Kita
diam. Tuhan akan mendiamkan. Kita bergegas, Tuhan menolong dengan bebas.
Pertolongan Nya kadang terlihat ketika hati kita sedang tidak berfungsi. Maka
tetaplah membuka mata. Semoga kebaikan menghampirimu lebih cepat dari yang kau
bayangkan.
April,
8th 2016