Selasa, 31 Januari 2017

Perempuan dan Gamis

Kamu pernah pake gamis atau rok? Atau seneng banget ama gamis dan rok-rok lucu? Saya juga, apalagi kalau dikasih cuma-cuma. Tapi sekarang saya bukan mau promosi gamis dan rok. Mau curhat dikit dan ada ngarep-ngarepnya.

Pada suatu siang dalam sebuah angkot. Ada abang supir yang kelihatan masih single dan muda kinyis-kinyis didepan. Emak dengan satu balitanya, ibu-ibu 50 tahunan dan saya. Kamu tahu kan gimana posenya duduk didalam angkot dan pake rok apalagi gamis super syar'i? Alhamdulillah angkot sedang lapang tanpa bocah sekolah yang cemriwis. Itulah bagian bawah gamis ibu-ibu menjuntai sampai lantai. Oh my God, gimana kalau kena kotoran dan najis? Ibu ini pake gamis kok gak njagain itu gamis biar gak menjuntai kemana-mana. Percayalah, saat itu saya belum lihat wajah sang ibu bergamis itu. Pikiran udah terbang entah sampai dimana. Sempat membayangkan gamis itu kotor dan gak bisa dipakai buat shalat.

Astaghfirullah. Gusti, rasanya langsung meleleh dan pengin sungkem sama ibu bergamis tersebut. Hilang sudah pikiran negatif dan sok pintar yang tadi bersliweran. Tidak ada yang istimewa dari ibu tersebut. Beliau mengenakan gamis yang sudah lusuh meskipun motifnya bagus (*selera saya gak norak dan buruk-buruk amat kok). Jilbab bergonya menutupi dada. Tengoklah wajahnya yang hitam kusam tidak menarik di usianya yang sudah 50an (*mungkin). Saya siapa? Sudah punya gamis syar'i berapa? Yakin jilbabnya gak pernah lepas? Sombong sekali berpikiran buruk soal beliau.

Mereka yang sedang berhijrah. Tidak peduli apakah orang akan menghargai atau mencibir, mereka tetap hijrah. Jika alasannya Allah, telinga mereka akan tuli dari tanggapan yang negatif akan diri mereka. Jika hijrahnya karena Allah, pandangan sinis pun mampu jadi bahan koreksi bagi hati mereka. Sudah tuluskah semua usahanya? Bahkan kerudung dan rok saya tak menutupi keburukan hati dan pikiran saya. Ilmu saya? Bukankah belum membekali apa-apa dan selalu kurang dan kurang.

Ibu tersebut barangkali mengenakan gamis murni lillahi ta'ala. Bukan karena gamis pemberian anak. Bukan karena ikut-ikutan teman arisan. Atau bisa jadi itu gamis satu-satunya yang dimiliki. Bisa pula karena tidak memiliki pakaian yang lebih pantas dikenakan untuk keluar rumah. Wallahu 'alam. Dengan melihat wajahnya, rasanya beliau tidak neko-neko. Jilbabnya saja sedikit acak-acakan. Mendadak saya iba. Banyak orang yang sungguh-sungguh tulus ingin menutupi aurat. Tidak pernah berpikiran macam-macam. Bahkan tidak sempat memikirkan bagaimana orang akan memandang. Mereka, hanya mau dan langsung mengenakan. Tanpa peduli kiri dan kanan. Maka jadilah amalan. 

Adakalanya kita belajar dari ilmuwan di ruang-ruang kelas dan laboratorium. Sesekali bahkan sering kita belajar dari orang yang lewat dalam kehidupan kita. Orang-orang yang menjadi guru tanpa pernah bertegur sapa dengan kita. Mereka mengajarkan banyak hal melalui apa yang bisa mereka tampilkan tanpa kelas, tanpa ujian. Lalu kita akan belajar atau lupa dengan semua itu.

Gusti, ampuni hamba yang berprasangka seenaknya pada hamba Mu. Cukupkan pemahaman kami agar terus mendekat kepada Mu. Aamiin.

Dari perempuan yang masih belajar memakai gamis.

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...