Senin, 27 Oktober 2014

Amazing Speech



Entahlah, rasanya seperti malam yang terakhir di Semarang dalam masa-masa mencari ilmu dan buku hidup. Euforia wisuda telah usai. Durasi menjadi mahasiswa berakhir sejak 7 Oktober lalu. Apakah saya belum beranjak dari zona nyaman sebagai mahasiswa? 

Seketika menemukan pidato kelulusan Gwen Stacy dalam The Amazing Spiderman 2. Pidato yang saya kutip merupakan pidato yang diputar ulang Peter Parker lima bulan setelah Gwen meninggal dunia. Masa bangkit Peter setelah Bibi May mengungkapkan caranya menyikapi kematian Paman Ben. Kematian memang menyakitkan dan membutuhkan waktu yang lama untuk meenerima orang tercinta kita pergi untuk selamanya. Bibi May akhirnya mengemasi seluruh barang Paman Ben karena melihat Peter belum bisa move on dari Gwen. Ia tahu, suaminya tidak akan kembali seperti sedia kala. Kenangan bersamanya terus bermunculan ketika barang-barang yang berhubungan dengannya masih dalam atap yang sama. Ia merasa sudah waktunya untuk melepas berbagai kenangan itu. Ia harus melanjutkan hidup. 

Mudah merasa penuh harapan di hari yang indah seperti ini. Tapi akan ada hari-hari gelap juga. Akan ada hari dimana kau merasa sendirian. dan itulah saat harapan dibutuhkan. Tak peduli seberapa buruk itu atau betapa menderitanya kau, Kau harus berjanji agar berpegang pada harapan. Buat itu tetap ada. Kita harus melawan penderitaan kita. Aku ingin kita menjadi harapan. Orang butuh itu. Dan walaupun kita gagal, apa ada cara lebih baik untuk menjalani hidup? Saat kita melihat sekitar kita hari ini dan melihat semua orang yang membentuk jati diri kita, aku tahu ini terasa kita mengucapkan selamat tinggal. Tapi kita akan membawa potongan diri kita ke langkah selanjutnya. Untuk mengingatkan kita akan siapa diri kita sebenarnya. Dan takdir kita.(Gwen Stacy-The Amazing Spiderman 2).

Satu per satu orang telah menemukan pekerjaannya, diterima studi lanjut di salah satu perguruan tinggi dan mulai belajar lagi. Mereka telah melanjutkan hidup sebagaimana mestinya. Terus berjalan dan membuat tindakan yang benar. Sungguh, tanggungjawab akan gelar keilmuwan tidaklah mudah. But it given for you from God. Saya harus mempertanggungjawabkannya minimal untuk membahagiakan keluarga dan saudara. 

Gwen benar. Kebahagiaan itu sungguh nyata hingga memunculkan banyak harapan dan impian. Menerima gelar dan hasil belajar selama bertahun-tahun di universitas kemudian mulai merencanakan kelanjutan hidup. Dia pun benar pula. Akan ada hari gelap dan kita benar-benar merasa sendiri. Teman kuliah sudah menekuni dunia mereka masing-masing. Sahabat terdekat selama tahun terakhir belum tentu dapat kita panggil sepanjang waktu. Saat itulah harapan dibutuhkan. Mungkin hari ini sangat buruk untukmu. Tak ada pekerjaan, tak ada pemasukan, tak ada teman, keluarga menuntutmu untuk segera berpenghasilan. Tetapi kita harus terus berpengharapan karena kita pun menjadi harapan bagi mereka. Ya. Mereka berharap kita melakukan tindakan yang benar dan terbaik. 

Biarlah hari ini begitu buruk dan membuatmu tidak berarti. Cukuplah itu menjadi pengingat bahwa hidup dijalani dengan kerja keras. Tak perlu bersedih atas limpahan materi yang belum menjadi hak kita karena ada setiap rejeki dari Nya yang senantiasa mengalir untuk kita.
Tetap tersenyum dan bersyukur. . 

Backsound Gone Gone Gone-nya Phillip Phillips..
@Semarang

Jumat, 17 Oktober 2014

Catatan tentang Hati



Dalam suatu siang sebelum PPL berakhir di pertengahan Oktober 2012, Bapak saya mengajak saya berbincang tentang hati. Murid-murid saya pasti kenal Bapak yang satu ini.
Beliau mengatakan bahwa dalam hidup dan pekerjaan akan banyak peristiwa, pengalaman, dan ujian yang datang. Kebanyakan dari kita stres dalam pikiran yang carut marut. Dibibirnya, senyum tidak terlarang bertandang. Hatinya tak gelisah oleh serangkaian kejadian membingungkan. Orang-orang seringkali bertanya kepada beliau mengapa bisa melewati berbagai peristiwa yang tidak menyenangkan dengan tanpa beban pikiran yang berarti..

Betapa lepasnya beliau menertawakan hidup, terutama orang-orang yang keheranan melihatnya. Saya menangkap gurat pengalaman hidup yang beraneka rupa dan warna dari sudut matanya. Beliau tertawa. Seolah semuanya ada dalam genggaman tangannya. Pelan beliau mengatakannya, "Kalau kita bersedia menyisakan ruang kecil dalam hati kita. Tak usah banyak-banyak. Hanya sedikit saja. Kita tak akan buntu dalam menghadapi persoalan. Jangan isi penuh hati dan pikiran kita dengan pekerjaan, pendidikan, keluarga, anak-anak bahkan pasangan. Sisakan sedikit ruang didalamnya agar ketika persoalan hidup terlalu memenuhi kepala dan hati, masih ada ruang untuk kita berlari. Setidaknya dalam diri kita".

Cukup lama waktu bagi saya untuk mencerna kalimat yang beliau sampaikan. Beliau pun tidak terburu-buru untuk mengungkapkan hal lain. Begitulah curahan seorang Bapak kepada anaknya. Saya tidak merasa tengah diberikan wejangan oleh guru atau pimpinan. Beliau berkata perlahan seperti berbicara kepada anaknya sendiri. Memang, orang tua butuh didengarkan. Bukan saja ketika kita meminta nasihat tetapi ketika mereka ingin mengajari kita bagaimana caranya hidup.

Terimakasih Bapak, saya tidak tahu kenapa Bapak mengatakannya kepada saya bahkan dalam suasana yang tidak formal. Mungkinkah ada harapan besar yang diam-diam Bapak inginkan terjadi dalam kehidupan saya? Entahlah. Dari tiga bulan saya di sekolah, banyak kesan yang tercipta dan itu sangat bermakna sekali untuk saya dan kehidupan saya kelak.

Selasa, 07 Oktober 2014

Sudut Ar Rahman



Rasanya seperti hendak menuangkan teh ke dalam cangkir tetapi cangkirnya tidak ada. Meski ada gelas, mug, atau yang lain, tidak sama maknanya dengan cangkir. Dan ketiadaan melemparkan diri dalam sudut-sudut Ar Rahman. Memaksa logika keimanan terbangun kokoh. Sekecil apapun titik kebahagiaan, Ia akan merangkai lingkaran penuh satu demi satu

Subhanallah
Alhamdulilllah
Laailaahailallah
Allahu Akbar

Janji Allah pasti ditepati. Kebahagiaan mutlak turun bahkan sebelum hujan mengguyur bumi yang kerontang karena kemarau. Dinginnya masih terasa di ujung jari kaki. Semua kebahagiaan meluap, syukur tumbuh perlahan sementara matahari perlahan naik melewati kaki langit.

Memang benar, sekecil apapun kebahagiaan dan kebersamaan yang kini tersedia tidak akan membuatmu sedih berlarut-larut. Kamu bahagia seperti mereka karena Allah telah memenangkanmu dan menunjukmu untuk bahagia 100%. Kesepian hanya milik mereka yang miskin hati. Sedangkan kesendirian tetap milik mereka yang tidak punya pilihan. Bukankah kamu selalu punya pilihan untuk bahagia?

Inilah persembahan untuk orang-orang terbaik dalam hidup. Tak perlulah membicarakannya di hadapan seluruh manusia. Tak perlulah menunjukkan ini dan itu. Karena penduduk langit telah memuliakan mereka dengan permohonan yang telah naik bersama airmata kesungguhan.

Akhirnya setelah lima kali putaran bumi mengelilingi langit, toga bergeser ke arah kanan. Menyelesaikan satu jenjang pendidikan untuk melangkah mencari ilmu yang lebih banyak di bumi Nya. Allah benar-benar menepati janji.

@Semarang

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...