Jumat, 28 November 2014

Kelompok [ Sebuah Catatan Aktivis BEM ]



Kelompok
Sebuah Catatan Anak BEM

Dari Alo Liliweri (2009: 233):

"Masing-masing kelompok mempunyai aktivitas khusus, berbicara dalam bahasa mereka dan memiliki waktu bertemu yang khusus. Bahkan mereka berpikir dan bertindak yang hanya dapat dipahami oleh anggota kelompok mereka. Perilaku tersebut disosialisasikan dan diinternalisasikan secara terbatas dikalangan tertentu".

Peradaban primitif sudah mengenal kelompok yaitu saat mereka mulai tinggal di gua-gua dan memutuskan untuk bekerja sama mencari hewan buruan. Suka atau tidak suka dan sadar atau tidak sadar, dalam menjalani hidup yang paling biasa pun kita tergabung pada sebuah kelompok. Kelas yang sama, unit kegiatan yang sama, partai politik yang sama atau keluarga yang sama.

Sebuah kelompok memiliki syarat agar ia disebut sebagai kelompok. Soekanto dalam Basrowi (2005: 49) menyebutkan lima syarat sebuah kelompok.
1. Ada kesadaran bahwa setiap orang merupakan anggota kelompok tersebut.
2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lain.
3. Ada faktor kepemilikan bersama seperti ideologi, cita-cita dan sebagainya serta memiliki common enemy atau musuh bersama sebagai pengikat/pemersatu.
4. Berstruktur, berkaidah dan mempunya pola perilaku.
5. Bersistem dan berproses.

Kehidupan kampus ternyata memaksa kita untuk memasuki kelompok tertentu. Kelompok mahasiswa yang kuliah pulang- kuliah pulang atau kuliah rapat- kuliah rapat. Begitulah generalisasi sebagian orang yang membagi dua kubu mahasiswa yang study oriented dan organisatoris. Pemisahan tersebut melahirkan istilah kami (in group) dan mereka (outgroup). Orang yang bukan anggota kelompok dianggap sebagai orang luar (out group) yang berada dalam jangkauan dan tidak kena aturan kelompok. Artinya, kepentingan kami bukan kepentingan mereka.

Saya menjadi anggota kelompok kedua karena memiliki kegiatan di lembaga eksekutif mahasiswa. Perkuliahan lebih sering diacuhkan karena harus koordinasi by phone dengan rekan organisasi yang lain. Usai kelas pun selalu menghilang lebih cepat dari yang lain dengan alasan rapat, seminar, memenuhi undangan birokrat atau sekadar mencari sinyal wifi untuk searching RUU.

Sebagai aktivis, kami memiliki cara berpikir yang berbeda dari kelompok pertama. Aktivitas kami sebagian besar dirancang di sekretariat dengan rapat sebagai acuannya. Konsentrasi kami pada isu-isu sosial dan politik yang terjadi di masyarakat pada tataran lokal hingga nasional. Apabila kami bertemu dengan anggota lembaga eksekutif dari kampus lain rasa persaudaraan bisa sedetik tercipta. Kami memiliki orientasi kerja yang sama sehingga tidak sulit untuk menumbuhkan sikap saling percaya dan memberikan dukungan satu sama lain.

Semua syarat kelompok yang diajukan Soekanto kami penuhi selaku anggota badan eksekutif. Dalam pembagian kelompok formal dan informal, kami memang memasuki kelompok formal. Meskipun demikian aturan dan proses komunikasi yang dilakukan tidak sekaku dalam organisasi profesional atau hubungan resmi antara karyawan dengan atasan. Hubungan antara ketua dan staf lebih bernuansakan persaudaraan dan persahabatan. Dengan begitu, proses belajar di dalam organisasi menjadi lebih luwes dan terbuka.

Berbagai kritik tentang kami dari teman-teman yang bukan anggota kelompok cukup beragam. Ada yang mendukung, ada yang mencela, bahkan ada yang apatis. Kami pun terkadang beranggapan bahwa waktu kuliah akan lebih bermanfaat dengan diselingi kegiatan di luar kampus misalnya bekerja paruh waktu, aktif di LSM atau berorganisasi. Semua pilihan tergantung masing-masing individu. Secara pribadi, saya mendukung teman-teman mahasiswa yang bekerja paruh waktu untuk mendapatkan tambahan uang saku. Sekalipun menyayangkan pilihan teman-teman untuk kuliah pulang kuliah pulang, saya menghargai prestasi mereka yang bisa lulus tepat waktu dan bekerja dengan baik usai lulus.

Bagaimanapun persepsi setiap orang tentang kelompok, pada akhirnya mereka memilih kelompok yang paling sesuai dengan diri mereka. Tidak peduli kita mencela habis-habisan terhadap kelompok tersebut, mereka telah memilih dengan penuh kesadaran. Segala konsekuensi tentu menjadi tanggungan masing-masing orang. Yang pasti, kepedulian tetap harus diutamakan sekalipun kita berbeda kelompok dengan teman kita semasa kuliah, sekolah atau bekerja.

@Cilacap

Sikap



Menuju akhir dari tahun politik yang melelahkan membuat sebagian orang tetap siaga terhadap pemerintahan baru. Dua kubu yang saling berseberangan melahirkan dua masyarakat yang berada di kutub utara dan kutub selatan. Masyarakat kemudian terbelah menjadi dua. Segala tindak tanduk seseorang akan membuatnya dicap sebagai kawan atau lawan salah satu kubu. Dimana masyarakat apatis? Mereka seolah lenyap dari hitungan masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak. Siapa yang mengungkapkan keburukan salah satu kubu dianggap sebagai simpatisan kubu lain begitupun sebaliknya. Apabila mengungkapkan kebaikan salah satu kubu secara otomatis menjadi anggota dari kubu tersebut.

Tuntutan yang tidak bisa dihindari sebagai akibat dari kemudahan akses informasi dan perubahan sosial yaitu sikap. Setiap orang dituntut untuk berbicara tentang keyakinan, pengetahuan dan kecenderungannya terhadap suatu hal, tahun politik misalnya. Sekalipun akan diberi label sebagai kawan atau lawan. Pada akhirnya setiap orang harus memilih sikap terbaiknya.

Di arena kampus yang tengah memasuki musim kampanye Presiden Mahasiswa pun setiap orang harus bersikap. Mahasiswa dapat bersikap mengenai kinerja lembaga kemahasiswaan dan keberfungsiannya selama satu tahun. Mereka dapat memberikan suara untuk perkembangan lembaga kemahasiswaan yang lebih baik di tahun 2015. Sikap setidaknya berfungsi untuk empat hal seperti dikemukakan oleh Santosa (2004:63).

Yang pertama, penyesuaian. Sikap digunakan untuk menyesuaikan diri dalam mencapai tujuan. Seorang mahasiswa yang ingin lulus dan wisuda akan menyesuaikan jadwal kerja atau hang-out dengan bimbingan, mencari referensi dan data. Kita memiliki tujuan dalam hidup. Lingkungan senantiasa berubah dan menghadirkan situasi-situasi yang terkadang tidak sesuai harapan. Maka dari itu kita bersikap untuk menyesuaikan diri agar tujuan tercapai.

Yang kedua, pertahanan ego. Kita bersikap untuk melindungi ego dalam diri yang terancam oleh pengaruh dari luar misalnya tekanan orang lain. Mekanisme pertahanan ego melahirkan sikap seperti represi, formasi reaksi, proyeksi, displacement, rasionalisasi, sublimasi, dan regresi. Penggemar sepak bola yang fanatik akan membela klub kesayangannya dengan membenarkan tindakan pemain yang melanggar aturan (rasionalisasi).
 
Yang ketiga, menyatakan nilai. Sikap yang kita tentukan merupakan suatu usaha untuk menunjukkan keyakinan yang kita pegang. Dengan menunjukkan sikap memuji, kita berusaha untuk menyatakan nilai bahwa kita menyukai sesuatu atau seseorang. Misalnya seorang mahasiswa memuji pakaian temannya yang santun. Ia tengah menyatakan nilai bahwa berpakaian santun merupakan hal yang baik dan positif untuk dilakukan.

Yang keempat, pengetahuan. Sikap yang kita tunjukkan tidak saja untuk memperoleh kepercayaan. Kita membutuhkan pengetahuan agar dapat hidup berdampingan dengan baik tanpa konflik. Murid yang menginginkan pengetahuan lebih banyak akan bertanya kepada guru untuk menjelaskan detail persoalan yang dipertanyakan. Sikap murid menandakan ia membutuhkan pengetahuan. Oleh karena itu ia bertanya kepada gurunya.

Sikap personal yang baik melahirkan budaya kolektif yang baik pula karena setiap perilaku seseorang akan mempengaruhi perilaku orang lain. Ada yang meniru, mencemooh, memuji atau mengkritik. Semua hal itu melahirkan budaya yang baru dalam suatu komunitas atau kelompok. Apabila sikap personal itu ditunjukkan oleh seorang publik figur, dampaknya akan meluas tidak hanya dalam komunitasnya tetapi juga pada masyarakat luas.

@Cilacap

Rabu, 26 November 2014

Melangkah



Beberapa waktu yang lalu dalam tayangan talkshow Sarah Sechan di salah satu stasiun televisi swasta ada pertanyaan untuk guest star. Dipenghujung tahun, seseorang selalu ditanya "Apa capaianmu tahun ini?". Artis yang ditanya menjawab "Alhamdulillah. Semua yang dicapai harus disyukuri. Kalau target... Saya gak pernah pasang target harus dapat ini, dapat itu atau melakukan ini, melakukan itu. Mengalir sajalah".

Banyak yang sudah terjadi selama 2014. Bertemu murid-murid, masyarakat, dan dosen pembimbing skripsi. Menemukan berbagai kesulitan dalam menyelesaikan tugas akhir, keuangan yang defisit, teman-teman yang sudah lulus. Tahun ini merupakan tahun yang melelahkan, iman yang memuncak dan tiba-tiba kosong serta hati yang berbunga hingga berantakan. Ya. Mereka sudah meninggalkan tempat ini satu persatu. Menapaki tempat yang baru dan bersama dengan orang yang baru pula.

Kehidupan terus menghadirkan ujian demi ujian. Tidak peduli kita tengah kuat atau berada pada titik nadir. Jika sudah masanya hati diuji, maka datanglah ia dari segala arah tanpa disangka.

Ini masa-masa sulit yang belum berakhir. Ada masanya kita meninggalkan sesuatu atau seseorang kemudian melanjutkan hidup. Dalam hidup yang serba belum pasti kita memilih untuk menjalaninya seorang diri. Kita memutuskan untuk susah payah berdiri, menegakkan kepala walau hati compang camping. Meski demikian kita punya pilihan rasional dan bijak. Kita selalu bergerak ke arah masa depan. Lepaskan apa yang memberatkan langkahmu. Hari ini kita hanya harus berjalan dan terus berjalan.

Melepaskan sesuatu yang berharga akan menimbulkan rasa tidak rela. Sudah sekian lama kita menjalaninya tetiba harus melepaskannya. Padahal sesuatu tersebut diperoleh dengan usaha yang tidak sederhana. Lantas kita jaga dengan sepenuh jiwa. Sayangnya penjagaan kita harus selesai hari ini. Waktunya untuk beranjak dan mengikhlaskan apa-apa yang bukan milik kita dan bukan untuk kita.

Saya teringat pada suatu peristiwa di malam Ramadhan, usai tarawih. Waktu itu hanya kami berdua yang tersisa karena sudah H-7 Idul Fitri. Tangis perempuan itu pecah mengingat keputusan yang cukup sulit. Masih berbalut mukena dan sajadah yang tergelar ia hanya menangis. That is over. Pada akhirnya ia memutuskan untuk melepaskan pacar pertamanya. Setiap mengenang momen demi momen yang terlewatkan bersama ia kembali terisak. Sesekali saya menertawakannya. Ia jengkel. Saya terus menertawakannya dan meledeknya. Ia tertawa, kemudian menangis lagi. Begitulah sampai ia kelelahan karena hal tersebut. Sadar akan kekonyolan yang terjadi, kami tertawa terbahak-bahak. Sampai jauh malam dan kami harus berkemas untuk mudik, ia telah memutuskan untuk mengakhiri hubungannya. Sembari menguatkan hati yang berantakan, ia terus melangkah menuju hari esoknya.

Hingga hari ini, mengenang peristiwa malam itu membuat kami kembali tertawa. Menertawakan kekonyolan dalam momen tidak bahagia. Ada rasa malu karena telah bertingkah konyol. Namun kini hidupnya lebih baik dengan lelaki yang lebih baik dari sebelumnya. Kita butuh mengakui bahwa hati sungguh berantakan ketika beranjak darinya. Jika sebelum bersamanya kamu baik-baik saja, tanpanya kamu pun akan baik-baik saja.

Semua orang merayakan kelulusan dengan suka cita, berterimakasih kepada Yang Maha Memberi dengan syukur yang mendalam. Seperti makanan super lezat yang pernah kita kecap. Kenikmatan itu hanya bertahan kurang dari 3o kunyahan. Usai melewati tenggorokan, kita telah kehilangan kenikmatan itu. Begitupun pahitnya obat yang kita telan. Pahitnya hanya sementara tetapi khasiatnya jauh lebih membahagiakan.

Begitulah, kebahagiaan dan kepahitan tak akan menyiksa kita. Justru proses mendapatkannya dan bagaimana menyikapi keduanya membuat kita lebih bijak.

Mengakhiri tahun ini, kita harus melepaskan sesuatu yang sudah bukan masanya, untuk memproleh kesempatan yang lebih baik.

Backsound Melangkah by Raisa

Jumat, 21 November 2014

Adil Sejak Dalam Pikiran, Jil


Langit masih menyisakan mendung semalam. Walau hujan tidak turun membombardir tanah ini. Bekas air yang turun hari-hari sebelumnya masih basah disana sini. Semua pekerjaan rumah selesai dikerjakan. Tinggal membereskan buku-buku yang berserak karena ludes terbaca akhir-akhir ini.
Diluar rumah, anak kecil menangis perlahan. Awalnya tak curiga telah terjadi sesuatu padanya. Lama-lama tidak tahan juga ingin menengok karena sudah cukup lama ia menangis. Sebelum membuka pintu depan kulihat dari balik jendela kaca yang terbuka kordennya. Tampak sang ibu sedang “meradang” karena anaknya tidak mau pulang juga meski sudah dipaksa sedari tadi.
Akhirnya, pintu terbuka. Rasanya memang tidak tepat bertanya-tanya sok peduli pada urusan rumah tangga orang lain. Tetapi.. Hei, kalau urusan rumah tangga sampai terbawa keluar rumah siapa hendak acuh ketika melihat? Bertanya tanpa jawaban. Seolah anak dan ibu hanya berdua saja dan tidak ada orang lain yang melihat. Serba salah. Pintu kembali tertutup.
Orang yang tidak bisa marah terhadap hal-hal buruk biasanya kekurangan antusiasme untuk melakukan hal-hal baik. Begitu kalimat bijak yang penah saya temukan. Sang ibu marah karena anaknya enggan pulang. Menurut kalimat bijak tersebut sikap sang ibu memang benar. Ketika persoalannya dihadapkan pada cara mengajak pulang dan menasehati agaknya kurang tepat. Sembari memegangi batang kayu kecil dan menggunakan intonasi tinggi, sang ibu mengajak anaknya pulang. Anak kecil mana yang tidak merasa terancam ketika dimaki dan diancam akan dipukul oleh orang dewasa? Bahkan orang dewasa pun akan ketakutan jika diperlakukan demikian.
Teringat sebuah nasehat yang diberikan Jean Marais kepada Minke dalam tetralogi Buru, “sebagai terpelajar kau harus adil bahkan sejak dalam pikiran”. Ibu yang meradang pada anaknya bukan serta merta sang ibu galak. Bisa saja anak dipaksa pulang dahulu untuk sarapan dan mandi. Orang tua dengan berbagai latar pendidikan dan lingkungan sosial yang berbeda memiliki bekal mendidik anak yang berbeda pula. Tidak sedikit orang tua yang merasa putus akal untuk menghadapi kelakuan anak yang semakin beragam. Anak yang diperlakukan kasar akan menjadi pembangkang. Sedangkan orang tua harus memberitahukan sikap yang benar dari seorang anak. Tak jarang mereka yang tidak tahu harus berbuat apa terhadap anaknya malah memaki, mengancam atau membiarkan anaknya salah.
Adil sejak dalam pikiran artinya tidak serta merta menuduh seseorang dengan tuduhan yang tidak berdasarkan pada fakta yang ada. Kita melihat ibu memarahi anak dengan nada keras. Selalu ada alasan seseorang bertindak sesuatu. Sebagian besar dari kita mengetahui keadaan orang tersebut secara parsial atau sebagian sehingga sangat mungkin pemikiran kita tidak serupa dengan keadaan orang tersebut.
Butuh waktu untuk belajar adil. Semua hal disekitar kita bisa mengajarkan sikap adil itu diantaranya pengalaman sehari-hari, membaca buku, atau berdiskusi. Semoga bisa terus belajar memperbaiki diri sejak dalam pikiran :)
@cilacap

Selasa, 04 November 2014

Belajar Hidup dari "Mendobrak Dinding Telur"



Dalam banyak motivasi yang diberikan oleh trainer pada pelatihan kepemimpinan, ada kisah yang sengaja diceritakan untuk menggugah mental kita. Cerita tersebut memberikan hikmah yang dapat diambil untuk menumbuhkan hasrat berjuang dalam meraih impian hidup. Trainer biasanya mengambil kisah hewan yang luar biasa menginspirasi manusia dalam menjalani kehidupan. Burung, kupu-kupu, lebah, angsa, singa, harimau dan hewan yang memiliki nilai filosofi mendalam ketika menghadapi suatu persoalan.
Apakah kamu pernah mendengar kisah tentang kepompong yang berusaha untuk menjadi kupu-kupu? Kisahnya kurang lebih seperti ini. Dikisahkan dalam sebuah taman ada kepompong yang sudah masanya untuk merekah menjadi kupu-kupu nan cantik. Biasanya ia akan terlepas dari kepompongnya sendiri kemudian terbang. Waktu itu ada seseorang yang melintas didekat kepompong tersebut. Ia tidak tega dengan kepompong yang susah payah berusaha memecahkan kulit kepompong yang sangat keras. Dalam penglihatannya, kepompong terus mengepakkan sayapnya yang masih lemah tetapi tidak bisa juga memecahkan kulit yang melingkupi tubuhnya. Akhirnya dengan inisiatif sendiri, orang tersebut memecahkan kulit kepompong sehingga kupu-kupu terlepas dari kulitnya. Apa yang terjadi? Kupu-kupu tidak dapat terbang. Ya. Ia terlalu lemah untuk terbang dengan sayapnya. Orang tersebut menyesal karena telah memaksa kupu-kupu untuk keluar dari kulitnya padahal sayapnya belum kuat untuk terbang. Karena tidak dapat terbang dan tidak menemukan makanan, akhirnya kupu-kupu tersebut mati. Sungguh sedih orang itu melihat kematian kupu-kupu yang tragis.
Hari ini saya melihat kejadian mengesankan yang kemudian mengingatkan saya pada cerita kupu-kupu tersebut. Induk ayam yang baru mengerami telurnya nampak tengah waspada didekat dua anaknya yang mirip dengannya. Bulunya hitam. Dua anak ayam yang baru lahir 2 hari yang lalu nampak sehat dan lincah. Tak disangka, ada dua telur yang belum berhasil menetas. Sang induk sudah kegirangan dengan dua anaknya yang dapat beraktivitas dengan baik. Mungkin induk menganggap dua telur lainnya tidak bisa menetas dan mati.
Kemudian Ibu saya mengambil kedua telur yang belum menetas dan memasukkannya kedalam dedak (makanan bebek yang berasal dari ampas penggilingan padi). Katanya, didalam dedak ayam akan mendapatkan kehangatan sehingga dapat berusaha memecahkan cangkangnya. Kejadian tersebut masih cukup pagi dan saya hanya penasaran melihat cangkang yang bergerak-gerak dan retak dibeberapa bagian. Bulu hitam terlihat menyembul tetapi belum cukup kuat untuk memecahkan cangkang yang membungkus ayam tersebut. Saya meninggalkannya dan melakukan aktivitas rumah yang lain.   
Tak disangka. Anak ayam yang tadinya masih berada dalam cangkang bisa keluar setelah sore. Yang satu langsung meloncat begitu keluar dari dalam cangkangnya. Sayangnya yang lain harus tertatih untuk berdiri karena kakinya tidak dapat digerakkan secara bebas. Hingga malam, anak ayam yang kakinya pincang hanya bisa berguling dan terus berusaha untuk berdiri. Ia terus berteriak dan berusaha keluar dari dedak yang menjadi tempatnya lahir. Kemudian terguling lagi dan hanya berputar susah payah dalam dedak tersebut. 
Apa yang kamu rasakan saat ini? Betapa sulitnya untuk hidup secara lumrah bagi seorang anak ayam. Ia harus mendobrak cangkang yang melingkupi dirinya sebelum bernafas dengan udara bebas. Jika ia bisa keluar cangkang, belum tentu sayapnya dapat digerakkan dengan baik. Belum tentu kakinya bisa menapak dengan kokoh untuk menopang badannya saat berdiri. Dan belum tentu, ada induk yang berada didekatnya saat ia terlahir. Saya sangat berharap, semoga anak ayam tersebut dapat hidup lebih lama hingga dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya     
      Belajar hiduplah dari kehidupan lain yang ada disekitar kita. Dari anak ayam kita belajar untuk terus berusaha dalam memperjuangkan harapan terbaik. Berusaha memecahkan cangkang yang sudah terlalu sempit untuknya dan keluar mencari biji-bijian diluar sana. Pecahkanlah batasan-batasan yang mengungkung dalam diri karena kita telah tumbuh dan berkembang dari sebelumnya. Kita telah bertambah usia, bertambah kuat, dewasa, mendapatkan lebih banyak pengalaman dan ilmu. Keluarlah dari cangkang yang tidak lagi memenuhi apa yang kamu butuhkan. Kamu butuh lebih banyak oksigen dan makanan yang lebih kompleks. Pergilah untuk mencari hidup yang terbaik didunia luar yang menawarkan rupa-rupa rezeki. Kita bisa menemukan banyak kawan, pengalaman, kesempatan, dan perwujudan impian yang telah kita susun sebelumnya.

@Cilacap

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...