Beberapa waktu yang lalu dalam tayangan talkshow Sarah
Sechan di salah satu stasiun televisi swasta ada pertanyaan untuk guest star.
Dipenghujung tahun, seseorang selalu ditanya "Apa capaianmu tahun
ini?". Artis yang ditanya menjawab "Alhamdulillah. Semua yang dicapai
harus disyukuri. Kalau target... Saya gak pernah pasang target harus dapat ini,
dapat itu atau melakukan ini, melakukan itu. Mengalir sajalah".
Banyak yang sudah terjadi selama 2014. Bertemu murid-murid,
masyarakat, dan dosen pembimbing skripsi. Menemukan berbagai kesulitan dalam
menyelesaikan tugas akhir, keuangan yang defisit, teman-teman yang sudah lulus.
Tahun ini merupakan tahun yang melelahkan, iman yang memuncak dan tiba-tiba
kosong serta hati yang berbunga hingga berantakan. Ya. Mereka sudah
meninggalkan tempat ini satu persatu. Menapaki tempat yang baru dan bersama
dengan orang yang baru pula.
Kehidupan terus menghadirkan ujian demi ujian. Tidak peduli kita
tengah kuat atau berada pada titik nadir. Jika sudah masanya hati diuji, maka
datanglah ia dari segala arah tanpa disangka.
Ini masa-masa sulit yang belum berakhir. Ada masanya kita
meninggalkan sesuatu atau seseorang kemudian melanjutkan hidup. Dalam hidup
yang serba belum pasti kita memilih untuk menjalaninya seorang diri. Kita
memutuskan untuk susah payah berdiri, menegakkan kepala walau hati compang
camping. Meski demikian kita punya pilihan rasional dan bijak. Kita selalu
bergerak ke arah masa depan. Lepaskan apa yang memberatkan langkahmu. Hari ini
kita hanya harus berjalan dan terus berjalan.
Melepaskan sesuatu yang berharga akan menimbulkan rasa tidak
rela. Sudah sekian lama kita menjalaninya tetiba harus melepaskannya. Padahal
sesuatu tersebut diperoleh dengan usaha yang tidak sederhana. Lantas kita jaga
dengan sepenuh jiwa. Sayangnya penjagaan kita harus selesai hari ini. Waktunya
untuk beranjak dan mengikhlaskan apa-apa yang bukan milik kita dan bukan untuk
kita.
Saya teringat pada suatu peristiwa di malam Ramadhan, usai
tarawih. Waktu itu hanya kami berdua yang tersisa karena sudah H-7 Idul Fitri.
Tangis perempuan itu pecah mengingat keputusan yang cukup sulit. Masih berbalut
mukena dan sajadah yang tergelar ia hanya menangis. That is over. Pada
akhirnya ia memutuskan untuk melepaskan pacar pertamanya. Setiap mengenang
momen demi momen yang terlewatkan bersama ia kembali terisak. Sesekali saya
menertawakannya. Ia jengkel. Saya terus menertawakannya dan meledeknya. Ia
tertawa, kemudian menangis lagi. Begitulah sampai ia kelelahan karena hal
tersebut. Sadar akan kekonyolan yang terjadi, kami tertawa terbahak-bahak.
Sampai jauh malam dan kami harus berkemas untuk mudik, ia telah memutuskan
untuk mengakhiri hubungannya. Sembari menguatkan hati yang berantakan, ia terus
melangkah menuju hari esoknya.
Hingga hari ini, mengenang peristiwa malam itu membuat kami
kembali tertawa. Menertawakan kekonyolan dalam momen tidak bahagia. Ada rasa
malu karena telah bertingkah konyol. Namun kini hidupnya lebih baik dengan
lelaki yang lebih baik dari sebelumnya. Kita butuh mengakui bahwa hati sungguh
berantakan ketika beranjak darinya. Jika sebelum bersamanya kamu baik-baik
saja, tanpanya kamu pun akan baik-baik saja.
Semua orang merayakan kelulusan dengan suka cita, berterimakasih
kepada Yang Maha Memberi dengan syukur yang mendalam. Seperti makanan super
lezat yang pernah kita kecap. Kenikmatan itu hanya bertahan kurang dari 3o
kunyahan. Usai melewati tenggorokan, kita telah kehilangan kenikmatan itu.
Begitupun pahitnya obat yang kita telan. Pahitnya hanya sementara tetapi
khasiatnya jauh lebih membahagiakan.
Begitulah, kebahagiaan dan kepahitan tak akan menyiksa kita.
Justru proses mendapatkannya dan bagaimana menyikapi keduanya membuat kita
lebih bijak.
Mengakhiri tahun ini, kita harus melepaskan sesuatu yang sudah
bukan masanya, untuk memproleh kesempatan yang lebih baik.
Backsound
Melangkah by Raisa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar