Sabtu, 26 Oktober 2013

Kebahagiaan yang Tidak Bisa Dibagi

Hendak memulai dari mana saya sulit untuk mengambil kata yang tepat dalam penggambaran kamu di hidup saya. Jika ada hari lain yang lebih baik, pasti akan saya pilih agar kita bisa melewatkannya bersama. Sayangnya, semua serba sudah diputuskan bukan saja oleh tanganku dan tangannya tetapi banyak orang yang berpengaruh. Waktu itu pun akan segera tiba. Bukan lagi dalam hitungan tahun dan bulan, hari itu benar-benar lebih cepat dari yang dibayangkan. Inilah saatnya.

Rasanya masih lekat dalam ingatan berbagai tingkah polah kita yang kekanak-kanakkan. Perdebatan panjang yang melelahkan dan tidak menghasilkan apa-apa selain jarak. Bagi saya, jarak itu bukan sebenar-benarnya jarak. Melainkan hati yang saling kukuh dengan pandangan diri sendiri. Kamu tahu, waktu itu terlalu cepat untuk membiarkan saya pergi memilih hidup yang lain. Sementara urusan kita berdiam tenang tanpa penyelesaian bijak. Separah itukah? Mungkin iya. Mungkin juga tidak jadi soal bagimu. Tetapi ada peran yang tidak bisa orang lain lakukan namun kamu bisa melakukannya.

Bukan penderitaan yang telah kamu torehkan sekalipun banyak irisan yang menyakitkan. Ada makna yang dalam dan mengena tentang persaudaraan. Dari sekian banyak yang menawarkan persaudaraan, kamulah yang tanpa syarat memposisikan diri sebagai saudara. Yang seharusnya saya dengarkan perkataan baiknya dan saya pedulikan kebutuhannya. Tugas saya untuk kamu cukup sederhana. Baiklah, kita menyebutnya perhatian dan kepedulian saja. Saya tak perlu selalu berada di sebelah kamu jika persoalan hidup membuatmu kebingungan. Saya juga tak perlu 100% paham segala yang kamu yakini. Saya hanya perlu memperhatikan kamu dan peduli atas apa-apa yang menimpa kamu. Ya. Sesederhana itu.

Diskusi kita selalu bernuansa perbedaan. Bahkan saling mempertahankan diri dalam keegoisan. Sekali lagi, semenyakitkan apapun kondisinya. Saya selalu mendengar kata-kata yang kamu ucapkan. Hanya saja mungkin belum sampai hati saya memahami kebaikan yang kamu sampaikan. Pikiran ini tetap positif untuk beranggapan, kamu telah memberikan banyak sekali dalam hidup saya.

Waktu itu semakin dekat. Kamu tahu? Sosokmu begitu dirindukan untuk saya temukan disana. Alasan apa lagi yang mesti saya lontarkan untuk memaksamu hadir dan saya bagi kebahagiaan yang tengah Allah berikan? Kebahagiaan saya tidak akan berkurang tanpa kamu. Benar. Tapi apakah kamu tahu rasanya berbahagia seorang diri?

Kamu bukan saudara biasa seperti mereka yang hadir dan pergi dalam hidup saya. Saudara saya yang satu ini punya tempat istimewa. Ibarat seorang kakak, ibarat seorang bapak, ibarat seorang kawan, ibarat seorang adik. Kamu menempati banyak peran dan menampilkannya dengan baik. Kamu sudah memberikan banyak untuk saya belajar kedewasaan. Meski setelah hari itu akan ada banyak hal tentu sudah berbeda tempatnya.

Pada akhirnya, kebahagiaan saya akan sangat bermakna jika kamu mau menerimanya, jika kamu mau melihatnya.  .

*untuk saudara yang tengah menjalani aktivitas publik. untuk saudara yang akan menjemput jodohnya. untuk saudara yang saling mendoakan dan menerima. . yakinlah, bahwa momentum kebahagiaan ini adalah salah satu dari banyak kebahagiaan yang akan Allah berikan meski kita nikmati ditempat yang tak lagi sama*

dari Semarang-Magelang untuk Jakarta

Kamis, 24 Oktober 2013

Untuk Respati Oktaviani

Selamat menapaki angka yang baru di tanggal yang serupa seperti tahun lalu dan tahun yang sebelumnya. .

Banyak hal telah berubah begitupun dengan ukhuwah yang semakin menampakkan kekuatannya karena diuji realitas. Hidup memanggil kita untuk mengerjakan segala sesuatu yang memang berbeda dari kemarin. Jika persamaan adalah bonus dari kekerabatan, maka perbedaan adalah rahmat dari semua yang kita dapatkan dari Nya. Tidak ada yang salah dengan perbedaan jalan hidup di masa depan. Yang salah adalah ketika pertalian itu tiba-tiba memutus tanpa sebab yang sama-sama dipahami dan ketidakmengertian mendominasi. Mungkin waktu juga yang mengajarkan pengertian hati atas pilihan masa depan yang kita ambil masing-masing. Karena kitapun tidak tahu, pilihan itu akan mengarahkan jalan kita kemana dalam rupa apa.

Di deret angka yang semakin mantap pastilah disuguhi aneka rupa tanggungjawab dan peran ganda. Hasil dari proses panjang pembelajaran mulai menampakkan rupanya. Ada sebagian yang tidak bermasalah dengan pendewasaan tetapi sebagian mengalami dilema yang menggelikan. Seolah kemarin masih lekat dan enggan beranjak padahal kereta mesti berangkat karena sudah waktunya bergerak. Saya berpikir tengah berada dalam kumpulan mereka yang belum mengerti alasan dibalik menurunnya 'kualitas' hubungan antara dua manusia. Semua praduga positif masih berkeliaran aktif menguatkan persepsi. Pada akhirnya kamu harus dewasa pada waktunya. Kembali menjalani hidup yang lebih baik dengan rencana-rencana yang sudah direka ulang.

Saya pikir akan tiba suatu masa dimana mata kita saling bertemu tetapi hanya tegur sapa resmi yang terjadi. Akan tiba suatu masa dimana jabat tangan menjadi hambar dan senyum terlempar datar. Pada saat itu kita berdua sama-sama paham bahwa begitulah hidup membawa diri kita. Ketika mozaik kemarin milik kita, adakalanya mozaik hari ini bukan lagi kepunyaan kita melainkan kepunyaan saya dan mereka atau kamu dan mereka. Kita sadari hal itu dan sudah tidak ada lagi hati yang tergores akan ketidakberfungsian euforia.

Selamat menapaki usia dengan karya yang semakin realistis. Tahapan hidup yang saya pun sebenarnya sudah menapakinya tahun lalu. Kamu kembali bertemu dengan keluarga yang masih mengharapkan takdir dan nasib terbaik untukmu. Sedangkan apa-apa yang kamu kerjakan sekarang sudah memikirkan apakah bisa membahagiakan secara ruhiyah bagi mereka atau tidak. Ilmu yang dicari kemarin bukankah sudah menunjukkan manfaatnya perlahan demi perlahan? Apakah itu semua sudah cukup untuk membuatmu bersyukur?

Bagimu, semua titik tolak hidup dimulai hari ini. Mereka ulang catatan impian. Merencanakan gerak untuk hidup dan kehidupan. Memaksimalkan semangat berbagi dengan sesama. Mengerjakan tugas yang belum terselesaikan. Menyodori diri dengan sejumlah tanggungjawab baru. Mengemasi kotak kenangan kemarin dan menggesernya dengan kotak yang baru. Ya. Kotaknya berganti rupa dan isi. Sekarang menjadi lebih sederhana namun jauh lebih bermakna. Bukan berarti ada kotak baru, kotak yang lama dilupakan begitu saja. Tetapi peran kotak baru diperlukan hari ini. Lalu saya dimana? Biarkan waktu yang menjawab dengan bijak.

Egois sekali ya jika membicarakan hidup hanya tentang saya dan kamu. Ada banyak sosok yang semestinya mendapatkan ruang untuk dikisahkan dengan lengkap. Mari berbagi dengan mereka, sekali lagi “Selamat merayakan hidup. Semoga Allah lebih mencintaimu dan menjadikan cintamu kepada Nya membahagiakanmu dan banyak manusia. Selamat melanjutkan hidup dengan orang-orang pilihan yang luar biasa. .”

*Untuk Saudari yang Luar Biasa Respati Oktaviani*

Minggu, 20 Oktober 2013

Energi Melepas

Solo selepas ashar begitu ramai oleh kendaraan yang akan mengakhiri aktivitas selama seharian penuh. Lalu lalang orang-orang menuju kepulangannya membawa lelah dan gairah yang telah habis terkuras. Rutinitas sore yang hiruk pikuk mengantarkan saya pada satu renungan dalam tentang kepulangan. Kita semua akan pulang setelah rutinitas selesai dikerjakan. Tuhan memanggil kita jika segala urusan telah usai. Entah usai bagi kita kemudian diselesaikan oleh orang lain atau memang telah selesai dan benar-benar tidak akan berlanjut. Kita akan sama-sama pulang dalam waktu yang mungkin berbeda. Pun kita akan sama-sama pulang pada satu tujuan yang sama.

Seorang perempuan cantik menjemput saya diterminal dengan mengenakan blazer ungu, jilbab ungu dan rok motif bunga ungu. Padanan yang cantik untuk perempuan cantik. Yang namanya sudah cantik, mau berjibaku dengan lumpur pasir pun tetap saja cantik, pikirku dalam hati. Solo yang sore menyambut saya yang selalu bahagia jika menyentuh udaranya. Namun kali ini, hujan tidak menyambut saya seperti biasanya. Tanahnya tidak basah.

Menuruti perut yang sudah meminta haknya, dia mengajak saya menikmati mie warna warni yang disajikan penjual perempuan beretnis tionghoa disekitaran kampus. Obrolan tidak penting hingga rencana-rencana pasca kampus yang terlampau berat untuk dibincangkan kala senja mencairkan suasana. Saya selalu senang datang ke kota ini. Meski ada cerita-cerita yang tidak sempat diutarakan karena waktu yang sangat terbatas. Lain kali, kami akan berbincang banyak tentang hidup. Saya yakin akan datang kesana lagi atau dia yang akan bergantian datang ke kota saya. Yang pasti, saya merasa masih berhutang cerita lengkap yang baru separuh saya ungkapkan.

Segala urusan pada akhirnya akan terhenti sejenak ketika kita dipanggil Nya untuk menghadap. Sujud maghrib di Kota Layak Anak dalam rumah yang sangat megah membuat saya ingin berlama-lama disana. Bukan karena ketika saya tengah merasa butuh kemudian saya akan betah disuatu tempat. Saat itu saya hanya merasa rumah Nya benar-benar lapang dan mampu menampung seluruh beban hidup saya sekalipun saya hanya terduduk diam. Sayangnya, ada perempuan lain yang menunggu saya di salah satu tempat. Saya harus beranjak dari rumah Nya.

Solo malam hari masih ramai oleh kendaraan pribadi yang membawa pemiliknya menyusuri Slamet Riyadi dengan lancar. Tempat yang saya tuju berada di luar kota Solo dan itu membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit untuk sampai sana. Sekali lagi kami menyusuri jalanan yang masih ramai oleh lalu lalang kendaraan.

Saya melepas kehadiran perempuan cantik yang telah menemani saya sejak usai ashar hingga malam dengan perasaan yang masih tertinggal. Ada cerita yang belum tersampaikan. Mungkin Tuhan punya alasan lain mengapa belum juga memberi saya kesempatan untuk melepas apa yang saya harus lepas. Atau karena semuanya harus tersimpan untuk memberi saya kekuatan agar tegak berdiri setelah saya sudahi semuanya. Ketika saya menyadarinya, waktu mengharuskan saya untuk pulang dengan unfinished bussiness tersebut. Saya tidak ingin menyebutnya unfinished bussiness. Sungguh saya ingin semuanya benar-benar selesai. Namun kenyataannya masih ada yang tertinggal sekalipun hanya perlu untuk diceritakan dan semua usai. Entah, Tuhan pasti punya alasan lain mengapa saya belum juga mampu mengungkap semuanya.

Akhirnya saya harus pulang. Saya hanya berpikir satu hal "Tuhan memanggil kita pulang saat semuanya sudah selesai dan cukup bagi kita atau jika tidak, akan ada orang lain yang akan menyelesaikan urusan kita. Ya. Akan ada jiwa lain yang akan membantu kita menyelesaikan urusan kita".

Minggu, 13 Oktober 2013

Ketika (*calon) Guru BK Membicarakan Partisipasi Politik

Pemilu 2014 sudah didepan mata yang mana ada banyak pemilih muda yang menggunakan hak suaranya untuk pertama kali. Melihat peluang yang demikian besar dan prediksi suara yang hilang karena golput menimbulkan keresahan tersendiri bagi saya. Jumlah yang tidak sedikit untuk sebuah pesta demokrasi dan indikasi keberhasilan pendidikan politik bagi generasi muda.

Pemilih muda atau pemilih pemula sebagian besar berada di semester awal bangku perkuliahan dan sekolah menengah atas. Mereka seharusnya mendapatkan pendidikan politik dari guru atau kegiatan di kampus mengenai partisipasi politik. Sekalipun mendapatkan pendidikan politik terkadang kita melihat keberhasilan pendidikan itu hanya 30% saja dari usaha yang telah dilaksanakan. Apa yang menyebabkan hal itu sampai terjadi?

1. Citra politik kotor dari pejabat tinggi negara
Berbagai kasus yang menjerat petinggi negara mulai dari legislatif, eksekutif, hingga yudikikatif dalam berbagai tataran memberikan citar negatif bagi keseluruhan lembaga. Pemuda sudah bosan dengan prosesi tangkap tangan, adili dan hukum yang dilakukan penegak hukum negeri ini. Meskipun tidak semua pejabat terlibat kasus yang memperburuk citra, pemuda membaca mayoritas kasus sebagai indikasi bahwa politik itu kotor. Cara mendapatkan jabatan yang bernuansakan suap, korupsi ditengah masa jabatan, atau pertanggungjawaban kinerja yang manipulatif merupakan contoh perilaku pejabat yang membuat asumsi pemuda terhadap politik menjadi negatif.
2. Apatisme
Kemajuan jaman menyebabkan pemuda dan kaum muda mempunyai dunianya sendiri. Budaya "nongkrong" di pusat perbelanjaan, hectic dengan gadget, traveling, dan aktivitas yang menguras perhatian telah menggeser kepedulian mereka terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu terjadi dalam tatanan masyarakat perkotaan. Di daerah yang agak pedesaaan dan koneksi dengan dunia gemerlap masih minim yang terjadi adalah ketidakpedulian karena partisipasi politik yang mereka lakukan tidak mengubah hidup mereka. Wajar saja apatisme muncul karena tidak ada kausalitas yang terjadi antara pemuda desa dan pejabat.
3. Ketidakbutuhan
Persoalan ini terjadi karena pemilih muda menganggap partisipasi politik bukan merupakan kebutuhannya sebagai warga negara. Mereka memandang negara ini tidak akan hancur dengan golputnya mereka. Padahal prediksi golput dari tahun ke tahun semakin meningkat apalagi pada pemilu 2014. Ketidakbutuhan akan partisipasi politik terjadi juga karena anggapan yang tidak visioner. Partisipasi politik dilakukan untuk menentukan siapa saja yang akan memegang kendali kekuasaan selama 5 tahun mendatang. Inilah yang tidak terbaca oleh banyak kalangan muda yang memilih golput bahkan untuk orang tua sekalipun.

Ketiga domain tersebut menyebabkan angka golput dalam pemilu semakin tinggi. Pendidikan politik bukan hanya urusan KPU melainkan urusan kita semua. Saya rasa KPU pun membutuhkan perpanjangan tangan dari masyarakat entah dari gerakan anti golput LSM maupun mahasiswa. Bukan hanya LSM dan mahasiswa saja yang memainkan peran penting dalam pendidikan politik. Guru yang mengajar di sekolah dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan, cinta tanah air, dan mengajarkan hak dan kewajiban warga negara perlu mengajak secara lebih intens lagi. Saya tidak ingin mengarahkan pendidikan politik semacam ini sebagai giringan ke golongan tertentu dan politik praktis. Saya hanya ingin menekankan basis suara pemilih pemula berada di sekolah-sekolah yang akan lebih mudah melakukan pendidikan politik karena bagian dari lembaga/institusi yang memiliki aturan main yang jelas.

Ketika membicarakan peran guru dalam pendidikan politik, guru pendidikan kewarganegaraan menjadi yang pertama bertanggungjawab terhadap proses ini. Alasannya sudah jelas, dalam memperkenalkan demokrasi dan aspek-aspek pendukung keberhasilan demokrasi kompetensinya dimiliki oleh guru kewarganegaraan. Guru yang lain dapat membantu teknis pelaksanaan pendidikan politik sesuai kapasitas masing-masing.

Apakah sepenting itu pendidikan politik?
Pertanyaan ini sebenarnya tidak perlu ditanyakan karena kita semua menyadari bahwa mereka (pemilih pemula) merupakan pengganti pemimpin negara yang akan mereka pilih pada pemilu 2014 dan pemilu selanjutnya. Apabila pemahaman partisipasi politik dikenalkan dengan baik diawal mereka memberikan partisipasi, saya rasa ketidakpercayaan terhadap pemerintah bisa dikurangi. Itulah esensi dari rotasi kepemimpinan yang ada. Kita pun harus memberikan kepercayaan kepada pemimpin muda dan pemilih pemula dalam partisipasi politik sesuai kapasitas mereka. Harapannya adalah agar pengalaman belajar pemilih pemula menjadikan dasar bagi mereka untuk mencerdaskan generasi mendatang dengan pemahaman yang baik akan partisipasi politik warga negara sehingga negeri ini dapat menjalankan demokrasi dengan wajar.

[sebuah renungan]

Selasa, 01 Oktober 2013

Kita dan Kereta

Ada serangkaian gerbong yang memuat ratusan penumpang. Ia menapaki setiap jengkal hidupku hampir sepanjang waktu. Ratusan penumpang itu beraneka rupa karakter, sifat, pekerjaan, rumah, cita-cita, dan kesemangatannya. Cerita yang diperdengarkan sepanjang perjalanan pun sangat berwarna mulai dari cerita pasangan, kerja keras di kantor, pembeli yang menjengkelkan, klien yang patah semangat, anak-anak yang hendak melanjutkan sekolah, mahasiswa pas-pasan yang mengobrol tugas kuliah, karyawan yang baru promosi jabatan, anggota baru dalam keluarga, pernikahan dan segala atribut hidup. Semua bercerita tentang dirinya, mendengarkan satu sama lain dan tertidur.

Gerbong yang melintas tidak melulu kelas eksekutif. Sesekali kelas ekonomi melintas baik jarak dekat maupun jarak jauh. Ceritanya pun sesuai dengan kelas masing-masing. Kelas ekonomi dipenuhi paduan suara asongan dan riuh penumpang. AC yang terkadang mati dan jendela yang terbuka sebagian menjadi fasilitas yang mau tidak mau masih ada didalam gerbong (mungkin hari ini sudah tidak ada). Terkadang penumpang menggelar koran bekas dilantai untuk meluruskan kaki. Meski kelas ekonomi telah memiliki aturan pembatasan penumpang, rasa nyaman tetaplah rasa ekonomi. Mereka bercerita tentang kesulitan hidup, kerasnya lapangan kerja, melangitnya tuntutan anak-anak dan istri, termasuk panasnya gerbong kereta. Ada juga yang berbahagia dengan pernikahan yang belum berlangsung lama, waktu yang dinanti-nanti untuk bertemu keluarga, rejeki yang selalu da meski sedikit, anak-anak yang mulai beranjak besar, atau murid yang nilainya selalu bagus. Cerita kelas ekonomi tetap saja rasa ekonomi, meski serba terbatas tapi Allah lah yang tidak membatasi kebahagiaan mereka.

Lain halnya dengan mereka yang duduk di gerbong-gerbong eksekutif dengan nyaman dan santai menikmati perjalanan. Penumpangnya beragam pula mulai dari pengusaha, artis, pejabat negara hingga presiden. Ada juga masyarakat biasa yang terpaksa masuk kelas eksekutif karena tiket kelas lain sudah habis terjual. Pelayanan prima dengan fasilitas prima menandakan harga yang ditawarkan kepada penumpang. Bagaimana dengan cerita yang terdengar dari gerbong-gerbong ini? Boro-boro cerita haru atau menyedihkan, obrolan ringan dan renyah saja jarang terjadi. Jarang bukan berarti tidak pernah terjadi, hanya saja intensitasnya sangat minim. Kebanyakan mereka memegang gadget, menyusun rencana kerja dan meeting, menghubungi klien atau keluarga, atau membaca koran.

Dibawah gerbong-gerbong eksekutif, bisnis atau ekonomi selalu ada kita. Yang kokoh lagi menguatkan mereka yang melaju dengan kecepatan konstan dalam setiap perjalanannya. Ibarat rel yang terbuat dari baja, kita kuat dan menguatkan. Begitulah kita. Dalam kesejajaran itu, kita akan menguatkan dan menyempurnakan perjalanan panjang sang kereta. Tidak perlu berjumpa di satu titik karena itu tentu akan membuat bencana. Aku disini dan kamu disana. Tidak pernah jauh, hanya setengah meter kita berjarak tapi kebahagiaan mereka yang menaiki kereta mencapai ribuan kilometer.

Kita selalu mendengarkan keluh kesah mereka, menyaksikan airmata yang diam-diam jatuh, berusaha menutup telinga dari pertengkaran sebuah pasangan. Kita selalu kokoh meski mereka menangis. Kita pun tetap kokoh dalam kebahagiaan mereka. Apakah kau ingat ketika manusia-manusia itu menjumpai saudaranya di stasiun? Apakah kau merasakan kebahagiaan mereka yang menatap lekat keluarganya setelah sekian lama berpisah?

Ya. Kita menyaksikan banyak hal dalam hidup mereka. Kita memudahkan perjalanan mereka hingga tujuan akhir. Meski tidak bisa saling menggenggam dan saling berjabat denganmu, aku tidak pernah merasa jauh. Aku tidak pernah menangis bahkan tertawa riang karena memang aku tidak ditakdirkan untuk merasa. Aku dan kamu ditakdirkan untuk menyangga kereta-kereta yang melintas itu. Bukankah itu tugas mulia? Ah iya, kita kan tidak pernah merasa seperti manusia-manusia itu.

Akhirnya, sebagai saksi dari milyaran cerita dan doa, kita tetap bersebelahan dalam kekal. Tolong tetap disana, tetap kuat hingga tugas kita selesai.

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...