Minggu, 27 Desember 2015

Aku Turut Bahagia (*Seharusnya)


Pertemanan layaknya perjalanan dengan kereta atau bus. Kita naik pada tempat yang sama tetapi kita memiliki tujuan akhir yang mungkin berbeda satu dengan yang lain. Aku bisa berhenti di stasiun pertama dan kau bisa berhenti di stasiun berikutnya atau bahkan stasiun terakhir. Kita sangat bisa berhenti di stasiun yang sama.
Jika dirunut sejak awal perjumpaan hingga melenggang hitungan tahun ketiga, keempat dan seterusnya istilah pertemanan kadang berubah menjadi persaudaraan. Tidak semua teman layak mendapatkan posisi sehebat itu. Hanya mereka yang telah ditakdirkan dan tetap bertahan yang benar-benar pantas mendapatkannya. Mereka adalah teman yang selalu kau datangi untuk mencurahkan beban hidup. Seringkali mereka membersamai peristiwa bermakna yang kau lewati. Sekadar menertawai tingkah menyedihkanmu atau bermuka macam-macam di depan lensa kameramu. Mereka sungguhan langka. Kamu membencinya sekaligus mencintainya. Apakah itu namanya?
Hampir sepanjang waktu mereka bersamamu. Hingga tiba saat dimana ia menemukan sosok super spesial dalam hidupnya. Pasangan hidup. Sebutlah kalian sudah satu rumah bertahun-tahun. Kalian melakukan tindakan konyol dan gila bersama. Kemudian ada satu hari dimana ia bersikap lain dari biasanya. Dia begitu dewasa melangkah untuk mengambil peran baru, seorang suami.
Apa yang kamu rasakan saat itu? Senang atau sedihkah? Bagaimana rasanya? Kau seolah bahagia dan sedih secara bersamaan. Ia telah menemukan seseorang yang akan mendukungnya dalam keadaan apapun. Kau bahagia untuk hal itu. Namun di sisi lain, ada hati yang leleh seketika dan tidak berbentuk. Apakah kau benar-benar bahagia? Mengapa rasanya aneh sekali? Sepertinya sakit. Persis sedih. Merasa kehilangan sosok yang selama ini ada untuk berbagi apapun. Ia teman yang baik. Segala macam nasehat telah ia berikan untukmu yang bandelnya maksimal. Kau hanya tidak tahu akan bersama siapa setelah ini. Itu yang kau sedihkan.
Kau bahagia melihatnya telah menggenapkan dien. Sungguh, kau akan melakukan hal serupa. Menikah dan menemukan pasangan yang terbaik. Ah, rasanya aneh sekali. Kau mungkin tidak akan menyapanya seriang dulu karena ada istrinya yang baik. Durasi makan dan hange out kalian akan menyesuaikan jadwal kalian agar bisa turut bergabung. Jika kau merasa kesal dengan sesuatu, kau tidak dapat lagi tiba-tiba duduk di depan meja kerjanya. Saat tengah malam yang gelap, kau tidak bisa memberinya kejutan ulang tahun. Kalian tahu bahwa kenyataannya sudah berbeda. Kalian harus tahu diri untuk menjaga sikap kepada keluarga kecilnya.
Demi apapun, ini menyedihkan. Kau terlihat menyedihkan. Kalian telah terbiasa memanggilnya dengan panggilan kesayangan. Kalian pikir sudah tidak sepantasnya kegilaan ini diteruskan. Ya. Ada batas antara kegilaan kalian dengan rumah tangga. Itulah mengapa kalian ingin turut segera menggenapkan dien. Memang sempurna. Menurut kalian rumah tangga merupakan benteng terkuat bagi kalian. Disanalah kalian mendapatkan pahala berlimpah. Disana pula kalian terus berhijrah meski tiada kawan yang segila dia dan mereka.
Pemahaman kalian telah sampai pada menghargai peran yang ia ambil sekarang. Kalian akui, bahwa perasaan kehilangan itu memang ada. Entah karena alasan apa. Rasa kehilangan tetap ada di dalam hati. Kalian bahagia dan sedih secara bersamaan. Ini konyol bukan? Percayalah ia adalah teman baik kalian. Hijrahnya adalah penyemangat kalian untuk terus memperbaiki diri. Kalian akan lebih semangat belajar dan belajar. Hingga Allah mendatangkan lelaki yang sungguh baik dan menjadikannya jodoh kalian. 

Ende, 27 Desember 2015

Jumat, 18 Desember 2015

Bisakah Ia 'Kembali' Lagi?



Bagaimana rasanya kehilangan dia? Tolong beritahu saya bagaimana rasanya. Agar saya bisa membayangkan bagaimana kamu menghadapinya. Kamu pasti akan teringat semua kenangan indah bersamanya. Mungkin akan sedikit menyakitkan, tapi tolong beritahu saya bagaimana rasanya. Agar saya bisa membantumu untuk merasa lebih baik..

Ada begitu banyak kenangan bersamanya. Sekarang semuanya terasa indah ya, ah seperti indah yang hambar atau bagaimana? Meski dulu rasanya hal tersebut sangat menjengkelkan, bahkan memalukan kini mengingatnya justru membuat kita otomatis menangis. Bagaimana rasanya? Apakah ia orang terbaik yang pernah kamu temui? Apakah ia melakukan sesuatu yang sangat membantu hidupmu?

Sesederhana apapun perlakuannya. Semua hal yang dilakukannya terasa istimewa, saat ini. Ia memang bukan yang terbaik tapi ia melakukan yang terbaik. Mungkin kamu kehilangan tepat di saat berhasil memaknainya sebagai seseorang yang berharga. Ya. Kehilangan memang tak pernah tepat waktu. Ia yang berhasil membuatmu kehilangan adalah orang yang datang tepat pada waktunya. Sayangnya, kini ia sudah berada di tempat yang sangat jauh darimu. Bukan dalam hitungan ribuan kilometer. Apakah kamu sering mengingatnya?

Kenyataannya ia tidak bersamamu lagi. Sudah berapa lama ia pergi? Sehari, seminggu, sebulan, setahun, sepuluh tahun? Melupakannya bahkan tidak pernah terpikirkan dalam hidupmu. Apakah kamu benar-benar ingin melupakannya? 

Hidup menjadi aneh sejak ia pergi. Kamu tahu bahwa itu tidak benar untuk dijalani. Namun kamu tidak tahu hendak kemana dan bagaimana. Eh, bukan. Kamu tidak benar-benar ingin kemana dan seperti apa. Kamu hanya tinggal di tempat yang sama persis ketiak ia pergi. Kamu hidup sebagaimana orang pada umumnya hidup. Kamu makan, berangkat kerja, tidur, membeli rumah. Semuanya kamu lakukan. Apakah kamu bahagia? Ya. Mungkin. Anggap saja demikian. Maka hidupmu mengalir dari waktu ke waktu. 

Bagaimana hatimu? Masihkah sama berantakannya seperti ketika ia pergi? Semoga hari ini lebih baik dan lebih terkendali. Tapi kamu masih disana. Di tempat ketika rumah terasa sangat sepi bagimu. Kamu tinggal didalamnya dalam raga kesepian sempurna. Barang-barangnya masih ada. Disuatu tempat yang tersembunyi. Tapi kamu tahu apa saja yang kamu sembunyikan. Kadang kamu membukanya untuk sekadar mengingatnya. 

Tolong ceritakan pada saya bagaimana ia memperlakukanmu? Tolong bagikan kebaikannya agar saya tahu bagaimana membantumu mengingatnya dengan cara yang lebih baik. Ia pergi bukan karena kesalahanmu. Ini murni kehendak Nya. Karena memang sudah lengkap segala yang ia lakukan di dunia. Sekeras apapun kita menolak, ia hanya mahluk yang akan kembali jika dipanggil kembali. Apakah kita masih memberontak dan mengutuk jalan hidup yang kita dapatkan? Kita lahir pun atas kehendak Nya, maka kepergiannya adalah skenario yang justru membawa kita pada hidup yang lebih baik. 

Percaya bahwa ada makna dibalik setiap kepergian? Saya percaya itu. Bahwa kesedihan membawa kita pada kesadaran, segala yang hidup tunduk dan patuh pada Nya. Siapa yang tak mampu membaca makna, ia akan gusar dan marah. Sedangkan mereka yang mengerti akan tahu bagaimana seharusnya bersikap. 

Ayah saya mengajarkan saya bagaimana mencintai orang yang kehilangan. Ia adalah lelaki yang pura-pura kuat. Dihadapan semua orang ia mengatakan baik-baik saja. Bahkan didepan saya, Ia tidak pernah terlihat sedih. Tapi yang saya ‘lihat’ justru sebaliknya. Ada hati yang masih berantakan untuk kembali menghadapi hidup. Ada ketidakrelaan yang seolah masih bertengger kokoh. 

Ia kehilangan istrinya karena sebuah penyakit. Pada saat itu, rumah sakit tidak sebaik sekarang. Dukun masih sangat banyak dijumpai di kampung-kampung. Dokter? Saya tidak yakin apakah keluarga kami terpikirkan untuk pergi ke dokter. Bagaimana rasanya kehilangan istri yang sangat dicintai? Dunia runtuh. Hidup tak lagi hidup. Sanak saudara datang menghibur. Mereka menyemangati Ayah bahwa hidup harus kembali bersinar. Singkapkan gelap, kita harus bergerak terus. 

Tuhan lebih sayang istrinya, tapi lebih dari itu anak pertamanya pun menyusul sang Ibu. Sakit yang diderita istri mengakibatkan anak tidak mendapatkan asi. Akhirnya anak perempuan yang manis itu sakit. Tak lama, tak butuh waktu lama untuk menyusul Ibu ke sisi Nya. Apa yang kamu rasakan?

Ayah menikah lagi dengan perempuan yang kebetulan melahirkan saya dan kakak-kakak saya. Apakah sekarang Ayah sudah menerima kehilangan itu? Bahkan setelah bertahun-tahun berlalu rasa kehilangan dan kesedihan itu masih terlihat. Ayah saya bisa tertawa dan bercanda. Kekhawatirannya luar biasa. Ayah mencintai istri dan anaknya. Ia pun mencintai saya dan saudara-saudara saya. Ia tidak akan membiarkan saya sedikit pun kelaparan dan kesusahan. Jika mendengar saya sakit, paniknya langsung melanda. Repot mengantar ke dokter. Membelikan makanan ini dan itu. Yang penting saya sembuh. Hal itu berlaku terhadap Ibu dan semua anak. 

Siapa yang ingin kehilangan untuk kesekian kali? Kehilangan yang pertama dan kedua adalah pelajaran berharga bahwa orang-orang yang kita cintai harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Bukan hanya sekadar menjaga fisik, kebahagiaan mereka adalah yang utama dan pertama. Saya merasakan cinta itu begitu hebatnya. Ia tidak ingin saya mengalami hal yang buruk. Ia melakukan segalanya untuk saya. Maka saya pun mencintainya dengan luar biasa. Saya menyebutnya, cinta yang sempurna. 

Apakah orang yang kamu cintai hanya dia? Saya pikir tidak. Ada orang lain yang sama spesial dengannya. Saya yakin mereka mencintaimu sama seperti dia. Mungkin melakukan banyak hal berharga jauh lebih banyak dan lebih baik untukmu. Apakah kamu mencintai mereka?
Bukankah mereka senantiasa ada dan berusaha memenuhi kebutuhanmu? Mereka mencintaimu dan kamu mencintai mereka. Bagaimana hatimu? Apakah masih di tempat yang sama? Apakah masih berharap ia kembali dan hidup bersamamu? 

Pada kenyatannya kematian memisahkan mereka yang pergi dan yang ditinggalkan. Kita bisa mengingat mereka yang telah pergi kemudian mendoakan. Tapi hidup kita adalah bersama mereka yang masih ada. Cintai mereka yang masih ada. Berbuatlah lebih banyak untuk mereka. Karena mereka melakukan segalanya untukmu. Jika hatimu hanya berpura-pura bersama mereka, kamu hanya menciptakan jarak yang sama jauhnya dengan dia. Tidak bisa menyentuh mereka, tapi tidak bisa kembali bersamanya. 

Karena pada dasarnya kita tak harus benar-benar kehilangan atau kehilangan untuk kesekian kalinya agar mampu memaknai kehilangan. Hari ini, bawalah hati yang baru. Simpan ia dalam doamu. Urusanmu dengannya adalah tentang doa. Selebihnya hidupmu harus terus berlanjut. Disini ada orang-orang yang siap membelamu mati-matian. Mereka memang tidak menjanjikan kebahagiaan untukmu tapi mereka akan membantumu menjalani hari ini dengan banyak syukur.

Doa saya, semoga kamu bersyukur atas orang-orang hebat yang diturunkan untukmu. Ya. Semata-mata untukmu dan membahagiakanmu. Hiduplah bersamanya kini dan disini.

*Menulis ini rasanya menyakitkan tetapi akhirnya mengerti.

Senin, 14 Desember 2015

Salad Cinta



Damn, I love Indonesia.
Itu adalah salah satu tagline sebuah distro yang dikembangkan artis kenamaan. Semacam pengakuan bahwa, I love. Saking cinta dan kerennya kadang kita mengungkapkannya secara berkebalikan. Sesuatu yang kita cintai itu baik, keren dan mengesankan. Masuk akal juga jika kita sampai “histeris” terhadap sesuatu yang kita cintai. Damn, sebagai bentuk pujian ala kekinian yang justru mengakui kehebatan sesuatu yang dicinta. 
Logika kita yang berhasil menemukan kebaikan obyektif akan menyebabkan cinta yang lebih rasional. Cinta yang terburu-buru dan cenderung emosional akan sulit berkembang dan bertahan. Kita mengetahui bahwa membaca adalah baik, mencintai baca adalah suatu yang baik pula. Selain memberi kita wawasan dan pengalaman belajar untuk kritis. Membaca dapat memberikan kita kesempatan untuk berkelanan dalam dimensi waktu yang tidak terbatas. Kita dapat membaca sejarah manusia purba hingga kejadian terkini dari bacaan. Itu adalah cinta atau kesukaan yang logis. Cinta baca kita akan semakin berkembang bukan hanya sekadar membaca. Melainkan menganalisis bahkan menulis sesuatu yang baru. 
Sifat cinta adalah memberikan apa yang kita miliki untuk sesuatu yang dicinta. Tuhan sangat suka dicintai hamba Nya. Dia sangat suka dimintai ini itu oleh hambanya. Maka hamba yang cintanya mendalam pada Tuhannya akan memberikan waktu istirahatnya untuk sujud, memberikan hartanya untuk beramal, dan menghabiskan waktunya untuk aktivitas yang dicintai Nya. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat menemukan cinta ibu terhadap anaknya. Ibu rela memberikan segalanya untuk anak, melakukan berbagai pekerjaan untuk menghidupi anak. Cinta kita kepada ibu kalah saing dan tidak pernah sebanding.


Cinta menjadi titik tolak seseorang untuk berbuat diluar nalar. Cinta yang benar mengarahkan kepada jalan yang benar. Sedangkan cinta yang salah akan mengarahkan kepada sesuatu yang salah. Sesuatu yang berlebihan pun tidak baik. Kita mencintai Allah, kita tetap diperintahkan untuk memikirkan dunia. Kita pun harus bergaul dengan keluarga dan masyarakat. Kita bekerja mencukupi kebutuhan fisik dan non fisik. Jika cinta kepada Allah saja tidak boleh berlebihan dan lebay, sudah tentu cinta terhadap mahluk pun demikian.  
Sekalipun cinta  membawa sisi emosional yang sulit ditebak, jatuh cintalah dengan apa yang membuatmu lebih baik.
Desember 14. 2015

Bukit Cinta



Setiap hari saya melajukan sepeda motor dikawasan perbukitan jalur selatan Flores. Dalam durasi 45 menit perjalanan saya melintasi kawasan pantai dan bukit yang selalu mempesona. Landskap Pulau Ende yang belum juga saya tapaki berada di sisi kiri. Perbukitan berbaris rapi di sebelah kanan dengan menciptakan jalanan yang meliuk-liuk di hampir seluruh rute. 

Pemandangan Pulau Ende di selatan Flores.

Konon, ada sebuah bukit yang dinamakan Bukit Cinta. Mengapa dinamakan Bukit Cinta? Omong punya omong, seorang lelaki berumur 40 tahun mengungkapkan alasannya. Sederhana saja ternyata. Bukit tersebut dinamakan Bukit Cinta karena sering digunakan pasangan muda mudi untuk berkencan. Pada malam hari dikatakan ada pengunjung yang datang hingga malam. Terlebih pada akhir pekan atau libur. Aih, saya pikir ada legenda yang mengakibatkan masyarakat menyebutnya Bukit Cinta. Penamaan memang membuat kita penasaran. Apalagi jika nama yang disematkan aneh-aneh. Timbul gairah untuk bertanya lebih jauh dan lebih dalam. 

Bukit Cinta memiliki saung sederhana yang dapat digunakan pengunjung untuk berteduh atau membuka bekal makanan setelah lelah mendaki bukit.

Dari sini kita bisa mendapatkan bonus sunset jika mengunjunginya pada sore hari.

Bukit Cinta terletak kira-kira 20 kilometer dari Kota Kabupaten atau sekitar setengah jam perjalanan normal. Letaknya strategis karena persis di pinggir jalan nasional yang ramai. Dengan memarkirkan kendaraan di area pinggir jalan yang cukup lapang, kita bisa langsung menaiki bukit tersebut.
Kita memerlukan tenaga yang lumayan untuk menikmati setiap sudut bukit. Medannya tidak curam hanya saja bukit-bukit yang banyak cukup menyita energi ketika kita berjalan mendakinya. Bayarannya? Kita dapat memandang Pulau Ende dari salah satu sisi bukit. Kemudian menyaksikan proyek Pembangunan Tanggul Penahan Abrasi di sebelah barat. Apabila kita memiliki tenaga berlebih, boleh juga menyusuri perbukitan untuk mendapatkan Pantai Batu Cincin yang eksotis. Bonusnya, sunset di kawasan Bukit Cinta lumayan cantik untuk menyantap sajian senja. 

Salah satu sisi vegetasi yang meranggas di Bukit Cinta. Dampak musim kemarau panjang di Flores.

Meski Bukit Cinta bukan merupakan kawasan obyek wisata yang tidak dikelola pemerintah atau dinas pariwisata, di tempat ini ada penjual minuman di dekat area parkir. Jika berniat kesini, bersiaplah untuk tidak buang air karena tidak ada fasilitas kamar mandi umum dan sebaiknya membawa bekal makanan ringan sendiri.
Saat pertama kali saya ke Bukit Cinta suasananya sepi. Saya tidak menemukan penjual minuman yang biasa mangkal di tepi jalan. Kondisi bukit masih terlihat bersih. Tidak ada botol bekas minuman, makanan taua bekas api unggun. Kedua kalinya saya berkunjung, ada penjual minuman yang meminta parkir sebesar 5000 bagi pengunjung. Ditambah lagi sampah botol, plastikm kerdus, bekas api unggun yang membuat bukit terlihat kotor dan tidak asri. Semoga kedepannya ada pihak yang berkenan merawat dan mengelola Bukit Cinta sehingga menjadi tambahan destinasi wisata dan tempat berburu foto bagi wisatawan. 

.. Dari ujung negeri, Flores..

Sabtu, 12 Desember 2015

Saya Harus Keluar Rumah



Sejak menginjakkan kaki di pulau berbunga-bunga (*menurut saya pribadi) hingga memasuki bulan ke-empat, saya belum menemukan komunitas yang mengena di hati. Aktivitas saya masih mengajar saja, sesekali membaca dan menulis. Jika teman mengajak pergi tamasya barulah saya pergi menghabiskan libur akhir pekan. Saya bingung akut. Ragu hendak memilih aktivitas yang baik untuk saya yang hanya satu tahun dikurangi 3 bulan. Sempurna saya stuck. Ide yang bagus adalah menghabiskan buku-buku di basecamp dengan genre yang berbeda-beda. Aktivitas tersebut agak membantu tetapi tidak banyak. Otak saya butuh asupan. Fisik saya butuh digerakkan.
Baru saja saya menghadiri malam puisi yang dihelat oleh Komunitas Sare (Sastra Ende). Agenda ini masih dalam serangkaian peringatan Hari Anti HIV/AIDS Sedunia tanggal 1 Desember. Teman saya kebetulan masuk dalam nominasi pemenang dalam lomba foto yang digelar. Alhamdulillah, ia mendapatkan juara dan mengharumkan almamater kampus. Seketika saya tersentak. Tiba-tiba tertampar. Saya harus keluar.
Hampir setiap hari saya membicarakan tentang aktivitas yang monoton dan membosankan (*dalam benak saya). Saya membaca. Saya menulis. Sayangnya hal tersebut masih kurang dan belum memenuhi kebutuhan psikologis saya. Ternyata benar yang pernah saya tuliskan dalam sebuah status. “Kadang tugas tambahan lebih menggiurkan daripada tugas utama”. Kita bisa mengatakan bahwa mengajar adalah tugas utama saya. Sedangkan tugas tambahannya misalkan membantu Komite Sekolah untuk membuat proposal permohonan bantuan kepada dinas dan kementrian terkait. Tugas tambahan lain misalnya ketika saya masuk dalam kepanitian lomba atau pengadaan seminar, Kadang tugas tambahan memang menggiurkan karena berbeda dari rutinitas. Bisa jadi menyenangkan atau sangat menyenangkan. Kita rela tidak istirahat, pergi kesana kemari, atau mengeluarkan nominal yang tidak sedikit. Tugas tambahan memang menggiurkan sekalipun melelahkan.
Saya seringkali berpikir, kita harus memiliki aktivitas diluar pekerjaan utama kita. Aktivitas tersebut dijalani untuk mengimbangi tugas utama kita setiap harinya. Saya senang membaca dan menulis. Namun aktivitas tersebut tidaklah cukup untuk menyokong hidup saya yang serba ingin ini dan itu. Maka sejak SMP hingga bangku kuliah saya berusaha untuk mengambil satu atau dua aktivitas di sekolah. Memang tidak banyak dan tidak perlu banyak-banyak. Yang penting sekolah saya tidak hanya pelajaran, ulangan, guru, dan bangku.
Di Flores, Ende khususnya terdapat banyak kegiatan yang digelar oleh komunitas, salah satunya dari masyarakat pemerhati HIV/AIDS. Mereka giat menyelenggarakan serangkaian acara yang tidak hanya dilaksanakan satu dua hari saja. Dengan menggandeng komunitas sastra, komunitas Waria, SM3T dan komunitas lain tim tersebut mengajak masyarakat untuk lebih “dekat” dengan ODHA. Masyarakat disadarkan kembali akan pentingnya menjaga diri dari penyebaran HIV dan tetap menjaga hubungan baik dengan ODHA.

Kita dapat menemukan kegiatan positif lain seiring berjalannya waktu. Yang paling penting saya harus menemukan aktivitas itu sesegera mungkin agar keseharian saya lebih bermakna. Butuh pengorbanan untuk keluar dari zona nyaman dan menemukan pembelajaran baik diluar sana. Saya harus berani berkorban untuk mendapatkan aktivitas yang bermanfaat.

Ende, hari ke dua belas di bulan dua belas.

Jumat, 11 Desember 2015

Tentang Pulang sebagai Suatu Hal yang Magis



Pernahkah ada pengalaman ketika rasa ingin pulang begitu kuatnya dan ditahan kemudian berujung pada sakit fisik? Variasi rasa sakit tersebut bermacam-macam mulai dari demam, pusing, muntah-muntah dan tidak nafsu makan. Aktivitas sehari-hari menjadi tidak 100% dan mood selalu berubah-ubah. Yang parah berakibat pada hubungan yang tidak harmonis dengan orang lain. Misalnya bertengkar dengan teman, mispersepsi dengan pasangan atau sering hilang dari obrolan komunitas.
Homesick, begitulah yang diistilahkan masyarakat. Kita merasa sangat ingin pulang sekalipun dirumah kita tidak melakukan apa-apa. Pikiran kita hanya tertuju pada kepulangan itu. Tidak peduli apakah dirumah kita doing nothing atau tidur sepanjang hari. Berada dirumah dan menikmati setiap detik dibawah atap sendiri menjadi hal langka terutama bagi perantau.
Bagi saya, homesick bukan sesuatu hal yang baru karena sejak kuliah saya sudah jauh dari orang tua dan keluarga saya. Saudara saya banyak yang merantau ke ibukota bahkan pulau lain. LDR dengan orang-orang dekat sudah bukan pengalaman baru. Meskipun bertahun-tahun hidup jauh dengan orang tua, baru setahun ini saya merasa bisa menyingkirkan aura homesick sedikit demi sedikit. 

Riung, Ngada. Flores
Keinginan untuk pulang merupakan kebutuhan psikologis yang menurut saya adalah bagian dari proses “menepi dan menyepi dari rutinitas”. Pekerjaan yang tiada henti setiap harinya membuat kita seperti mesin yang butuh di service. Bedanya, service manusia meliputi dua sisi yaitu lahir dan batin.
Jarak yang lumayan jauh antara rumah dan kota perantauan sudah cukup memenuhi kebutuhan itu. Dalam perjalanan pulang kita bisa lepas dan bebas dari tugas kantor dan mulai berdialog dengan diri sendiri. Perjalanan sesungguhnya adalah pulang kepada diri sendiri. Durasi 3 jam bisa digunakan untuk menepi dari pertanyaan “Kapan deadline ini selesai?” atau “Bagaimana persiapan rapat dengan direksi?”. Pertanyaan yang kita ajukan akan lebih menohok, menusuk hati dan pikiran. Pertanyaan itu seperti “Saya kerja untuk apa?”, “Apakah saya puas dengan hidup saya?”, “Apa yang saya inginkan dalam hidup?’.
    Jika kita menggunakan kendaraan umum dalam kepulangan kita akan ada banyak cerita dan orang yang kita jumpai. Segala hal yang kita lalui dapat dinarasikan dan direnungkan. Kita bisa bercengkrama dengan orang yang berada dibangku sebelah. Berbicara tentang pekerjaan, keluarga, pendidikan dan persoalan sangat ringan yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Disepanjang perjalanan baik itu pesawat, kereta, bus, maupun kapal kita melewati banyak pemandangan yang silih berganti. Kita dapat melihat segumpalan awan ketika menumpang pesawat, melihat kota dari sebelah atasnya, menemukan gugusan pulau kecil dan sebagainya. Kita menemukan sesuatu yang berbeda bahkan jika rute itu sudah ratusan kali kita lewati. Selalu ada cerita yang berbeda ketika kita melewati jalan pulang. Dan itu semua membawa kita pada perenungan demi perenungan yang ajaib.
Apakah sesuatu yang ajaib itu? Hanya diri kitalah yang sanggup menjawabnya. Karena kepulangan itu bukan saya atau mereka yang melakukannya tetapi kamu. Perenungan yang tercipta pun adalah hasil olah pikirmu sendiri akan partisi hidup yang beraneka warna dan rupa.
Hal kedua tentang kepulangan adalah bukan seberapa penting hal yang akan kita lakukan dirumah kita. Namun seberapa puas kita berada di rumah. Kadang setelah pulang kita malah asik bermesra dengan bantal-bantal atau duduk santai dengan keluarga. Tidak melakukan aktivitas berat dan melelahkan. Memberi kesempatan lahir dan batin untuk off dari penat. Ada juga perantau yang justru hanya merindukan tidur dengan bantal kesayangannya atau sekadar menikmati oseng buatan Ibu yang harganya tidak sampai 10 ribu.
Hari ini dan kini, banyak sekali hal sederhana yang semakin mahal untuk kita dapatkan. Ketenangan yang benar-benar menyembuhkan harus direngkuh setelah kita menempuh perjalanan ribuan kilometer. Kita senang diperantauan, tapi memang harus ada rumah yang kita tuju untuk kembali. Tidak peduli apakah itu di kampung terjauh atau di rumah yang jaraknya hanya 300 meter dari tempat kerja. Kepulangan bukan soal kemanjaan seorang anak karena orang dewasa pun rindu untuk pulang. Ia merupakan seuatu yang magis. Ada sekian pertanyaan berat yang diajukan orang-orang ketika kita pulang. Ajaibnya, kita menjadi seseorang yang lebih baru. Lebih bertenaga untuk melanjutkan hidup.
Pulanglah,
karena ada yang menunggumu disana.. Pulanglah, dengan begitu kamu tahu bahwa rindu telah digenapi dan mimpi harus dirangkai lagi.

Kamis, 10 Desember 2015

Rindu Diskusi dengan Semangat Muda


Robinson Sinurat, anak sosmed yang ngakunya sudah selfie sama Barack Obama tapi tidur disebelah Kepala Suku. Hehe

Anak muda selalu haus dengan tantangan. Semangatnya terus melonjak dengan segala hal kesukaannya. Sampai-sampai tenaganya tidak habis untuk itu. Kita akrab sekali dengan mahasiswa pecinta alam yang mendaki puncak gunung satu ke puncak yang lain. Selain membutuhkan perlengkapan mendaki yang lengkap, kekuatan fiisk dan semangat yang 100% pun harus digenapi demi puncak impian. Merekalah harapan bangsa ketika generasi tua sudah bersiap-siap hendak turun tahta mengurus negeri.
Saya masih ingat, kala duduk dibangku mahasiswa beberapa tahun lalu. Entah apa yang merasuki diri saya, untuk bolak-balik kampus-sekretariat BEM-kos setiap hari saya memiliki tenaga. Hingga lembur membuat press release aksi pun saya selalu punya tenaga cadangan. Di ruang kelas, saya masih bisa membalas SMS atau forward jadwal rapat kepada rekan staf. Sampai hari ini saya bertanya-tanya, apa yang merasuki diri saya sampai sebegitu pentingnya urusan orang lain? Saya pun bertanya pada mereka yang total mempersiapkan pementasan drama berbulan-bulan lamanya. Mereka harus begadang di kampus untuk latihan kemudian paginya duduk manis bersama dosen di kelas. Itu hebat sekali menurut saya.
Semakin dewasa dan semakin bertambah tanggungjawab, setiap dari kita seolah menarik diri dari keramaian. Mulai sibuk dengan urusan masing-masing yang kita geluti. Dalam sebuah novel filsafat, kita akan semakin masuk dalam kesibukan yang menjauh dari teman-teman hingga menyisakan orang-orang yang paling sering bersinggungan dengan aktivitas kita. Interaksi dengan teman-teman sekolah atau kuliah semakin berkurang digantikan dengan interaksi dengan teman sekantor. Sibuknya masa kuliah begitu dirindukan. Interaksi dengan masyarakat luas semakin berkurang kemudian berpindah pada aktivitas yang lebih fokus. Pilihan komunitas pada saat aktif di kemahasiswaan agaknya menyeleksi teman-teman yang akan bertahan dalam hidup kita.  
Semua fase hidup memang menyenangkan. Apa yang tertinggal di masa kemarin tidak ada yang membuat kita tersenyum. Rindu dengan diskusi bersama teman dengan berlagak sok pintar dan tahu merupakan hal wajar. Artinya kita mesti menengok kardus semangat untuk mengembalikan gairah hari ini.
Teruslah mendaki, sampai kau temukan puncak yang membawa hikmah untukmu.

Masih dari Flores, dimana ada bunga-bunga bahagia bermekaran diatas tanahnya..
10 Desember 2015

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...