Ada
seekor semut hitam yang berjalan diantara sela jari tangan kananku.
Mencari kemanisan dari sisa puding dalam waktu yang cukup lama. Pernah
kutiup dengan semangat beberapa kali. Senyum kegirangan kurasai. Tiupan
yang bagiku tak seberapa kencang ibarat badai yang mengguncang mereka.
Apakah kamu kedinginan?
Lantas kupandangi ia sampai pergi mencari tempat lain. Tersadar sesaat, tanganku masih manis
oleh puding susu. Mereka, para semut mendekat pada yang mengandung
gula. Sama seperti kita. Mendekat pada apa yang menghidupkan. Kita pun
punya pekerjaan lain yang akan segera dilakukan ketika sumber kehidupan
berkurang, lenyap atau habis. Hijrah.
Mereka pergi lagi pada
apa-apa yang mengandung gula. Merayap kesana kemari diantara kami yang
tengah berdiskusi. Apakah kamu kelaparan?
Bersemangatlah mencari apa apa yang menghidupkan
Dia memberikanku kesempatan untuk hidup, aku memberimu kesempatan untuk membaca hidup dan kita sama-sama menjalaninya :)
Senin, 28 April 2014
Minggu, 27 April 2014
Doa
Kita tidak mungkin berbalik ke masa lalu. Karena kita hidup di masa sekarang dan tengah berjalan ke masa depan.
Aku adalah manusia masa kini yang terus berjalan ke masa depan. Biar aku yang berlari ke masa depan untuk menemukanmu disana.
Tuhan mengabulkan semua permintaanku atasmu. Semua permintaanku telah dikabulkan. Maka hari ini dan setrerusnya aku memintamu lebih sering.
Aku akan memintamu dalam kebaikan, bukan seperti kemarin yang penuh dengan kemarahan. Aku akan memintamu baik-baik. Lebih sering dan lebih keras dari sebelumnya
Aku adalah manusia masa kini yang terus berjalan ke masa depan. Biar aku yang berlari ke masa depan untuk menemukanmu disana.
Tuhan mengabulkan semua permintaanku atasmu. Semua permintaanku telah dikabulkan. Maka hari ini dan setrerusnya aku memintamu lebih sering.
Aku akan memintamu dalam kebaikan, bukan seperti kemarin yang penuh dengan kemarahan. Aku akan memintamu baik-baik. Lebih sering dan lebih keras dari sebelumnya
Selasa, 22 April 2014
Selera
Siapa yang hendak menyalahkan jika
kamu menyukai korespondensi dengan seseorang yang jauh dari rumahmu? Memilih
untuk meninggalkan kecanggihan teknologi dan melangkah ke kantor pos mungkin merepotkan
bagi sebagian orang. Tetapi tangan sudah selesai melipat kertas dan amplop
sudah tergeletak di sebelahnya. Pertanyaan yang selalu sama dari petugas jaga
nyaring terdengar, “Isinya apa, kode posnya berapa?”. Saya tidak tahu apakah
kamu merasakan kebahagiaan dalam menanti surat dari tukang pos atau tidak
karena teknologi sungguh memanjakan kita dalam fasilitas waktu yang semakin
efisien. Saya memilih untuk menuliskan banyak kisah diatas kertas, mengemasnya
dalam amlop coklat, kemudian mengantarkannya pada petugas berkumis tipis yang
ramah di kantornya.
Siapa yang hendak berkomentar
panjang lebar jika nyatanya kamu menyukai film kolosal dengan ribuan prajurit
dan feodalisme kerajaan ratusan tahun lalu? Aksi laga di layar memang
menyenangkan untuk disimak. Dengan sedikit permainan sains pada penggarapannya,
banyak film menghabiskan ratusan juta dolar untuk memuaskan penggemarnya. Saya
lebih memilih manusia-manusia masa kini dalam rupa masa lalu yang mengajarkan
banyak kebijaksanaan hidup. Peristiwa tempo dulu yang dapat dilacak secara
ilmiah lebih menarik untuk disimak. Kisah didalamnya mewariskan kepada kita
kegagalan dan kejayaan yang dapat kita maknai masing-masing.
Siapa yang akan mencemooh jika kamu
lebih memilih untuk membeli buku yang ingin kamu baca daripada memperbaharui fashion atau gadget? Kamu akan lebih nyaman menghabiskan gaji atau uang bulanan
untuk mencari buku idaman yang diincar sejak beberapa bulan yang lalu. Hal
menyenangkan itu ketika memberi sampul pada buku baru dan menyelipkannya
diantara koleksi di rak buku. Saya lebih suka memenuhi ransel terlebih dahulu
dengan buku sebelum pergi kemana-mana daripada mengisinya dengan make up atau gadget. Yang aneh bukannya asyik dengan buku sementara teman
terbahak-bahak oleh cerita teman yang lain. Tetapi aneh rasanya jika
menghabiskan waktu untuk menertawakan hidup yang cuma sekali. Bagi saya,
menyapa adalah suatu kewajiban sekaligus kebutuhan. Namun menghabiskan waktu
dengan sia-sia tidak bijak untuk dijadikan pilihan.
Hal lain yang pasti akan selalu
menyenangkan adalah menikmati perjalanan panjang dari suatu kota ke kota lain
dalam kesendirian. Kamu bisa selftalk
sesukamu dalam berbagai lini hidup. Membicarakan banyak masa yang terjadi
disekitarmu dalam rute panjang yang hikmat. Kamu lebih suka duduk dikursi yang
tidak ada penghuninya dan memandang kejauhan yang mungkin hanya areal hijau
menghampar, kelokan perbukitan yang tidak kunjung habis, atau menciumi rel
sepanjang bibir pantai. Dalam deru laju kendaraan, hatimu ramai bercengkrama tentang
hidup. Kamu mungkin tertegun dalam meratapi kesedihan kemarin yang menggelikan
untuk diingat dengan logika. Di jam kemudian ada serangkaian peristiwa
menyenangkan yang menggeliat di memori ketika membaca sebuah pesan singkat.
Bahkan dalam kesendirian kamu masih bisa meramaikannya dengan aktivitas otak
dan hati.
Menemukan orang yang memiliki selera
sama justru lebih membahagiakan. Seperti bercermin dihadapan cermin besar dan
melihat diri kita disana. Bila ada yang lugu diseberang sana, kita seolah menertawakan
diri sendiri. Menemukan cacat dalam cermin adalah menemukan cacat dalam diri
sendiri.
Apakah selera akan mempertemukan
saya dan kamu? Saya tidak tahu. Saya hanya yakin bahwa bertemu kamu merupakan
kebahagiaan bagi saya.
Senin, 21 April 2014
Antara Kartini dan Kami
Andai bukan Kartini yang menulis surat, mungkin Cut Nyak Dien atau Dewi Sartika.
Andai bukan dengan orang Belanda yang punya kepentingan praktis kala itu, mungkin Inggris atau Prancis.
Sebentuk curhatan dalam lembar kertas tidak akan menjadi titik tolak sebuah kajian mendalam dan hebat tentang dunia perempuan di Indonesia.
Sebuah pernikahan tidak akan dianggap sebagai pelemahan gerak seorang perempuan di akhir abad 19.
Tapi kami mengerti, setiap peristiwa sejarah memberikan pelajaran bagi kita untuk sadar bahwa kala itu kita tengah sama-sama membangun kepercayaan diri untuk diakui. Meski belum ada satu kata "merdeka" sebagai tujuan. Meski auranya masih pasang surut di masing-masing jiwa.
Titik tolak itu sudah sangat jauh dari masa ledaknya. Aku dan kamu akan melanjutkannya dalam pembangunan perempuan masa kini.
Yang mana pembahasan soal gender sudah memasuki masa aktualisasi, bukan lagi redefinisi.
Yang tidak ingin kami lihat dan sadari dari pemikiran Kartini adalah...
"kami tidak percaya bahwa hidup kami akan berakhir begitu lumrah dan tawar sebagaimana halnya ribuan orang sebelum dan sesudah kami"
Kami tidak akan sebiasa itu. Tidak akan.
Sabtu, 05 April 2014
Karena Dia Tidak Hanya Hidup Denganmu
Apakah kita terlalu
sering mengharapkan dia untuk begini dan begitu? Mereka harus melakukan ini dan
itu. Menetapkan standar yang semestinya mereka lakukan karena telah begini dan
begitu kemarin? Mereka harus memilih ini dan meninggalkan itu. Lulus di tahun
kesekian, bekerja di suatu tempat, atau menikah dengan siapa. Semua atas
penilaian dan standar yang kita berikan.
Apakah berharap kepada
orang lain seperti menanamkan apa yang kita persepsikan terjadi dan dilakukan
oleh mereka?
Kita berharap orang ini
begini dan begitu karena ia telah begini dan begitu. Padahal dunia berubah,
jarum jam bergerak, bumi berotasi. Perihelium pada akhirnya berlalu hingga
suatu hari dipenghujung tahun kita akan sangat jauh dari matahari.
Segala yang kita
harapkan dari orang lain untuk dilakukan dan dipikirkan terlihat memaksa bukan?
Bacaan mampu mengubah
pemahaman yang kemudian melandasi perubahan perilaku. Kawan diskusi menambah
wawasan, mengajari seseorang menilai karakter, membelajarkan kedewasaan sikap
bahkan mengubah pandangan hidup yang prinsipil. Pun peristiwa yang datang silih
berganti akan sangat membekas bagi dirinya untuk bersikap sesuai tuntutan
hidup.
Ia bersamamu. Mereka
tidak pernah meninggalkanmu. Menemukan banyak pengalaman dan mengukir berpuluh
kenangan. Ia menemani disaat tersulit. Mereka mengusap airmata diujung derita.
Sayangnya, ia ada ditengah-tengah milyaran manusia. Mereka memiliki kamu yang
lain di tempat lain. Bukan hanya dengan kamu seorang. Ia bisa berubah dan
perubahan itu tidak hanya berasal dari kamu.
Ada yang bilang bahwa
berharap kepada manusia harus siap dikecewakan. Mereka bisa berbalik arah,
berpikir hal lain, atau sama sekali tidak mempersoalkan harapan yang kita
kembangkan. Maka berharap kepada Tuhan lebih membahagiakan. Merengek dalam
renungan panjang di waktu-waktu terbaik malah membuat Nya makin mencintai kita.
Apakah kita masih
berpikir ia hidup hanya untuk kita?
Kadangkala itu benar. Terlebih banyak salah karena ada orang tua yang sekarang
harus dirawat dan diperhatikan seperti kita kecil dahulu. Ada anak-anak yang
memanja dipenghujung jam kerja saat ia masuk rumah. Setumpuk kertas yang
menyita waktu dan energi tidak mungkin ditinggalkan hanya untuk menyenangkanmu.
Serupa pohon rindang
yang teduh di tanah lapang nan hijau. Ia bisa saja menerima anak kecil yang
menumpang duduk dibawah sejuknya dedaunan yang rimbun. Kemudian mereka
menyandarkan sepeda mereka pada batangnya dan berlarian disekitarnya karena
merasa nyaman bermain.
Lain kali kawanan
burung menghinggap sampai bertelur dan menetaskan anak burung yang lemah.
Bukankah menyenangkan ada kicauan setiap saat dari anak burung yang masih belum
sanggup terbang menemani induknya menjelajah bumi?
Berbagi hidup dengan
mereka yang membutuhkannya akan lebih membahagiakan daripada memintanya hidup
hanya untuk kita. Bahwa Ia memberikan kebahagian pula untuk orang lain bahkan
mahluk lain. Apakah kamu merasakan kebahagiaan berbagi?
Biarkan mereka
memberikan perlakuan terbaik untuk memaknai kebaikan dalam sikap. Mereka butuh
menuangkan kesegaran ide pada orang di jalanan. Sesekali kamu pun perlu untuk
menemani mereka menjadi diri mereka sendiri. Terlepas dari sangkaanmu akan
mereka selama ini.
Karena
dia tidak hanya hidup denganmu, berbagilah kebahagiaan yang kamu peroleh meski
kamu baru mendapatkan sedikit.
Tentang Rasa Sakit yang Harus Diakui
Penyangkalan
terhadap rasa sakit akibat orang lain terasa menyedihkan ya? Mereka yang
mengoreksi kesalahanmu dengan cara yang tidak kita sukai memang menyebalkan.
Kita pun menjadi berpikir “Apakah mereka tidak punya kalimat lain yang lebih
lembut?” Mungkin mereka adalah orang spesial yang benar-benar kamu hargai.
Mereka benar-benar kamu gambarkan dalam keadaan seideal-idealnya manusia.
Padahal mereka toh manusia biasa seperti kamu yang tidak bisa 100% seperti yang
kamu inginkan.
Sungguh
kalimat itu begitu menusuk. Seolah aku terdakwa yang sangat salah dan harus
dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Mereka bahkan sempat tertawa tanpa dosa
dengan meninggalkan luka di jiwa kita. Kamu tahu, itu cukup menyakitkan dan
dapat dijadikan alasan untukku meninggalkan ruangan tanpa permisi.
Tapi
pada akhirnya kamu hanya duduk patuh dan mengucapkan beberapa patah kata yang
tidak dari hatimu. Kamu malah membenarkan sikap kurang ajar itu
menginjak-injakmu dengan bangga. Yang paling menjijikkan adalah segumpal air
yang menggenang di pelupuk mata kini hanya terdiam disitu. Perwujudan dari rasa
sakit yang tertahan.
Kamu
akan tahu suatu hari rasa itu akan muncul jika kamu tekan semakin hebat ke
pedalaman hatimu. Ia akan naik dalam tempo lambat dan sampai dipermukaan suatu
hari nanti. Bisa saja kamu memarahi seseorang dengan luapan emosi maksimal
padahal ia hanya memecahkan gelas seharga 2000 rupiah. Ia akan naik jika tidak
kau keluarkan dengan bijak. Pasti.
Tapi
kamu sebenarnya tidak perlu memaki dalam hati. Menangislah untuk dirimu
sendiri. Merataplah untuk hati yang sedang belajar dewasa. Memakilah dalam
susunan kalimat. Ungkapkan yang ingin kamu katakan. Jujur terhadap diri sendiri
jika ingin memaki dan menangis. Karena menahan sakit justru mematikanmu lebih
cepat dan menyeramkan. Sebab memendam kesedihan hanya membuatmu terlihat lebih
menyedihkan.
Memakilah.
Menangislah.
Agar
hatimu lepas dari bibit dendam.
Bukankah
menangis menguras energimu hingga kamu harus makan banyak-banyak setelahnya?
Bukankah memaki membuatmu kehausan dan kelelahan? Meski demikian, energi
negatif akan hilang bersamaan dengan lenyapnya makianmu.
Badanmu
terasa lebih ringan dan kepalamu lebih mudah ditegakkan. Dadamu sudah tidak
sesak lagi. Tanganmu tidak lagi berat untuk digerakkan. Yang pasti kamu ingin
keluar rumah dan bertemu banyak orang.
Sesederhana
itu rasa sakit diekspresikan setelah sebelumnya diakui dalam diri.
Sekaran,
31 Maret 2014
Selamat Pagi
Menemukan pagi yang
menyenangkan adalah ketika mata terbuka, hati begitu lapang menghirup udara
pertama hari ini. Walaupun setelah 10 menit kita akan teringat segudang agenda
dan janji padat seharian. Biarkan dirimu terbebas dari menjadu mahasiswa tingkat
akhir yang ditagih kelulusannya. Lupakan sejenak bahwa kamu adalah pegawai
rendahan suatu perusahaan multinasional. Acuhkan kalau hari ini karyawan
menanti gaji dari tandatanganmu. Manjakan dirimu di pagi yang diberkahi Tuhan
dengan dzikir pagi yang semarak. 10 menit untuk merasa mungil dan polos dipeluk
bumi yang belum hangat oleh mentari.
Ayam baru saja berkokok
di ujung gang sana dan membangunkan tuannya yang memanja dibalik selimut. Ada
juga yang masih terjaga dan masih disibukkan dengan pekerjaan. Yang lain sudah
mengunci bilik untuk bergegas ke ladang, menyalakan mesin kendaraan bahkan
sudha bercengkrama dengan pelanggan membicarakan hujan semalam.
Aku ingin kamu disini
menikmati sajian Tuhan yang menakjubkan. Hanya 10 menit setiap harinya. Usai
ritual pagi kita bisa beranjak untuk mewujudkan satu per satu impian yang kita
tuliskan dalam kesadaran penuh. Daftar yang kita coret perlahan karena sudah
terwujud dalam realitas. Apakah kamu akan terus membersamai hingga kutuliskan
impian yang lebih banyak dari ini semua?
Seredup lampu diujung
jalan yang sudah kala dengan neon di ufuk. Langkah kaki mereka sudah tidak
terdengar lagi dalam hening. Hiruk pikuk menggeser gelap dan sepi yang
mengungkung semalam. Tanah nampak tak berair karena hujan. Airnya sudah meresap
hanya dalam hitungan jam tanpa kita sadari.
Apakah sudah 10 menit?
Rasanya ingin berlama-lama merenungi keagungan pagi-Nya. Banyak-banyak
bersyukur akan setiap peristiwa unik di setiap detik yang terlewati. Tuhan,
apakah aku bisa merasakan pagi yang menakjubkan lagi esok? Apakah Engkau masih
mengijinkanku untuk menemui pagi-Mu dengannya? Jangan pernah biarkan aku
mencintainya lebih dari aku mencintai-Mu.
Buku dan kertas
kubiarkan berserak di lantai. Tulisan-tulisan kecil yang mencuat dilembarnya
akan kubaca lain waktu. Pemikiran tentang tipuan sejarah manusia penghuni benua
emas masih menari di kepala. Seolah penjelasan ilmuwan dan sejarawan belum
memuaskan rasa penasaran. Seburuk itukah pelaku sejarah menuliskan dirinya?
Ajisaka tetap terpatri dalam benak manusia keraton sementara orang di luar
istana sudah tidak peduli.
Kita akan menuliskan
catatan sejarah terbaik untuk negeri ini bukan? Menuliskan apa yang sebenarnya
berlaku atas diri kita. Maka aku akan melakukan yang terbaik untuk hidup.
Tuesday. 05.45 pm
April 1st,
2014
Apa Kabar Impian?
Dalam rentang lima kali putaran bumi
mengelilingi matahari, ratusan impian tertulis. Bahkan diucapkan dihadapan
kepala anak muda. Justru tersenyum senang tanpa pesimis sebagai konsekuensi
logis dari kesemangatan darah muda. Lupa kalau hidup seperti pohon yang bisa
menggugurkan daunnya, terhinnggapi ulat-ulat nakal atau ditebas pemiliknya
sewaktu-waktu.
Aku menuliskan banyak impian diatas kertas
kemudian merapalkannya diujung doa. Biar saja aku mati dalam memperjuangkan
semua impian itu. Aku juga menulismu untuk sisa hidup esok dan setelah kematian
datang. Mungkin Tuhan sudah hafal permintaanku dan menuliskannya terus menerus.
Setidaknya aku berusaha untuk mengungkapkannya. Bersedia menceritakan satu demi
satu dari apa yang aku pikirkan. Sembari mencari kawan untuk menemaniku
menikmati ikhtiyar penuh cinta.
Disini, perjalanan terasa hingar oleh desah
teman-teman. Ada yang tanpa impian dan sekadar mengikuti siklus. Mereka
menjalani hidup dengan sewajarnya. Berusaha seperti yang diusahakan orang
kebanyakan. Yang pungkasan mengecap kesuksesan dengan standar manusia biasa.
Bahagia seperti yang dimaksud semua orang.
Diseberang jalan ada yang terburu-buru
waktu. Seolah tidak ada spasi dalam kalimat hidupnya. Padat oleh pemenuhan
kebutuhan pribadinya tanpa menengok orang lain. Ia yang tidak menikmati setiap
tarikan nafas yang diberikan Tuhan kepadanya. Mesin pun berirama meski tidak
selamanya. Yang mereka tahu, tak ada waktu untuk bergurau karena kesempatan
hanya datang sekali. Bulan pun berputar ratusan kali.
Ada saja orang yang ingin diam ditempat
tanpa ingin beranjak. Ia nyaman dengan kursinya, teduh oleh atapnya, semilir
anginnya, atau rona bintang yang terlihat lebih tajam dari tempat lain. Ia
tidak akan mendapatkan apa-apa selain apa yang ada disekitarnya. Apa yang jatuh
dari langit diatasnya, apa yang keluar dari bumi yang dipijaknya. Itulah yang
Ia dapatkan.
Ah. Mana mau orang digolongkan seperti ini
dan itu. Mana boleh aku memvonis mereka seperti ini dan seperti itu. Semua
orang pasti ingin dicap terbaik. Mengakui kekurangannya dalam sepi manusia dan
ditepian keramaian pekerjaan. Mereka tidak melulu sama seperti yang ada dalam
pikiranku, juga pikiranmu.
Setiap saat selalu ada harapan untuk lebih
baik dan lebih bahagia. Dengan imian-impian, ada arah kemana hidup mesti
ditapaki. Menulis impian tentu dengan pertimbangan-pertimbangan akal serta
kemampuan. Apalah jadinya jika Tuhan mengabulkan kita dapat hidup di kutub?
Semanis perjalanan keliling negeri nan indah atau memotret banyak kepunyaan
Nya. Ia mengabulkan apa yang kita butuhkan sesuai kadarnya.
Apa kabar impian? Ia mewujud dalam bahasa
langit lantas meretas dalam tetes takdir. Aamiin
March, 24th 2014
Langganan:
Postingan (Atom)
Memasuki Kota yang Baru
Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...
-
Apakah kamu memiliki kemampuan unik yang lain dari teman-teman satu kelasmu? Seperti menari, berolahraga, melukis dan menggambar, menghitu...
-
Alur Kaderisasi Untuk melahirkan pemimpin-pemimpin organisasi/lembaga kemahasiswaan dibutuhkan masa pembentukan yang tidak singkat. Pros...