Siapa yang hendak menyalahkan jika
kamu menyukai korespondensi dengan seseorang yang jauh dari rumahmu? Memilih
untuk meninggalkan kecanggihan teknologi dan melangkah ke kantor pos mungkin merepotkan
bagi sebagian orang. Tetapi tangan sudah selesai melipat kertas dan amplop
sudah tergeletak di sebelahnya. Pertanyaan yang selalu sama dari petugas jaga
nyaring terdengar, “Isinya apa, kode posnya berapa?”. Saya tidak tahu apakah
kamu merasakan kebahagiaan dalam menanti surat dari tukang pos atau tidak
karena teknologi sungguh memanjakan kita dalam fasilitas waktu yang semakin
efisien. Saya memilih untuk menuliskan banyak kisah diatas kertas, mengemasnya
dalam amlop coklat, kemudian mengantarkannya pada petugas berkumis tipis yang
ramah di kantornya.
Siapa yang hendak berkomentar
panjang lebar jika nyatanya kamu menyukai film kolosal dengan ribuan prajurit
dan feodalisme kerajaan ratusan tahun lalu? Aksi laga di layar memang
menyenangkan untuk disimak. Dengan sedikit permainan sains pada penggarapannya,
banyak film menghabiskan ratusan juta dolar untuk memuaskan penggemarnya. Saya
lebih memilih manusia-manusia masa kini dalam rupa masa lalu yang mengajarkan
banyak kebijaksanaan hidup. Peristiwa tempo dulu yang dapat dilacak secara
ilmiah lebih menarik untuk disimak. Kisah didalamnya mewariskan kepada kita
kegagalan dan kejayaan yang dapat kita maknai masing-masing.
Siapa yang akan mencemooh jika kamu
lebih memilih untuk membeli buku yang ingin kamu baca daripada memperbaharui fashion atau gadget? Kamu akan lebih nyaman menghabiskan gaji atau uang bulanan
untuk mencari buku idaman yang diincar sejak beberapa bulan yang lalu. Hal
menyenangkan itu ketika memberi sampul pada buku baru dan menyelipkannya
diantara koleksi di rak buku. Saya lebih suka memenuhi ransel terlebih dahulu
dengan buku sebelum pergi kemana-mana daripada mengisinya dengan make up atau gadget. Yang aneh bukannya asyik dengan buku sementara teman
terbahak-bahak oleh cerita teman yang lain. Tetapi aneh rasanya jika
menghabiskan waktu untuk menertawakan hidup yang cuma sekali. Bagi saya,
menyapa adalah suatu kewajiban sekaligus kebutuhan. Namun menghabiskan waktu
dengan sia-sia tidak bijak untuk dijadikan pilihan.
Hal lain yang pasti akan selalu
menyenangkan adalah menikmati perjalanan panjang dari suatu kota ke kota lain
dalam kesendirian. Kamu bisa selftalk
sesukamu dalam berbagai lini hidup. Membicarakan banyak masa yang terjadi
disekitarmu dalam rute panjang yang hikmat. Kamu lebih suka duduk dikursi yang
tidak ada penghuninya dan memandang kejauhan yang mungkin hanya areal hijau
menghampar, kelokan perbukitan yang tidak kunjung habis, atau menciumi rel
sepanjang bibir pantai. Dalam deru laju kendaraan, hatimu ramai bercengkrama tentang
hidup. Kamu mungkin tertegun dalam meratapi kesedihan kemarin yang menggelikan
untuk diingat dengan logika. Di jam kemudian ada serangkaian peristiwa
menyenangkan yang menggeliat di memori ketika membaca sebuah pesan singkat.
Bahkan dalam kesendirian kamu masih bisa meramaikannya dengan aktivitas otak
dan hati.
Menemukan orang yang memiliki selera
sama justru lebih membahagiakan. Seperti bercermin dihadapan cermin besar dan
melihat diri kita disana. Bila ada yang lugu diseberang sana, kita seolah menertawakan
diri sendiri. Menemukan cacat dalam cermin adalah menemukan cacat dalam diri
sendiri.
Apakah selera akan mempertemukan
saya dan kamu? Saya tidak tahu. Saya hanya yakin bahwa bertemu kamu merupakan
kebahagiaan bagi saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar