Jumat, 09 Mei 2014

Perpustakaan dan Harapan yang Muncul dari Dalam Sana



Siang ini petugas perpustakaan pusat disibukkan oleh aktivitas menyampuli buku koleksi yang tertata di rak-rak kayu. Ada sekitar 10 petugas di salah satu sisi perpustakaan yang menjadi spot buku yang sering saya cari. Beberapa meja ditata dengan dipenuhi buku-buku lawas yang sampulnya sudah berganti rupa dan desain. Saya langsung berharap, semoga buku yang sudah usang akan segera diganti dengan yang lebih up to date. Nampaknya kesibukan petugas akan berlanjut sampai esok dan esoknya lagi mengingat buku yang digarap masih berada pada kode awal.
Komplek buku pendidikan, psikologi, hukum, sosiologi antropologi, ekonomi dan ilmu sosial lainnya masuk dalam rak kubu kiri. Sedangkan buku teknik, matematika, IPA, kesehatan, sastra dan ilmu eksak lainnya masuk dalam rak kubu kanan. Petugas masih berlalu lalang di rak sebelah kiri dan saya lihat baru menjamah buku pendidikan dan Bimbingan Konseling. Apakah ini kegiatan rutin yang memang sudah diagendakan atau memang akan ada monitoring/akreditasi atau semacamnya? Ah, itu hanya pikiran mahasiswa iseng.
Tidak hanya petugas yang ramai di perpustakaan, pengunjung pun terlihat ramai disana-sini. Hampir tidak menemukan tempat duduk di pojok yang dekat rak buku tujuan saya, mulailah mencari kursi yang tersisa. Kursi langganan saya kosong tetapi ada dua orang mahasiswa hukum yang tengah berdiskusi. Masa bodoh dengan urusan mereka. Toh kursi saya tidak ada yang menempati. Akhirnya tanpa permisi saya meletakkan buku yang saya ambil dari rak.
Angin dari kipas angin yang berputar terasa lebih kencang dari biasanya. Disemarakkan oleh diskusi dua mahasiswa hukum yang tidak saya mengerti arahmya. Petugas hilir mudik dibelakang saya mengembalikan buku pinjaman kemudian menatanya di rak. Bau khas rerumputan dari halaman perpustakaan terasa lebih segar padahal jam masih menunjukkan angka 3. Meski ramai oleh dua mahasiswa yang asik berdiskusi, pikiran saya kacau melihat lembar demi lembar buku yang saya pinjam.
Kembali pada buku dan perpustakaan. Banyak pengguna perpustakaan yang mengatakan bahwa koleksi buku yang ada sudah usang dan tidak relevan dengan tuntutan akademik. Buku terbitan 80-90an masih bertebaran di rak-rak hingga begitu antik terpasang di bagian paling bawah. Beberapa diantara buku tersebut saya lihat cukup menarik dan ilmunya masih bisa digunakan. Namun jika digunakan untuk referensi skripsi tidak pernah cocok dengan tuntutan dosen pembimbing yang menghendaki buku baru minimal 10 tahun ke belakang.
Saya iri jika pada akhirnya buku koleksi perpustakaan berisikan karya akademisi dari barat dan Jawa bagian barat. Akademisi barat bisa kita contohkan ilmuwan Eropa dan Amerika. Sedangkan akademisi Jawa bagian barat misalkan dosen dari UPI, UNJ, UI, dan sebagainya. Koleksi dosen saya mana? Apakah kita akan selamanya berpatokan pada orang tua yang jauh sementara orang tua sendiri pun idenya tidak kalah hebat dengan yang diluar sana? Termasuk dosen saya pun kurang produktif dalam hal tulis menulis buku, padahal penelitian yang dilakukan tidak pernah ecek-ecek dan temanya selalu menarik (maaf jika terlalu jujur). Akhirnya referensi yang saya gunakan banyak yang berasal dari dosen UPI. Apakah terlalu berlebihan jika berharap mencantumkan nama orang tua saya dalam skripsi? Sebenarnya bangga berganda jika skripsi saya banyak menggunakan teori dari orang tua saya sendiri. Mungkinkah 5 tahun lagi akan bisa demikian? Semoga.
Budaya menulis di kampus sudah digalakkan dengan pemberlakuan wajib pembuatan PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) tetapi saya lihat itu tidak berdampak banyak pada motivasi mahasiswa untuk menulis. Kebanyakan diantara mereka terpaksa membuat PKM karena status beasiswa yang disandangnya. Saya mendengar dari beberapa mahasiswa yang membuat PKM, ide dan tulisan yang ada mereka buat tanpa motivasi untuk berprestasi melainkan hanya menggugurkan kewajiban birokrat.
Sebuah harapan yang paling ideal dalam benak saya yaitu memenuhi rak-rak perpustakaan dengan karya dosen dan mahasiswa kampus sendiri. Apakah tidak mungkin untuk melakukan hal itu? Saya yakin mungkin.
Persaingan sehat antara dosen dan mahasiswa dalam produktivitas tulisan tak melulu soal penelitian yang sifatnya sangat ilmiah. Dalam hal teknis, mahasiswa dapat meminta bimbingan kepada dosen untuk membuat dan menerbitkan buku yang ingin ditulisnya. Selama mahasiswa dapat mengikuti kaidah pengutipan dan etika menulis saya rasa tulisan jenis apapun bisa dibukukan dengan syarat layak terbit. Pun sebaliknya apabila dosen menginginkan informasi up to date di lapangan dapat meminta bantuan mahasiswa yang berasal dari daerah.
Buku-buku yang diterbitkan dosen seharusnya masuk rak perpustakaan agar dapat digunakan oleh mahasiswa tidak hanya dari lingkup jurusan sendiri melainkan dapat dinikmati oleh mahasiswa secara umum. Mahasiswa yang telah menerbitkan buku sendiri baik itu cerpen, novel atau buku bacaan ringan pun seharusnya diberikan tempat untuk membagikan hasil jerih payah mereka sendiri sehingga ilmu atau pengalaman yang mereka tuangkan dalam buku dapat dinikmati lebih banyak orang.

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...