Sabtu, 30 Agustus 2014

Kotak Isi Roti



Pagi itu seorang senior angkatan 2007 menghadapi sidang skripsi. Ia tampak lugu dan pendiam. Sejak mengurus sidang saya 3 bulan yang lalu, Ia sering muncul di kampus. Bertegur sapa kami jarang. Berinteraksi pun ala kadarnya. Kami adalah senior dan junior yang bertemu terpaksa karena satu alasan yang sama, skripsi.

Dosen penguji dan panitia ujian sudah berada dalam ruang sidang. Saya datang ketika Ia tengah menanti dosen yang terakhir. Wajahnya gelisah, start sidang sudah melenceng dari ketetapan. Ia sempat bertanya kepada saya seputar suasana di dalam ruang, pertanyaan dosen, dan poin revisi yang saya terima. Rupanya hal itu tidak mengurangi ketegangan yang dirasakannya.

Detik demi detik menanti dosen. Akhirnya orang yang ditunggu datang juga. Ketegangan itu semakin memuncak dalam raut muka dan dinginnya telapak tangan. Bagaimanapun, sidang skripsi ini harus terjadi. Tidak boleh tertunda atau gagal.

Sang senior memasuki ruang sidang. Beberapa orang teman yang menunggu cemas di kursi lobby. Saya yang kebetulan menunggu PD1 ikut merasakan ketegangan teman-teman. Bahkan ada teman satu angkatan sang senior yang menyempatkan diri untuk datang di sidang temannya. Saya pikir karena memang tinggal beberapa orang saja yang harus lulus sebelum tanggal 30 September. Deadlock angkatan 2007.

Satu setengah jam berlalu. Ia keluar dengan wajah lega. Ah, rasanya wajah itu tidak pernah berubah. Santai dan tegang tidak ada bedanya. Akhirnya kotak-kotak yang sedari tadi tergeletak di atas kursi aluminium ditawarkan kepada teman-teman yang lain.

Pertama kali melihat kotak dengan ukuran 20x20cm semua orang akan berpikir isinya chiffon, cake atau roti sobek ukuran agak besar. Semenjak saya datang pun pikiran akan tertuju pada sebentuk kue basah atau bread yang cara makannya harus dipotong terlebih dahulu. Begitu saya menanyakan isi dari kotak-kotak itu, Ia polos menjawab “Dimakan aja, masih banyak kok yang lain.”

Ngeeeeek, begitu kotak saya buka, menyeruaklah empat biji roti segenggaman tangan. Roti-roti itu begitu cantik merayu tetapi apa daya saya terlanjur shock. Khawatir dengan respon dosen yang membuka kotak itu dan berniat memakan barang satu atau dua biji isi dalam kotak. Mungkin mereka berpikir ulang untuk mengambilnya. Bisa jadi ilfeel melihat pertama kali penampilannya.

Saya bergegas menanyakan senior yang kebetulan mendapatkan jadwal sidang skripsi pekan depan. “Ini seriusan yang di dalam isinya sama?.” Enteng saja sang senior tersebut menjawab, “Iya, kenapa? Ga enak ya? Aku nyobain kok gak terlalu enak. Tapi kebanyakan temen-temen belinya itu. Menurutmu gimana?”.

“Masih bisa diganti ga? Kalau bisa sih diganti. Masa iya makanan buat dosen isinya begitu?”. Sang senior masih penasaran dan antusias. “Masih bisa sih kayaknya. Emang kenapa?” Sontak saya dengan raut muka sedih menjelaskan bagaimana cara menyajikan kudapan untuk dosen saat sidang skripsi.  

-----------------------------------------------------------------

Urusan makanan atau dapur sangat identik dengan perempuan. Saya sepakat dengan pernyataan itu. Seiring perkembangan budaya jaman, istilah gender dan pekerjaan sudah bergeser ke arah yang lebih baik di mana makanan sudah menjadi pengetahuan yang general. Artinya semua orang harus paham atau setidaknya mau belajar tentang table manner meskipun sekilas mata. Saya paham, bahwa tidak semua laki-laki mau susah payah mengerti makanan, dapur, urusan pekerjaan rumah tangga. Namun memiliki pengetahuan tentang hal itu tidak akan membuat laki-laki rugi kok. Serius.

Untuk aktor-aktor yang berada dalam cerita di atas saya mohon maaf apabila kurang berkenan hingga malu. Saya tidak menyebut nama kan? Tolong dimaafkan kesalahan junior yang satu ini ya kakak-kakak. Akhirnya “Selamat atas kelulusannya. Semoga ilmunya bermanfaat.”

@Semarang

Minggu, 24 Agustus 2014

Hey, Freshgraduate!



Perjalanan memperjuangkan tugas akhir telah usai, baru saja. Urusan administrasi dengan kampus pun sudah finish hari ini. Apa yang harus kita lakukan sebagai seorang freshgraduate, guys?

Pasca berjibaku dengan target akademik, kita butuh sejenak rehat untuk me-restart jiwa dan raga dari kepenatan. Hal itu bisa kita lakukan dengan membereskan perlengkapan semasa kuliah, mendaki gunung bersama teman, jalan-jalan ke pantai, atau berkunjung ke rumah saudara jauh di kampung. Dalam masa rehat kita tetap harus always ON dengan teman-teman atau kerabat agar segala macam informasi dapat kita akses terutama soal pekerjaan. Luangkan 2-3 minggu untuk rehat usai urusan kampus selesai. Setelah itu, silahkan tancap gas dan tunjukkan taringmu di dunia profesional.

Opsi yang kita hadapi sebagai seorang lulusan universitas bisa dibilang banyak dan beraneka ragam. Mulai dari lulusan D3, S1, atau S2 kini tidak perlu khawatir kehabisan stok lapangan kerja. Kita harus mau mencari dan tidak memasang target yang terlalu tinggi dari kemampuan. Apakah logis, sarjana strata satu menginginkan gaji yang setara dengan mereka yang sudah bergelar magister? 

Bagi yang memiliki alokasi anggaran yang cukup, kamu bisa melanjutkan ke jenjang pasca sarjana. Selain tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi dari perusahaan, gelar magister dapat menambah kapasitas keprofesionalan kita. Untuk kamu yang ingin mengajar usai mengambil pendidikan, usahakan mengambil jurusan yang linier. Hal ini dimaksudkan agar ilmu yang dipelajari tidak sia-sia dan memudahkan urusan administrasi.

Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan kota lainnya rajin menggelar jobfair pada bulan tertentu. Agenda ini diperuntukkan bagi kamu yang ingin mencari pekerjaan dengan cara yang lebih mudah. Kamu tidak perlu mendatangi perusahaan tetapi cukup mendatangi jobfair di kota atau kampus yang menggelarnya. Selain lebih mudah, ada perusahaan yang melakukan interview dan tes di lokasi. Upaya lain dalam mencari pekerjaan yaitu kita memasukkan lamaran ke perusahaan atau instansi yang kita tuju. Cari lowongan yang biasanya tercantum dalam iklan di koran, poster, atau datangi perusahaan langsung untuk menanyakan ada tidaknya lowongan pekerjaan. 

Tidak sedikit freshgraduate yang membuka usaha untuk mulai meniti karir. Mereka membuka outlet makanan, pakaian, biro perjalanan, jasa reparasi komputer, fotokopian dan sebagainya. Sebagai langkah awal dalam berwirausaha, banyak yang banting stir dari usaha yang satu ke usaha yang lain. Pengalaman menjalankan usaha sangat dibutuhkan sehingga mereka yang tidak tahan dengan fluktuasi dunia usaha akan mudah untuk berganti lahan usaha. Enterpreneur yang sudah besar menganggap banting stir usaha merupakan cara bagi seseorang untuk menemukan usaha yang paling pas bagi dirinya. Bagi kamu yang sudah memiliki usaha tertentu jalani apa yang sudah dimulai dan konsistenlah. 

Opsi lain yang dapat dilakukan yaitu meneruskan bisnis orang tua dan keluarga. Terdengar seperti di sinetron atau televisi bukan? Tetapi tidak jarang ada anak yang ingin dan diproyeksikan untuk meneruskan bisnis orang tua. Bisnis yang dijalankan bisa berupa bisnis yang sudah memiliki nama atau bisnis kecil yang belum berkembang karena keterbatasan kemampuan dalam memanajemen. Pilihan yang bagus selama kita memiliki kemampuan dalam meneruskan bisnis tersebut.

Apakah kamu sudah memiliki gambaran akan melakukan apa dan bagaimana? Kuncinya jaga link yang kamu miliki saat ini dan bangun sebanyak-banyaknya link dari siapa saja dan di mana saja. Pekerjaan tidak akan datang dengan mudahnya tanpa kita berbuat sesuatu. Tetap semangat!

@Semarang

Senin, 18 Agustus 2014

Menerima Ujian dan Menumbuhkan Harapan



Dalam perjalanan memperjuangkan amanah Allah sebagai khalifah di bumi setiap nyawa tak luput dari ujian dan cobaan. Menemukan sebuah kegagalan, kesalahan dan kebimbangan pada satu titik. Sepersekian detik, semua terhenti bahkan harapan yang sudah berjalan sepanjang waktu meluruh. Entah apa yang harus dilakoni. Diri lupa akan esensi ikhtiyar dan tawakkal. Kita hanya merasa, ini bagian sulit yang sedang kita jalani.

Kesalahan yang tanpa sengaja kita lakukan adakalanya membuat diri mengutuki nasib. Menyalahkan diri, orang lain bahkan Allah. Pikiran kacau, orientasi menyamar. Ya, manusia bisa salah dalam berpikir dan melangkah.

-Sesungguhnya kesalahan hanya pada orang-orang yang berbuat dzalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksaan yang pedih (Asy Syura: 42)
Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia (Asy Syura: 43)-

Dari Abu Sa'id ra dia menceritakan, bahwasanya ada beberapa orang Anshar minta sesuatu kepada Nabi saw, maka beliau memenuhi permintaan itu seraya berkata: "Kebaikan yang ada padaku tidak akan aku sembunyikan dari kalian. Barangsiapa yang meminta kecukupan kepada Allah, maka Dia akan memenuhinya. Barangsiapa meminta disucikan oleh Nya, maka Dia akan mensucikannya. Dan barangsiapa bersabar, maka Allah akan menjadikannya bersabar. Dan tidak ada sesuatupun yang diberikan seseorang yang lebih baik dan luas dari kesabaran."

Kuncinya bersabar dan berdoa karena dari keduanya hati kita akan terpaut kepada-Nya sehingga pikiran dan tingkah laku kita akan mempertimbangkan ketentuan-Nya.

Dari Anas ra, dia menceritakan, Rasulullah saw senantiasa memperbanyak mengucapkan "Wahai yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamamu." Lau aku tanyakan: "Wahai Rasulullah, aku beriman kepadamu dan apa yang telah engkau bawa, apakah engkau masih mengkhawatirkan kami?" Beliau menjawab: "Benar, sesungguhnya hati itu berada diantara dua jari dari jari-jari Allah, Dia akan membolak-balikkannya sekehendak Nya." (HR. At Tirmidzi)

Hal yang manusiawi memang untuk berada pada posisi tanpa harapan, berhenti berusaha, dan menyalahkan diri dan orang lain. Hidup yang sesuai harapan memang tak semudah yang dibayangkan. Namun manusia memiliki kesempatan yang sama untuk bangkit. Kita memiliki hak untuk meminta dan merengek pada Allah swt dalam setiap aktivitas kita. Karena...

-Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tidak ada yang menambah umur kecuali kebaikan." (HR. At Tirmidzi)-

Bukankah kita diperbolehkan berdoa dalam berbagai waktu dan tempat. Kita bisa berdoa di dalam kendaraan, di taman, di kelas, di jalan, atau di sawah. Apabila kita tengah senang, gembira, sedih, khawatir, atau bingung, mintalah pertolongan-Nya. Bahkan hanya dengan mengingat Allah, kita menjadi lebih baik.

-(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram- (Ar-Ra'd: 28)

Menerima ujian dan menumbuhkan harapan tidak mudah apalagi untuk sesuatu hal yang sangat penting dalam hidup kita. Butuh waktu dan keikhlasan untuk mewujudkannya. Tapi proses tersebut akan mendewasakan jalan pikir kita sehingga menyelamatkan diri dari kesesatan dan keputusasaan. Tetaplah berprasangka baik kepada Allah karena Ia sesuai dengan prasangka hamba-Nya.


Minggu, 17 Agustus 2014

Dari Indonesia

#KemerdekaanDiUjungTanahAir

Terimakasih bapak dan ibu yang memilih bertahan di tanah terluar dari negeri ini. Memilih untuk terasing dari hiruk pikuk fasilitas negara yang dihadirkan pemerintah pusat. Kalianlah yang menjaga setiap meter tanah kita dari bahaya luar yang mengancam. Merawat setiap jengkal atmosfirnya dengan bahasa dan budaya yang Indonesia. Penjagaan seumur hidup dalam keterbatasan yang membuat diri kembali bertanya, seikhlas itukah cinta saya pada negeri?

Mereka harus memilih, barang-barang dari dalam negeri sendiri yang terlampau mahal atau barang impor membanjiri dengan sangat murah. Di tengah dilema cinta negeri dan keadaan sulit, mereka selalu berharap ada cara lain dalam memilih negeri sendiri. Memilih produk sendiri, memilih tanah sendiri, memilih mata uang sendiri, memilih bahasa sendiri. Mereka seperti anak-anak yang terus berharap kepada orang tua kandung yang memiliki tanggungjawab untuk merawat. Layaknya anak, mereka selalu pulang kepada rumah mereka bagaimanapun keadaannya. Sudahkan Indonesia menjadi rumah terbaik untuk rakyatnya?

Siapa yang kuat akan menang. Pasti. Kuat dalam hal ekonomi, budaya, agama, keamanan atau kenyamanan. Mereka tidak memakan daun, kayu atau bebatuan di hutan. Kita dan mereka sama-sama makan nasi, gandum, jagung atau subi yang sama. Sudahkah Indonesia memberikan mereka hak untuk mempertahankan kebangsaannya?

Memang banyak pilihan untuk mencintai setiap sisi Indonesia. Ada yang memilih untuk berjuang melawan kemiskinan saudara di dekatnya. Ada pula yang memilih untuk menjual setiap keping keindahan bangsa dengan memamerkannya ke seluruh dunia. Kita punya banyak sekali pilihan. Tentu dengan cara masing-masing sesuai dengan passion dan region.

Dirgahayu 69 Indonesia. Semoga selamat tanah, airnya. Selamat rakyat, pemimpinnya. Dan Selamat masa depannya

Senin, 11 Agustus 2014

Mengenai Jilboobs dan Menyikapinya



Saya membuka link tentang Jilboobs setelah teman saya di facebook memposting sebuah link berita online. Kemudian saya cek berita dan akun yang mengatasnamakan Jilboobs. 
Hal pertama yang saya pikirkan yaitu “Yang seperti ini ada banyak di sekitaran kita. Bahkan tidak berada dalam satu komunitas rapi. Serius, hampir setiap hari saya melihat yang seperti ini”. Beberapa postingan foto menampilkan perempuan mengenakan kaos, kerudung dan skinny jeans ketat dengan pose yang aduhai. Saya menyadari masih ada beberapa orang teman yang saya lihat mengenakan model pakaian yang seperti itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa trend berhijab begitu mudahnya disusupi oleh hal-hal yang tidak diajarkan Nabi saw sebelumnya? Astaghfirullah..
Sebelum menengok lebih jauh mengenai hukum yang membahas tentang hijab, saya ingin memberikan istilah lain yang erat kaitannya dengan jilboobs.
Jilboobs merupakan salah satu komunitas perempuan berkerudung yang ada di Indonesia. Jilboobs dapat diartikan dalam bahasa sederhana menjadi jilbab dan boobs (payudara, aurat). Berdasarkan foto yang diposting akun tersebut, model pakaian yang dikenakan perempuan tersebut sangat ketat dan memperlihatkan lekuk tubuh. Hijab merupakan kain penutup yang menjadi istilah pertama kali saat perintah tersebut diturunkan. Perintah berhijab memang turun secara bertahap. Hijab pun dalam arti katanya merupakan kain penutup. Kalau kita cermati, yang namanya kain penutup sekadar menutup saja. Sedangkan jilbab merupakan kain penutup dari kepala hingga kaki yang tidak memperlihatkan bentuk tubuh, tidak tipis dan tidak transparan.
Perintah berhijab diturunkan oleh Allah swt dalam Q.S Al Ahzab: 53,
“Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali kalian diijinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kalian diundang maka masuklah dan jika kalian selesai makan, keluarlah kalian tanpa asik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepada kalian (untuk menyuruh kalian keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara mereka lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Dan tidak boleh kalian menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak pula mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah beliau wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah sangat besar dosanya disisi Allah”.
Selain itu pada Al Ahzab: 59 lebih tegas diperintahkan perempuan untuk berhijab,
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak perempuanmu dan istri orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Syarat hijab dalam Fikih Wanita karya Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah,

1. Hijab harus menutupi seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, yang dikenakan ketika memberikan kesaksian dan shalat.
2. Hijab bukan dimaksudkan sebagai hiasan bagi dirinya sehingga tidak boleh mencolok warnanya , atau kain yang penuh gambar dan hiasan.
3. Hijab harus lapang dan tidak sempit sehingga tidak menggambarkan postur tubuh.
4. Hijab tidak memperlihatkan sedikitpun bagian kaki wanita.
5. Hijab yang dikenakan tidak sobek sehingga tidak menampakkan bagian tubuh atau perhiasan wanita dan tidak boleh menyerupai laki-laki.
Naaah, bagaimana dengan jilboobs? Dilihat dari penyebutannya saja tidak indah. Padahal Allah menyukai keindahan pada diri umatnya. Maka, tentu jilboobs tidak datang dari Allah. 
Tepat sekali statement yang diberikan oleh Hidayat N Wahid yang memandang “mereka yang mengenakan jilboobs mungkin belum mengerti esensi berhijab. Wajar jika terdapat miskonsepsi sehingga terjadi fenomena seperti itu. Mari kita beri pengertian dan bimbing mereka ke arah yang lebih baik”.
Dalam sebuah blog milik Fahd Pahdepi, “rasanya kurang tepat jika kita memandang mereka yang sudah berniat menutup aurat kemudian mencela dan mencemooh ini dan itu. Dekati. Ajarkan cara berjilbab yang benar”.
Saya sepakat dengan keduanya. Memberikan penghargaan terhadap perempuan yang sudah berniat untuk berhijab itu sangat penting. Pengakuan terhadap keberadaan (niat) mereka sangat mereka butuhkan. Kita mungkin terburu-buru mencela mereka. Padahal dari Abdullah bin Mas’ud ra dia menceritakan Rasulullah saw bersabda: “Mencela orang muslim itu sebuah kefasikan, sedang membunuhnya merupakan suatu kekufuran” (HR Bukhari, Muslim dan At Tirmidzi). 
Bukankah menutup aib mereka akan berbalas pahala serupa dari Allah swt?
Dari Abdullah bin Umar ra, Rasulullah bersabda: “Orang muslim adalah saudara bagi saudaranya yang lain, tidak berbuat dzalim kepadanya dan tidak menghinakannya. Barangsiapa yang peduli pada kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya dan barangsiapa yang menghilangkan kesusahan seorang muslim, maka Allah akan menghilangkan kesusahannya pada hari kiamat kelak. Dan barangsiapa menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat kelak” (Muttafaqun ‘Alaih).

Tentu kita akan mengambil sikap terbaik sesuai dengan ketentuan-Nya bukan?
Wallahu’alam

Minggu, 10 Agustus 2014

Kokologi



Main kokologi selain mengungkap keadaan diri adalah membelajarkan kita untuk lebih jujur dan terbuka terhadap diri sendiri tanpa ditekan oleh sikap normatif dimana jawaban yang diberikan mengikuti kaidah baik buruk secara ideal di masyarakat. Permen dan sepatu adalah suatu contoh yang memberikan kesempatan untuk memilih permen atau pengguna sepatu sesuai dengan keinginan kita. Kita memilih permen kesukaan, kita memilih siapa saja yang berhak menggunakan kita sebagai sepatu. Karena pada hakikatnya manusia suka sekali memilih. Seseorang lebih merasa dihargai dengan diberikan kepercayaan untuk membuat suatu pilihan. Nah, kedewasaan dalam memilih juga penting. Seseorang tidak dapat terlepas begitu saja dari berbagai petimbangan seperti pendidikan, kondisi keluarga, lingkungan, agama dan sebagainya.

Dalam permainan ini kita diajak jujur untuk mengungkap kecenderungan tentang pasangan, persahabatan, trauma, pekerjaan, nilai-nilai hidup, upaya untuk memperbaiki diri dan sebagainya. Dengan menjawab jujur (minimal terhadap diri sendiri) akan membantu kita menerima kondisi diri. Ini bukan soal kamu memilih jawaban paling benar karena tidak ada jawaban yang salah. Yang ada adalah jawaban yang paling sesuai dengan diri. Sejujur apa kamu memberikan jawaban, sebesar itulah kamu memberikan harga yang paling pantas untuk dirimu.

Jika diminta untuk memberikan penilaian, maka orang lain bahkan saya pun tidak memiliki kemampuan sebaik kamu mengenal diri kamu sendiri. Kamu yang tahu isi hati dan pikiran kamu. Yang ingin saya sampaikan adalah...

"Apapun pilihan kamu, itulah kamu. Saya senang melihat ada orang yang begitu jujur dengan dirinya. Dia yang tertawa karena menganggap ada yang konyol tentang dirinya, menganggap bahwa jawabannya bukan tanpa dasar, selalu memikirkan orang lain dalam setiap keputusan hidup dan lain sebagainya. Karena kamu terbuka dan jujur, itu membuat saya dan orang lain paham bagaimana memperlakukan kamu dan segala hal tentang kamu sebaik mungkin"

Pengalaman memainkannya dengan orang yang lebih paham akan dalam keilmuannya membuat diri semakin paham, lebih dari sekadar bermain sesuatu yang menyenangkan. Ada beberapa hal yang membuat permainan ini menarik untuk dilakukan.
-          Kejujuran dan Keterbukaan
Bermain kokologi bertiga bersama teman dekat sungguh menyenangkan. Tidak ada kata malu atau gengsi untuk menjawab. Apapun pilihan kami bertiga, that’s fair choice karena memang tidak ada jawaban benar atau salah. Kejujuran dan keterbukaan menjadi prinsip paling penting kalau kita ingin memainkannya. Entah bermain berdua, bertiga atau berkelompok usahakan orang yang diajak bermain tidak mengganggu proses kamu untuk terbuka dalam memberikan jawaban. Ada beberapa orang yang kurang nyaman dalam suasana kelompok atau orang banyak sehingga menjawab seasalnya.  
-          Penerimaan Diri
Kenapa kita lebih baik bermain bersama orang lain? Ketika mengetahui makna jawaban kita ada rasa senang yang tiba hinggap jika itu merupakan makna yang positif. Tetapi tidak selamanya makna jawaban kita merupakan hal ideal menurut banyak orang. Kadang kita merasa, “apakah diri saya seburuk itu?” setelah mengetahui makna jawaban yang kita berikan. Dengan memainkannya dengan orang lain kita akan sadar bahwa setiap orang memiliki sisi positif dan negatif dalam kacamata normatif. Jika menemukan sesuatu yang positif, kuatkan pemahaman bahwa hal tersebut bisa terus dikembangkan. Namun jika pilihan kita cenderung membuat kita tidak puas maka teman sepermainan akan melakukan fungsinya dengan menguatkan diri kita bahwa semuanya tidak jadi soal, semuanya tidak apa-apa. 
-          Mencari Teman
Mengajak dua orang teman dekat untuk bermain kokologi sungguh bukan suatu rencana. Tadinya keisengan itu bermula dari inisiatif untuk mengisi waktu luang. Karena sudah dekat sejak dulu kami begitu mengalir mengikuti permainan. Kadang ada jawaban kami yang sama, ada juga jawaban yang berbeda. Tapi itu tidak apa-apa. Teman sepermainan otomatis paham dengan kondisi psikologis kita. Bahkan dalam keadaan bertiga, kami sering mempertanyakan makna pilihan sekalipun sudah dibahas habis-habisan. Pada akhirnya ada suatu pernyataan “Kita ternyata memilih teman yang memiliki satu pandangan, satu hobi, atau satu kesenangan. Sekarang kita disini juga karena hasil dari pemilihan kita diantara banyak teman. Mungkin karena kamu tahu bagaimana dia dari bangun tidur sampai tidur lagi. Kita sudah tahu seluk beluk diri kita masing-masing, akhirnya kita menerima kalau si A begini begitu. Kita lebih mudah untuk saling memahami satu sama lain”.
-          Mengoreksi Diri
Karena jawaban yang diberikan jujur dan apa adanya kita akan lebih mudah untuk mengoreksi diri. Ini berhubungan dengan kelemahan yang ada dalam diri kita. Tidak usah malu mengakui kalau kita trauma terhadap suatu hal atau memiliki masa lalu yang buruk. Teman sepermainan akan membantu kita dengan baik dalam proses tersebut.
-          Merencanakan Hidup
Ketika harapan terungkap, akan lebih mudah untuk merencanakan masa depan. Kita akan semakin mantap menentukan pilihan studi, pekerjaan bahkan pasangan. Ini juga berkaitan dengan follow up dari koreksi diri yang sudah dilakukan. Perbincangan dengan teman memberikan banyak motivasi untuk memulai lagi hidup yang lebih baik, memulihkan diri dari trauma, memaafkan masa lalu. Meski masih samar, ada keyakinan bahwa kejujuran kami hari ini telah membuka satu pintu masa depan. Tinggal ditapaki setiap jengkalnya hingga kita hidup lebih baik lagi dari hari ini.
Serunya menemukan makna dibalik setiap pilihan tidak lebih seru dari menemukan orang yang tepat untuk diajak bermain..

Ini Tentang Sikap Hidup (seorang) Perempuan yang Sudah Menikah



Setiap rumah tangga selalu diwarnai dengan hiruk pikuk urusan sepele seperti membayar tagihan listrik setiap bulan, pergi ke pasar untuk belanja sayur mayur, celetukan anak merengek dibelikan mainan, gas yang habis, kenduri tetangga, dan serangkaian peristiwa dari bangun tidur sampai mau tidur lagi. Bagi yang belum pernah menikah, bayangkan saja keriuhan semasa kos. Banyak hal harus dibayar dengan "rupiah" bahkan hampir semuanya. .

Tentu tidak akan menjadi persoalan sengit jika urusan "rupiah" dalam kategori aman terkendali. Bagaimana siasat mereka yang tengah berada dalam keadaan genting atau selalu dalam keadaan genting? Menghemat, diet, puasa, memangkas living cost, atau mengambil kerja part time. Ya. Saya pun seringkali begitu.

Omong-omong, mari kita sapa mereka yang sudah berpengalaman. Hei kamu perempuan yang sudah menikah bertahun-tahun, telah memiliki anak yang menggemaskan dan suami yang bekerja keras untuk keluarga.. Bagaimana kalian menyikapinya? Semakin banyak ujian yang datang untuk perempuan, ia akan semakin terlatih untuk mengatur segala daya dan upaya untuk menghadapinya termasuk urusan "rupiah". Benarkah?

Ada seorang ibu yang telah memiliki tiga orang anak berbagi cerita dengan saya. Obrolan kami berkisar tentang make up, fashion, pekerjaan, anak, rumah tangga dan suami. Memang sudah menjadi kebutuhan seorang istri jika harus menjaga penampilan di hadapan suaminya. Ia pun mengatur urusan domestik agar anak dan suami makan dengan gizi yang cukup. Belum lagi urusan rumah tangga yang tidak pernah selesai.

Sampai pada suatu perbincangan tentang manajemen keuangan ia menuturkan bahwa tidak semua keinginan dan kebutuhan kita terpenuhi dengan begitu mudahnya sekalipun penghasilan suami kita aman terkendali. Ada kebutuhan yang memang harus kita dahulukan daripada kebutuhan kita sendiri. Kita menyebutnya skala prioritas. Bukan karena ia kekurangan "rupiah" kemudian tidak memaksimalkan penampilan. Bukan. Bukan karena ia tidak bisa 'dandan' lantas ia berpenampilan apa adanya. Bukan.

Ia tidak pernah belajar tentang skala prioritas. Tapi ia mengenal betul bagaimana menggunakannya dalam hidup. Ia menuturkan bahwa lebih baik menyimpan uang yang ia miliki untuk jajan anak. Ia memilih untuk menahan kebutuhannya demi menjamin kebutuhan anak. Ia rela memakai baju yang lama daripada membeli baju yang baru demi menjaga stok beras selama satu bulan. Inilah sikap hidup (seorang) perempuan yang sudah menikah. Bukan karena keterbatasan yang mengakibatkan perempuan tersebut bersikap demikian. Mereka berusaha untuk menjamin kebutuhan anak dan suami dalam situasi apapun bahkan ketika rejeki sedang di uji Allah dalam keadaan terbatas. Perempuan-perempuan itu ingin menjamin bahwa anaknya bisa jajan saat mereka merengek, mereka ingin suami mereka tetap makan dengan gizi yang cukup saat keuangan melimpah dan terbatas. Itu alasannya.

Perempuan tersebut belajar untuk berusaha menjamin kebutuhan dalam rumah tangga terpenuhi bagaimanapun kondisi suami. Jika penghasilan suami sedang melimpah, ia berusaha untuk menyimpannya. Di lain kesempatan saat keuangan sedang tidak baik, ia dapat menggunakan simpanannya untuk memenuhi kebutuhan semua anggota keluarga.
Dari obrolan tersebut saya mendapatkan pemahaman bahwa sikap hidup (seorang) perempuan tidak bisa disorot dari kacamata parsial. Perempuan bisa jauh lebih visioner dari laki-laki dalam menghadapi persoalan hidup dan memandang kehidupan (dalam sebuah novel). Hal tersebut tentu tidak luput dari peran laki-laki (pasangan) dalam mendukung setiap langkah yang diambil perempuannya.

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...