Selasa, 25 April 2017

Terimakasih

Terimakasih,
Karena dalam banyak kesempatan kamu begitu baik terhadapku.
Karena dalam setiap luka yang kamu berikan, aku selalu bisa berpikir jernih untuk tidak membalasnya dengan keburukan.

Terimakasih,
Karena aku bisa mengenal seseorang yang mampu menunjukkan kesalahanku. Orang lain hanya memujiku dan mengagumi keberanianku. Tetapi kamu justru menghinaku dengan sarkasnya.

Kamu berkata kita bisa menjadi teman setelah hari ini. Sungguh lega mendengarnya. Maka aku memilih untuk memenuhi permintaanmu. Menjadi teman baik pun adalah penghargaan besar bagiku. Sejak saat itu aku mulai menanamkan dalam otakku untuk memaafkan segala macam ejekanmu. Aku harus berpikir bahwa persimpangan yang kita temukan justru membawa perbedaan rute dan itu tidak jadi soal. Toh dunia tidak seluas yang kita bayangkan. Aku mulai menumbuhkan niat untuk menjadi teman baikmu. Jika suatu saat kamu memanggil atau membutuhkan bantuan, aku akan disana. Meskipun hanya melihatmu dari kejauhan atau berdiri dihadapanmu dan tersenyum.

Menjadi temanmu, aku tidak merasa berkecil hati. Mungkin dulu cinta begitu egois. Perlahan, hatiku mulai lapang. Udara bisa memasuki ruang-ruang didalamnya. Aku hidup kembali setelah kemarahan membuat penuh sesak dan aku kehilangan kendali.

Terimakasih.
Maafkan aku yang belajar sangat lambat. Apakah kamu masih mau menjadi temanku? Aku bukannya terlanjur putus asa dan tidak menemukan orang lain sehingga menanyakan hal itu. Bagiku, permintaan itu ibarat sebuah kepercayaan. Mana bisa aku menolaknya? Seburuk apapun diriku, aku tidak ingin mengecewakan kepercayaan orang terhadapku. Karena aku tahu menumbuhkan rasa percaya bukan hal yang mudah.

Terimakasih,
Aku tidak tahu apakah aku bahagia atau tidak saat ini. Apakah aku akan baik-baik saja atau tidak esok hari. Yang aku tahu, aku memiliki seorang teman disana. Aku tidak mengkhawatirkan apa-apa lagi sekarang.

Rabu, 19 April 2017

Selamat Datang Gubernur (DKI Jakarta) Baru

Demam politik ibukota negara mengalahkan isu nasional dan lokal seantero negeri. Sebagian isu tenggelam entah untuk sementara atau selamanya. Energi, waktu dan usaha banyak terkuras untuk pilkada DKI. Orang yang punya hak pilih dan memiliki calon idaman boleh saja bicara dan berharap realistis terhadap momen tersebut. Namun tidak lantas menutup diri dan mencemooh opini dari warga luar Jakarta. As we know, ibukota negara memiliki porsi yang lebih besar dalam berbagai hal daripada kota lainnya. Anggaran pembangunan, kesempatan kerja, permasalahan sosial, kriminalitas, hingga sektor wisata bersatu padu menciptakan nuansa khas kota metropolitan. Wajar dan sah sah saja jika banyak opini dan analisis ilmiah dari berbagai kalangan untuk Jakarta. Rasa kepemilikan sebagian orang atas Jakarta sebagai ibukota negara memunculkan kepedulian untuk sekadar berbicara.

Hasil hitung cepat yang ditayangkan stasiun televisi swasta menyebutkan paslon norut 3 mengungguli paslon norut 2. Selisihnya lebih dari 10%. Dengan legowonya ucapan selamat mengalir dari paslon petahana. Meskipun rilis resmi dari KPU belum diterbitkan, masyarakat Indonesia pada umumnya dan Jakarta pada khususnya sudah percaya dengan lembaga survei yang memberikan hasil pilkada. Kita belum lupa dengan pilpres dan pilkada serentak beberapa waktu yang lalu dimana lembaga survei memberikan gambaran hasil pencoblosan dengan cepat. Layar di televisi mulai menampilkan hasil penghitungan di TPS sampel pada siang hari dan menjelang malam sudah terlihat hasilnya hampir 100%.

Terlepas dari demam pilkada dan quick count, kita tentu menyambut gubernur baru dengan harapan baru. Siapapun paslon pilihan kita dan sekecil apapun respect kita pada paslon terpilih, harapan itu selalu ada. Kecewa dengan paslon kita yang kalah merupakan hal yang wajar. Bangga dengan pencapaian hasil penghitungan suara juga tak bisa terbantahkan. Dalam dua kondisi itu kita selalu menemukan harapan kepada gubernur baru. Tentang kemajuan pembangunan kota, kesejahteraan warga, keamanan dan ketenangan serta kemudahan dalam beraktivitas. Sekalipun tidak memiliki hak pilih dalam pilkada DKI Jakarta, saya menaruh harapan yang besar bahwa gubernur terpilih mampu membangun Jakarta lebih baik lagi. Kita bisa melihat Surabaya yang dinahkodai Bu Risma atau Pak Ridwan Kamil di Bandung yang mengangkat nama kota masing-masing menjadi lebih baik di mata publik. Mereka gigih membangun citra positif dan rasa bangga dalam diri warganya. Kerja keras itu tidak hanya berasal dari sosok pemimpinnya saja melainkan seluruh jajaran pemerintahan yang kompak untuk maju bersama. Jakarta telah menemukan pemimpinnya yang baru. Gaya yang berbeda dan khas akan muncul. Kebijakan baru akan diterbitkan dan disosialisasikan. Kita akan kembali bekerja atau sekolah lagi besok. Seperti jargon Pak Ahok, 'Kerja Pagi' dengan mulai 'Berlari untuk Berbagi' (*tulisan di t-shirt Pak Sandiaga). Kontribusi kita tidak hanya sumbangan suara tapi lebih dari itu. Apa yang bisa kita lakukan? Banyak. Seperti bekerja dengan sebaik-baiknya, buang sampah pada tempatnya, memberi masukan kepada pemerintah, menggunakan kendaraan umum ke kantor, menjaga keamanan di lingkungan rumah, dan sebagainya. Itu hal-hal kecil yang bisa kita lakukan sehari-hari.

Pak Ahok berkata #JakartaPunyaSemua yang dibutuhkan warga untuk bangun dan membangun Jakarta. Yang kita butuhkan adalah kerja pagi dengan mulai berlari untuk berbagi. Saya bukan warga Jakarta tapi saya peduli dengan perkembangan Jakarta. Tinggal selama beberapa bulan di Jakarta menciptakan keterikatan emosional dalam diri saya. Hiruk pikuknya selalu membuat semangat dalam menjalani hidup. Jakarta keras, banyak orang berkata demikian. Disana kamu hanya ingin bekerja sebaik-baiknya sebagai apapun itu. Jakarta punya semua untuk membangun manusia dan budayanya.

Setelah ritme lari kembali normal, kita akan kembali ke Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur yang tengah bersiap menyambut tokoh terbaiknya tahun depan. Seperti Jakarta yang mendapat dukungan dari banyak pihak, kami pun ingin didukung secara sehat dalam mencari pemimpin daerah yang membangun manusia dengan manusiawi dan menciptakan peradaban yang lebih baik. Doakan kami!

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...