Selasa, 09 Mei 2017

Akhir Hidup

Memasuki usia 27 tahun, aneka rupa pertanyaan mengenai hidup semakin meruncing. Tentang pernikahan, keluarga, berbakti kepada orang tua, religiusitas, konsistensi karir dan ranah sosial publik. Bagian mana yang terjangkau lebih dulu. Sisi mana yang masih terseok-seok. Apa yang sudah didapatkan selama lebih dari seperempat abad. Ramainya dunia pertemanan, relasi dan profesionalitas justru menenggelamkan diri pada kuantitas heningan yang semakin sering berkunjung. Bagaimana hidupmu Jilvia?

Sepanjang hidup yang entah akan sampai angka keberapa, kita selalu kurang puas terhadap hasil. Manusia memang tidak pernah puas terhadap suatu pencapaian. Ketika sudah memiliki rumah, kita ingin mengisi garasi dengan mobil. Ketika sudah S1, banyak usia baru menapaki 20an sudah menetapkan target ingin ambil magister atau program profesi.

Pada usia yang masih terhitung belasan, saya pernah memiliki sebuah harapan. Terpengaruh tontonan televisi yang sudah global pada saat itu. Saya berharap jika kematian telah datang, keluarga akan  memakamkan jenazah saya dibawah pohon kamboja. Agar guguran daun dan bunganya bisa menyejukkan gundukan tanah itu. Dimasa labil yang sungguh ceria, saya memikirkan kematian. Darimanapun asal ide itu saya merasa terlalu menjiwai tontonan saya. Sekalipun itu hal yang wajar bagi mahluk yang dijanjikan kepastian mati.

Berdiri diatas kaki sendiri membuat pandangan saya lebih jauh tapi terbatas. Akan menikahi orang yang seperti apa, akan bertemu dengan tetangga yang bagaimana, dan akan akan yang lain masih memenuhi kepala siang dan malam. Krisis seperempat abad sudah berjalan agak jauh. Sayangnya krisis fase berikutnya begitu mengganggu pikiran. Dimana saya akan mati dan dimakamkan? Bagaimana saya membekali anak cucu dengan ilmu? Bagaimana kehidupan mereka setelah saya mati? Ah. Saya terlalu memusingkan hari yang belum tentu jadi hak milik.

Orang-orang berkata kita harus menikmati hidup dan semua partisinya. Tenggelamlah dalam kebaikan dunia, perjuangkanlah akhirat. Tapi apakah kamu memikirkan bagaimana kamu akan mati? Maksudnya dalam keadaan apa nyawa akan tercabut dari jasad?

Pertanyaan seperti itu benar-benar mencekik. Sampai susah tidur. Sunguh-sungguh berpikir.

Jilvia Indyarti 👒

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...