Senin, 28 November 2016

Believe Me, Time is Healing

Orang bijak berkata, "biarlah waktu yang menyembuhkan lukamu". Tidak peduli kamu akan butuh waktu setahun bahkan seumur hidup. Biarkan waktu memberimu cukup pemahaman atas semua luka yang ada. Kamu kuat tetapi kekuatanmu bukan untuk meratapi luka, yang lebih sering diperparah oleh tangan sendiri.

Hari ini, seterik apapun matahari tidak akan membuatmu bersemangat. Paling hanya mengernyitkan dahi dan menutup mata dengan telapak tangan. Semenarik apapun keadaan diluar sana, bagimu lebih menarik berselonjor diruang pribadimu. Tanpa melakukan apa-apa. Tanpa memikirkan apa-apa. Rasanya berat sekali melampaui 12 jam di siang hari.  Selebihnya, kamu berlindung dibalik kenangan dan harapan. Benar-benar menyedihkan.

Satu hari terlampau, seminggu berganti bulan. Apakah lukamu sudah terobati? Aku tidak tahu. Kamu tidak mau tahu. Ketika aku bertanya, apakah masih sakit? Nafasmu mendadak tidak beraturan. Wajahmu tanpa sinar. Maka aku pun tahu. Hati itu masih berantakan.

Aku punya luka yang belum sembuh benar. Pada suatu waktu sempat meyakini, hidupku tidak punya harapan lagi. Minggu berganti bulan. Setiap bulan yang berhasil kulewati begitu kosong tanpa aura. Aku hidup asal bernafas. Sudah banyak bulan yang kulewati tanpa gairah. Sedangkan hati masih reaktif terhadap kenangan. Aku bisa tiba-tiba marah pada keadaan. Nafas yang naik turun dan airmata yang tak juga menetes. Begitu melelahkan. Sekalipun demikian, hal itu berulang lebih dari 5 kali.

Aku memohon kepada Tuhan agar bisa ikhlas menerima keadaan. Dia memberiku waktu untuk berusaha-jatuh-bangkit-pesimis-jatuh-bangkit-jatuh begitu berulang kali. Aku bosan. Hatiku tidak mau beranjak. Tuhan rindu dengan diriku yang terus meminta apapun pada Nya. Dia membolak-balikkan hati. Aku sering terdiam dan terduduk tanpa mengucapkan permintaan.

Suatu malam yang tak berhujan mengirimiku satu kesadaran. Dari sebuah gambar yang muncul di recent update aku terdiam. Kesedihan langsung menyelimutiku. Airmataku tumpah dan perasaanku begitu sedih. Gambar itu hanya beberapa balon yang difoto kemudian diberi tulisan. Satu kata. Satu kata itu cukup menusuk hati sampai berlubang. Kemudian aku menangis karena sedih yang teramat sangat. Semenit dua menit aku menikmati airmata dan perasaan yang berkecamuk.

Sebuah artikel tentang kekuatan menangis tiba-tiba muncul di ingatan. Bahwa dengan menangis kita melepaskan hormon atau zat pemicu stres. Setelah menangis kita akan merasa lega dan beban seolah luruh sedikit demi sedikit. Aku menangis dan menjadi lebih baik. Kuteruskan membuang airmata sampai kelelahan.

Satu kata itu, hanya satu kata. Aku beruntung telah disadarkan oleh Tuhan dengan cara yang manis.

PERGILAH..

Membuatku remuk tak berbentuk. Membuat nyaliku seolah menciut dan aku merasa tak memiliki apapun untuk dibanggakan.

PERGILAH.. 

Membuat airmataku yang tak bisa tumpah karena kemarahan meluap begitu saja.

Dia menyukaiku tapi tidak memilihku. Dia terkesan olehku tapi tak pernah berhasil membuatku terkesan. Dia mencintaiku tapi tak berani untuk membawaku bersamanya. Dia tidak memilihku tapi peduli terhadapku.

Aku remuk kemudian tersadar. Dia menyimpanku dalam sebuah kotak dimana dia menghargaiku dan menyayangiku sewajarnya. Meski kotak itu entah ada dimana. Aku bersyukur. Untuk apapun itu.

Ketika luka itu baru saja ditorehkan aku percaya, suatu hari aku akan paham cara kerja Nya. Jika aku baik-baik saja sebelum dia datang. Maka aku akan baik-baik saja ketika dia memilih pergi. Mungkin aku tidak tahu bagian hati mana yang terluka parah tapi aku yakin luka itu akan sembuh dengan pemahaman yang kuperoleh dari waktu.

Lukamu, biarkanlah sembuh dg sendirinya. Karena tubuh tahu cara menyembuhkannya. Begitupun hati dan jiwamu. Keduanya memiliki cara kerja yang tak pernah terbayangkan.

Seperti Tuhan yang diam-diam menyunggingkan senyuman karena aku telah mendapatkan sebuah pemahaman. Tuhan pun tersenyum padamu untuk mengajakmu berjalan bersama Nya.

Minggu, 27 November 2016

Toraja Eksotis

Ini cerita dari Tana Toraja, beberapa hari sebelum Idul Fitri.

Semalam di Tana Toraja menikmati lanskap dataran tinggi. Vegetasi berdaun jarum dari pinggir jalanan membawa aroma sejuk. Suasana hijau menghiasi destinasi wisata internasional tersebut. Saya belum sepenuhnya percaya bisa menapaki daerah ini dengan tanpa hambatan berarti. Alhamdulillah 'alaa kulli hal, Allah memudahkan semua urusan saya disini. Itu pertolongan luar biasa dan terjadi berulang kali. Saya merasa, apakah pantas menerimanya? Nyatanya, Allah-lah yang paling pemurah atas semua pemberian Nya.

Kemarin disuguhi jalangkonte (pastel) dan es campur untuk iftar. Sayuran khas mereka lumayan enak dilidah. Entah namanya apa dan bagaimana mereka tumbuh. Mungkin kalau saya tahu tidak akan sanggup memakannya. Seperti soto kuda di Jeneponto yang membuat saya enggan mencicipinya. Aromanya terburu-buru memenuhi kepala dan perut saya bahkan semenjak dipotong-potong dan masuk panci besar. Saya pikir, ini yang dinamakan mabuk soto kuda.

Seperti adat masyarakat Sulawesi Selatan lainnya, rumah yang saya singgahi berupa rumah panggung sederhana. Memiliki tangga dibagian depan sebagai gerbang masuk dan tangga belakang untuk keperluan dapur dan kamar mandi. Ada beberapa pot bunga yang tergantung di teras. Bunga dengan daun berwarna-warni itu sangat cantik menjuntai di teras. Belum lagi tongkonan yang berdiri megah ditengah sebagai sentralnya. Rumah ini berdiri kokoh bersama 2 rumah lainnya dengan 1 tongkonan. Rumah lain ada disisi lain bukit. Kita bisa membayangkan betapa sunyinya situasi di sekitar rumah. Menjelang maghrib suara binatang mulai memenuhi telinga. Gelap menyelimuti semua sisi. Lampu-lampu didalam rumah dinyalakan. Apa suhu sudah menurun? Saya rasa belum.

Buka puasa berlangsung hidmat. Menikmati sayuran khas Tana Toraja dan ayam goreng bersama-sama. Kami sebagai tamu datang bertujuh dan tuan rumah 3 orang. Ada 10 orang dirumah, ramai bukan?

Meski berada di wilayah sepi dan agak jauh dari jalur kabupaten, jaringan internet masih bagus. Sinyal provider bisa digunakan dengan baik. Listrik pun menyala 24 jam. Air tersedia di bak penampungan. Sepertinya air disini lebih baik daripada di Enrekang dengan melihat tanah yang basah dan subur disekeliling rumah. Saya merasa nyaman berada disini dengan udara sejuk dan situasi yang tenang.

Sebagian masyarakat Toraja adalah penganut Kristen, sebagian lain Muslim. Upacara yang dihelat di Rembon mayoritas diikuti oleh keluarga nasrani. Keluarga muslim yang hadir lebih sedikit jumlahnya.

Upacara kematian di Tana Toraja terbilang mahal. Selain tidak terjadi setiap saat, keluarga harus menyediakan perlengkapan seperti binatang sembelihan, pemesanan tempat keluarga yang datang, akomodasi ke tempat upacara dan sebagainya. Waktu persiapannya bisa memakan waktu bertahun-tahun. Teman saya menaksir biaya untuk upacara kematian mencapai ratusan juta bahkan sampai milyaran. Coba bayangkan untuk menyimpan jenazah mereka harus memasukkannya kedalam peti dan diletakkan di tongkonan. Berapa biaya untuk membuat 1 tongkonan? Tergantung megah atau tidaknya bentuk dari tongkonan tersebut. Semakin megah, semakin besar biayanya.

Upacara kematian disertai dengan pemotongan kerbau dan babi ditengah lapangan. Ada pula kerbau yang disiapkan untuk pertarungan di arena terbuka. Kerbau yang keluar arena dinyatakan kalah. Ada lebih dari 10 kerbau besar dan kuat yang turut meramaikan acara. Arena yang tadinya sepi dipadati oleh masyarakat yang ingin menonton. Penonton yang mengenakan pakaian serba hitam dengan ornamen tenun toraja ramai bersorak. Mereka memenuhi pinggiran arena, diatas bukit-bukit dan pematang sawah. Kerbau pun dapat berlari ke arah mana saja. Itulah yang membuat heboh dan tegang penonton. Setelah mendapatkan pemenang, satu per satu penonton pulang. Ada yang membawa kaki babi dengan dipanggul berdua. Ada yang memasukkannya ke dalam karung.

Cerita menarik lainnya pasti begitu banyak. Setiap sudut Toraja memberikan cerita yang mengesankan. Ada ketenangan, ada kemegahan dan ada kebanggaan. Itulah Tana Toraja. Semoga ada kesempatan berjumpa kembali.

Rabu, 09 November 2016

Surat untuk tahun ke 30

Jilvia Indyarti:
Untuk Diriku ketika Menapaki 30 tahun

Perempuan selalu mengkhawatirkan keriput dan usia 30an. Ini benar-benar poin yang cukup menggelisahkan nan merepotkan tapi tidak bagi perusahaan kosmetik. Keriput menjadi tantangan bagi pengembang untuk menghasilkan produk-produk anti-aging yang mutakhir. Disaat perempuan-perempuan muda menapaki usia matang mereka, perusahaan kosmetik menari diatas profit dan bersyukur atas keriput yang membuat kalang kabut kaum hawa.

Apakah semenyeramkan itu? Nyatanya tidak seburuk yang dibayangkan.

Usia 30an merupakan masa dimana perempuan mencapai titik puncak dari kecantikannya. Selain matang secara emosi, perempuan telah menemukan jalan hidupnya dengan memperoleh pekerjaan yang tetap, berkeluarga, dan melakukan aktivitas yang menantang sebelum angka 30. Atas fase hidup yang kompleks tersebut wajarlah jika perempuan yang telah matang secara fisik dan mental menunjukkan inner beauty-nya. Berbagai macam ujian dalam pekerjaan telah diperoleh dengan penuh perjuangan. Perempuan harus benar-benar berusaha untuk mencapai angka 30 dengan baik. Tentu setiap orang akan berbeda pengalamannya dengan yang lain. Pilihan hidup mengambil peran dalam hal ini.

Saya menulis ini ketika 26 tahun dan semakin panik dengan usia. Pekerjaan yang jatuh bangun menambah kegelisahan tersebut. Apalagi dengan status single yang masih bertahan hingga detik ini. Satu-satunya hal paling ajaib adalah keinginan untuk mengambil pendidikan. Bukan pilihan yang mudah memang. Penuh resiko yang berlangsung sampai seumur hidup. Benar-benar rumit.

Ada 4 tahun untuk merangkai cerita agar hidup lebih bermakna. Jujur saja, sekarang saya tidak punya ide realistis. Hanya optimis bahwa kesempatan selalu ada untuk mereka yang berusaha. Saya rindu kerja keras dan mati-matian. Bahkan sampai tidak tidur demi sebuah keinginan. Menjelang 30 yang saya tidak bisa prediksi akan datang dalam suasana yang seperti apa. Ada denyut optimis yang terus memberikan nyawa. Saya harus mencari segala macam usaha dan cara terbaik untuk memenuhi semua impian.

Mendadak saya tidak takut dengan kerutan. Artikel kesehatan dalam media online pernah membahas kerutan. Salah satu penyebab kerutan adalah tarikan otot di wajah akibat tertawa. Senyum tidak membuat otot wajah mengendur drastis. Berita baiknya adalah kerutan yang muncul boleh jadi karena kita selalu tertawa. Selain karena pertambahan usia dan perkembangan fisiologis. Saya merasa terhibur dengan pikiran tersebut. Ada baiknya tertawa selagi ada hal menggelikan dan lucu bagi kita. Itulah usaha untuk menjaga hidup agar tetap 'hore'.

Jika saya memasuki usia 30 semoga banyak hal telah diraih. Pasangan, anak, karir, orang tua  dan kehidupan pribadi yang sehat adalah harapan yang realistis. Demi semua itu saya harus mengerahkan seluruh daya dan upaya.

Selamat datang 30, semoga Allah ridha dan menggenapi semua ikhtiyar dengan takdir terbaik. Aamiin

With Love,
Jilvia Indyarti

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...