Senin, 11 Agustus 2014

Mengenai Jilboobs dan Menyikapinya



Saya membuka link tentang Jilboobs setelah teman saya di facebook memposting sebuah link berita online. Kemudian saya cek berita dan akun yang mengatasnamakan Jilboobs. 
Hal pertama yang saya pikirkan yaitu “Yang seperti ini ada banyak di sekitaran kita. Bahkan tidak berada dalam satu komunitas rapi. Serius, hampir setiap hari saya melihat yang seperti ini”. Beberapa postingan foto menampilkan perempuan mengenakan kaos, kerudung dan skinny jeans ketat dengan pose yang aduhai. Saya menyadari masih ada beberapa orang teman yang saya lihat mengenakan model pakaian yang seperti itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa trend berhijab begitu mudahnya disusupi oleh hal-hal yang tidak diajarkan Nabi saw sebelumnya? Astaghfirullah..
Sebelum menengok lebih jauh mengenai hukum yang membahas tentang hijab, saya ingin memberikan istilah lain yang erat kaitannya dengan jilboobs.
Jilboobs merupakan salah satu komunitas perempuan berkerudung yang ada di Indonesia. Jilboobs dapat diartikan dalam bahasa sederhana menjadi jilbab dan boobs (payudara, aurat). Berdasarkan foto yang diposting akun tersebut, model pakaian yang dikenakan perempuan tersebut sangat ketat dan memperlihatkan lekuk tubuh. Hijab merupakan kain penutup yang menjadi istilah pertama kali saat perintah tersebut diturunkan. Perintah berhijab memang turun secara bertahap. Hijab pun dalam arti katanya merupakan kain penutup. Kalau kita cermati, yang namanya kain penutup sekadar menutup saja. Sedangkan jilbab merupakan kain penutup dari kepala hingga kaki yang tidak memperlihatkan bentuk tubuh, tidak tipis dan tidak transparan.
Perintah berhijab diturunkan oleh Allah swt dalam Q.S Al Ahzab: 53,
“Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali kalian diijinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kalian diundang maka masuklah dan jika kalian selesai makan, keluarlah kalian tanpa asik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepada kalian (untuk menyuruh kalian keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara mereka lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Dan tidak boleh kalian menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak pula mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah beliau wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah sangat besar dosanya disisi Allah”.
Selain itu pada Al Ahzab: 59 lebih tegas diperintahkan perempuan untuk berhijab,
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak perempuanmu dan istri orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Syarat hijab dalam Fikih Wanita karya Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah,

1. Hijab harus menutupi seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, yang dikenakan ketika memberikan kesaksian dan shalat.
2. Hijab bukan dimaksudkan sebagai hiasan bagi dirinya sehingga tidak boleh mencolok warnanya , atau kain yang penuh gambar dan hiasan.
3. Hijab harus lapang dan tidak sempit sehingga tidak menggambarkan postur tubuh.
4. Hijab tidak memperlihatkan sedikitpun bagian kaki wanita.
5. Hijab yang dikenakan tidak sobek sehingga tidak menampakkan bagian tubuh atau perhiasan wanita dan tidak boleh menyerupai laki-laki.
Naaah, bagaimana dengan jilboobs? Dilihat dari penyebutannya saja tidak indah. Padahal Allah menyukai keindahan pada diri umatnya. Maka, tentu jilboobs tidak datang dari Allah. 
Tepat sekali statement yang diberikan oleh Hidayat N Wahid yang memandang “mereka yang mengenakan jilboobs mungkin belum mengerti esensi berhijab. Wajar jika terdapat miskonsepsi sehingga terjadi fenomena seperti itu. Mari kita beri pengertian dan bimbing mereka ke arah yang lebih baik”.
Dalam sebuah blog milik Fahd Pahdepi, “rasanya kurang tepat jika kita memandang mereka yang sudah berniat menutup aurat kemudian mencela dan mencemooh ini dan itu. Dekati. Ajarkan cara berjilbab yang benar”.
Saya sepakat dengan keduanya. Memberikan penghargaan terhadap perempuan yang sudah berniat untuk berhijab itu sangat penting. Pengakuan terhadap keberadaan (niat) mereka sangat mereka butuhkan. Kita mungkin terburu-buru mencela mereka. Padahal dari Abdullah bin Mas’ud ra dia menceritakan Rasulullah saw bersabda: “Mencela orang muslim itu sebuah kefasikan, sedang membunuhnya merupakan suatu kekufuran” (HR Bukhari, Muslim dan At Tirmidzi). 
Bukankah menutup aib mereka akan berbalas pahala serupa dari Allah swt?
Dari Abdullah bin Umar ra, Rasulullah bersabda: “Orang muslim adalah saudara bagi saudaranya yang lain, tidak berbuat dzalim kepadanya dan tidak menghinakannya. Barangsiapa yang peduli pada kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya dan barangsiapa yang menghilangkan kesusahan seorang muslim, maka Allah akan menghilangkan kesusahannya pada hari kiamat kelak. Dan barangsiapa menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat kelak” (Muttafaqun ‘Alaih).

Tentu kita akan mengambil sikap terbaik sesuai dengan ketentuan-Nya bukan?
Wallahu’alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...