Sabtu, 05 April 2014

Tentang Rasa Sakit yang Harus Diakui

Penyangkalan terhadap rasa sakit akibat orang lain terasa menyedihkan ya? Mereka yang mengoreksi kesalahanmu dengan cara yang tidak kita sukai memang menyebalkan. Kita pun menjadi berpikir “Apakah mereka tidak punya kalimat lain yang lebih lembut?” Mungkin mereka adalah orang spesial yang benar-benar kamu hargai. Mereka benar-benar kamu gambarkan dalam keadaan seideal-idealnya manusia. Padahal mereka toh manusia biasa seperti kamu yang tidak bisa 100% seperti yang kamu inginkan.

Sungguh kalimat itu begitu menusuk. Seolah aku terdakwa yang sangat salah dan harus dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Mereka bahkan sempat tertawa tanpa dosa dengan meninggalkan luka di jiwa kita. Kamu tahu, itu cukup menyakitkan dan dapat dijadikan alasan untukku meninggalkan ruangan tanpa permisi.

Tapi pada akhirnya kamu hanya duduk patuh dan mengucapkan beberapa patah kata yang tidak dari hatimu. Kamu malah membenarkan sikap kurang ajar itu menginjak-injakmu dengan bangga. Yang paling menjijikkan adalah segumpal air yang menggenang di pelupuk mata kini hanya terdiam disitu. Perwujudan dari rasa sakit yang tertahan.

Kamu akan tahu suatu hari rasa itu akan muncul jika kamu tekan semakin hebat ke pedalaman hatimu. Ia akan naik dalam tempo lambat dan sampai dipermukaan suatu hari nanti. Bisa saja kamu memarahi seseorang dengan luapan emosi maksimal padahal ia hanya memecahkan gelas seharga 2000 rupiah. Ia akan naik jika tidak kau keluarkan dengan bijak. Pasti.

Tapi kamu sebenarnya tidak perlu memaki dalam hati. Menangislah untuk dirimu sendiri. Merataplah untuk hati yang sedang belajar dewasa. Memakilah dalam susunan kalimat. Ungkapkan yang ingin kamu katakan. Jujur terhadap diri sendiri jika ingin memaki dan menangis. Karena menahan sakit justru mematikanmu lebih cepat dan menyeramkan. Sebab memendam kesedihan hanya membuatmu terlihat lebih menyedihkan.

Memakilah.
Menangislah.
Agar hatimu lepas dari bibit dendam.

Bukankah menangis menguras energimu hingga kamu harus makan banyak-banyak setelahnya? Bukankah memaki membuatmu kehausan dan kelelahan? Meski demikian, energi negatif akan hilang bersamaan dengan lenyapnya makianmu.

Badanmu terasa lebih ringan dan kepalamu lebih mudah ditegakkan. Dadamu sudah tidak sesak lagi. Tanganmu tidak lagi berat untuk digerakkan. Yang pasti kamu ingin keluar rumah dan bertemu banyak orang.
Sesederhana itu rasa sakit diekspresikan setelah sebelumnya diakui dalam diri.

Sekaran, 31 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...