Minggu, 20 Oktober 2013

Energi Melepas

Solo selepas ashar begitu ramai oleh kendaraan yang akan mengakhiri aktivitas selama seharian penuh. Lalu lalang orang-orang menuju kepulangannya membawa lelah dan gairah yang telah habis terkuras. Rutinitas sore yang hiruk pikuk mengantarkan saya pada satu renungan dalam tentang kepulangan. Kita semua akan pulang setelah rutinitas selesai dikerjakan. Tuhan memanggil kita jika segala urusan telah usai. Entah usai bagi kita kemudian diselesaikan oleh orang lain atau memang telah selesai dan benar-benar tidak akan berlanjut. Kita akan sama-sama pulang dalam waktu yang mungkin berbeda. Pun kita akan sama-sama pulang pada satu tujuan yang sama.

Seorang perempuan cantik menjemput saya diterminal dengan mengenakan blazer ungu, jilbab ungu dan rok motif bunga ungu. Padanan yang cantik untuk perempuan cantik. Yang namanya sudah cantik, mau berjibaku dengan lumpur pasir pun tetap saja cantik, pikirku dalam hati. Solo yang sore menyambut saya yang selalu bahagia jika menyentuh udaranya. Namun kali ini, hujan tidak menyambut saya seperti biasanya. Tanahnya tidak basah.

Menuruti perut yang sudah meminta haknya, dia mengajak saya menikmati mie warna warni yang disajikan penjual perempuan beretnis tionghoa disekitaran kampus. Obrolan tidak penting hingga rencana-rencana pasca kampus yang terlampau berat untuk dibincangkan kala senja mencairkan suasana. Saya selalu senang datang ke kota ini. Meski ada cerita-cerita yang tidak sempat diutarakan karena waktu yang sangat terbatas. Lain kali, kami akan berbincang banyak tentang hidup. Saya yakin akan datang kesana lagi atau dia yang akan bergantian datang ke kota saya. Yang pasti, saya merasa masih berhutang cerita lengkap yang baru separuh saya ungkapkan.

Segala urusan pada akhirnya akan terhenti sejenak ketika kita dipanggil Nya untuk menghadap. Sujud maghrib di Kota Layak Anak dalam rumah yang sangat megah membuat saya ingin berlama-lama disana. Bukan karena ketika saya tengah merasa butuh kemudian saya akan betah disuatu tempat. Saat itu saya hanya merasa rumah Nya benar-benar lapang dan mampu menampung seluruh beban hidup saya sekalipun saya hanya terduduk diam. Sayangnya, ada perempuan lain yang menunggu saya di salah satu tempat. Saya harus beranjak dari rumah Nya.

Solo malam hari masih ramai oleh kendaraan pribadi yang membawa pemiliknya menyusuri Slamet Riyadi dengan lancar. Tempat yang saya tuju berada di luar kota Solo dan itu membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit untuk sampai sana. Sekali lagi kami menyusuri jalanan yang masih ramai oleh lalu lalang kendaraan.

Saya melepas kehadiran perempuan cantik yang telah menemani saya sejak usai ashar hingga malam dengan perasaan yang masih tertinggal. Ada cerita yang belum tersampaikan. Mungkin Tuhan punya alasan lain mengapa belum juga memberi saya kesempatan untuk melepas apa yang saya harus lepas. Atau karena semuanya harus tersimpan untuk memberi saya kekuatan agar tegak berdiri setelah saya sudahi semuanya. Ketika saya menyadarinya, waktu mengharuskan saya untuk pulang dengan unfinished bussiness tersebut. Saya tidak ingin menyebutnya unfinished bussiness. Sungguh saya ingin semuanya benar-benar selesai. Namun kenyataannya masih ada yang tertinggal sekalipun hanya perlu untuk diceritakan dan semua usai. Entah, Tuhan pasti punya alasan lain mengapa saya belum juga mampu mengungkap semuanya.

Akhirnya saya harus pulang. Saya hanya berpikir satu hal "Tuhan memanggil kita pulang saat semuanya sudah selesai dan cukup bagi kita atau jika tidak, akan ada orang lain yang akan menyelesaikan urusan kita. Ya. Akan ada jiwa lain yang akan membantu kita menyelesaikan urusan kita".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...