Selasa, 07 Oktober 2014

Sudut Ar Rahman



Rasanya seperti hendak menuangkan teh ke dalam cangkir tetapi cangkirnya tidak ada. Meski ada gelas, mug, atau yang lain, tidak sama maknanya dengan cangkir. Dan ketiadaan melemparkan diri dalam sudut-sudut Ar Rahman. Memaksa logika keimanan terbangun kokoh. Sekecil apapun titik kebahagiaan, Ia akan merangkai lingkaran penuh satu demi satu

Subhanallah
Alhamdulilllah
Laailaahailallah
Allahu Akbar

Janji Allah pasti ditepati. Kebahagiaan mutlak turun bahkan sebelum hujan mengguyur bumi yang kerontang karena kemarau. Dinginnya masih terasa di ujung jari kaki. Semua kebahagiaan meluap, syukur tumbuh perlahan sementara matahari perlahan naik melewati kaki langit.

Memang benar, sekecil apapun kebahagiaan dan kebersamaan yang kini tersedia tidak akan membuatmu sedih berlarut-larut. Kamu bahagia seperti mereka karena Allah telah memenangkanmu dan menunjukmu untuk bahagia 100%. Kesepian hanya milik mereka yang miskin hati. Sedangkan kesendirian tetap milik mereka yang tidak punya pilihan. Bukankah kamu selalu punya pilihan untuk bahagia?

Inilah persembahan untuk orang-orang terbaik dalam hidup. Tak perlulah membicarakannya di hadapan seluruh manusia. Tak perlulah menunjukkan ini dan itu. Karena penduduk langit telah memuliakan mereka dengan permohonan yang telah naik bersama airmata kesungguhan.

Akhirnya setelah lima kali putaran bumi mengelilingi langit, toga bergeser ke arah kanan. Menyelesaikan satu jenjang pendidikan untuk melangkah mencari ilmu yang lebih banyak di bumi Nya. Allah benar-benar menepati janji.

@Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...