Rabu, 13 April 2016

Ende



Karena Kita Harus Tetap Membuka Mata

Seorang teman bercerita bahwa kisah cintanya benar-benar rumit. Lelaki yang disukainya memilih untuk tidak memilihnya dan mengejar karirnya di negeri jauh. Laki-laki itu jelas sudah memutuskan untuk tidak memilih teman saya. Namun teman saya kekeuh dengan posisinya. Akhirnya keduanya sama-sama dengan kekeraskepalaannya. Situasi menegang. Laki-laki hendak pergi merantau. Perempuan masih ingin mempertahankan. Pelik. 

Itu sebagian scene yang bisa terlihat dan terjangkau oleh jaringan perpesanan instan. Di lapak yang lain, teman satu kampung malah sibuk bersyukur karena menerima beasiswa studi lanjut di universitas ternama. Masih banyak cerita yang ter-update oleh jejaring sosial setiap harinya. Soal cinta, pendidikan, anak, keluarga, persahabatan, bisnis, pertengkaran dan sebagainya menguap hangat di recent update

Yang saya lakukan adalah tetap membuka mata terhadap situasi yang terjadi disekitar. Berteman dengan banyak orang kemudian belajar hidup dari mereka tidak akan membuat kita rugi. Kita melihat pandangan mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Mereka memberikan kita pengalaman berteman yang rupa-rupa. Mereka membiarkan saya membaca hidup mereka. 

Ketika saya mengalami hal yang buruk dalam hidup saya, mereka mendengarkan keluhan dan membiarkan saya mengambil keputusan penting. Beberapa dari mereka sangat bijak dalam memberikan masukan. Saya seringkali keras kepala. Mereka bisa marah-marah atas persoalan yang saya hadapi. Sementara saya berkutat pada hati yang berantakan. 

Sampai pada suatu kejadian yang menyakitkan dan mengharuskan saya tetap menjalani hidup saya seperti biasanya. Saya harus tetap berangkat ke sekolah, makan 3 kali sehari, merawat badan, menelpon keluarga di rumah dan meng-update akun sosial media. Seberat apapun ujian yang datang menghampiri, saat nyawa saya masih bersarang dalam tubuh, saya tahu bahwa saya harus menghargai kesempatan untuk hidup. Tuhan membiarkan saya tetap hidup dengan ujian yang berat. Artinya saya mampu mengatasi masa krisis dan dapat bertahan hidup. Oleh karena itu saya tetap membuka mata di saat menyakitkan dan menyedihkan dalam hidup. 

Mari kita bayangkan ketika kita menutup mata saat kehidupan di titik nadir. Hidup yang gelap akan bertambah gelap. Bukankah kita butuh “cahaya” untuk berjalan dan bertahan? Maka saya memilih membuka mata di saat tersulit agar saya bisa menemukan cahaya yang diberikan Tuhan. Saya bercerita kepada teman terdekat dan orang dewasa. Kemudian mereka memberikan saya masukan berarti untuk mengatasinya. 

Misalnya pada suatu kasus kekerasan yang kita lihat didepan mata. Mengapa kita menutup mata dan bersembunyi? Padahal kita bisa menghentikan atau setidaknya berteriak minta pertolongan. Kita bisa mencegah dengan tangan kita karena kita tahu bahwa kekerasan pasti sangat menyakitkan dan meninggalkan trauma. Kita bisa melihat orang yang lewat atau benda-benda yang bisa digunakan untuk mempertahankan diri. Apa jadinya kalau kita menutup mata dan diam saja? Hidup berpeluang menjadi lebih buruk. Bisa jadi kekerasan yang ada didepan mata menimbulkan korban nyawa dan mengincar orang lain. Ya. Tetaplah membuka mata untuk menemukan pertolongan. Tetaplah membuka mata untuk melihat apa yang bisa kita manfaatkan untuk membuat situasi menjadi lebih baik. 

Kesulitan memang memiliki levelnya. Begitupun pertolongan Nya. Jika kita mau berusaha sedikit saja lebih keras, pertolongan akan datang lebih tepat dan manfaat. Kita diam. Tuhan akan mendiamkan. Kita bergegas, Tuhan menolong dengan bebas. Pertolongan Nya kadang terlihat ketika hati kita sedang tidak berfungsi. Maka tetaplah membuka mata. Semoga kebaikan menghampirimu lebih cepat dari yang kau bayangkan.

April, 8th 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...