Minggu, 04 Maret 2018

Komitmen

"Karena memang kita bukan hakim atas hidup orang lain yang berhak mengadili apa-apa yang mereka lakukan. So, do not hectic with'em. If you wanna help, just go and talk".

Status yang saya share via whatsapp sebenarnya tidak ada hubungannya dengan komitmen tetapi sedikit teringat bahwa ketika sebuah komitmen yang kita bangun berantakan, mendadak kita jadi hakim yang menilai ini itu dan memvonis mereka. Ada juga suara dalam diri yang menyadarkan "memangnya kita siapa berhak meminta loyalitas orang lain tanpa mau tahu apa dan bagaimana situasi mereka?". Lalu sebuah kalimat agak tenang mengurangi ketegangan, "Kita tidak bisa membahagiakan semua orang dalam sekali waktu. We can't do it. Kita tidak bisa mengatakan YA pada semua orang. That's too difficult to do. Tapi kita bisa memulai untuk menepati janji dengan teman, membantu orang lain yang kesulitan, menghibur teman yang sedang sedih, tersenyum ketika bertemu dengan orang lain dsb. Bagi saya, hal kecil tersebut sudah merupakan latihan untuk  berkomitmen dengan baik.

Kalau kita bida berkomitmen terhadap hal kecil, kita tidak akan kesulitan untuk berkomitmen terhadap hal yang lebih besar. Ketika seseorang mampu melakukannya, sadarilah bahwa ia adalah teman yang sejati. Dia adalah pasangan yang hebat dan bisa diandalkan. Tidak peduli apakah dia manager/CEO perusahaan ataukah seorang buruh. Apabila komitmen yang dia ambil dijalankan dengan sungguh-sungguh maka kita tidak boleh melepaskannya begitu saja. Belajarlah dari mereka tentang kebulatan tekad, fokus, kepercayaan, menghargai hubungan menikmati proses, dan profesionalitas. Merekalah guru kehidupan yang tidak nampak tapi pengaruhnya terasa. Bahkan mendengar namanya saja kita langsung salut dan takjub.

Komitmen dalam hal apapun sangat dibutuhkan karena melibatkan diri sendiri dan orang lain. Komitmen melibatkan satu kehidupan dengan kehidupan lain. Bayangkan jika seseorang berkomitmen untuk menikah dan ditengah jalan ia tidak komit. Bukan hanya kehidupannya yang berantakan, tetapi kehipan pasangannya pun demikian. Jika komitmen yang kita bangun bisa kuat dan berhasil banyak manfaat yang dirasakan orang banyak. Sebaliknya, jika komitmen yang dibangun berantakan kita hanya membawa kerugian bagi hidup orang lain. Na'udzubillah.

Ada sebuah pengalaman mengenai komitmen dalam kehidupan sehari-hari..

~ Beberapa rekan kantor berniat untuk mengunjungi atasan dikediamannya. Saya menyanggupi datang dengan membonceng seorang teman. Yang lain berkata akan menyusul dan langsung ke TKP. In the last minute, seorang teman mengirim pesan kepada saya mengenai ketidakhadirannya karena harus mengantar anaknya membeli buku. Atasan saya yang sedikit baperan langsung nerocos panjang lebar. Beliau menyayangkan sikap bawahannya yang tidak komit dengan kata-katanya. Dengan nada kesal "Nganter anak kan bisa besok, lagian ini masih Sabtu. Moment ketemu teman kantor diluar kan jarang-jarang. Mana tahu lain waktu kita bisa kumpul begini ramai-ramai". Meskipun kesal, saya tidak berkomentar banyak dihadapan atasan saya ~

Pernahkah kita membayangkan betapa kecewanya orang yang sudah kita beri komitmen lalu kita hancurkan? Mungkin mereka mengorbankan hal yang lebih besar ketimbang kita yang bukan siapa-siapa. Mungkin mereka telah membatalkan rencana liburan dengan keluarga demi menemui kita. Dan sederet kemungkinan yang kita tidak duga. Lalu kita?

Demi mengejar sesuatu yang lain, apakah kita harus menginjak-injak kepercayaan orang lain. Apakah karena mereka bukan significant others lantas kita meremehkan dan menganggap mereka tidak akan apa-apa?

Saya justru ingat bahwa "segala perbuatan baik, akan kembali baik. Sedangkan perbuatan buruk akan kembali buruk. Kalau ingin diperlakukan baik oleh orang lain, perlakukanlah mereka dengan baik terlebih dahulu".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...