Sabtu, 03 Maret 2018

Just Call Her PELAKOR

Akhir-akhir ini banyak bermunculan kasus orang ketiga atau yang lebih update disebut pelakor. Ada kehebohan seorang pelakor dihujani uang oleh istri lelaki di medsos, ada pula postingan agak menyentak "gak papa kok demen sama suami orang", hingga cerita seorang teman sendiri yang dituduh sebagai orang ketiga.

Fyuh. Saya harus menghela nafas sekejap.

Perselingkuhan, seks bebas atau zina sudah ada sejak jaman dahulu. Yang membuat miris adalah perempuan yang selalu menanggung resiko paling banyak. Dalam seks bebas selalu ada resiko hamil diluar nikah dan yang rugi pasti perempuan. Apa sisi ruginya? Nama baik, status sosial, dosa, persepsi masyarakat, resiko selama kehamilan dan pasca melahirkan hingga merawat anak. Selalu ada resiko dibalik kasus hamil diluar nikah. Sekalipun ya, laki-laki mau bertanggungjawab menikahi dan menafkahinya. Apalagi jika sudah menyangkut rumah tangga orang lain. Duuh, semakin rumit.

Sempat membahas ini di kantor lama dengan teman-teman yang mayoritas sudah berkeluarga. Mereka terang-terangan menyalahkan perempuan yang menggodai laki-laki. Namun ada seorang teman yang menyeletuk "Jangan selalu nyalahin perempuannya dong. Salahin juga laki-lakinya yang mau". Pecahlah obrolan yang lebih heboh dengan argumen ala emak-emak. Kalau ditanya saya mendukung yang mana, jujur ini persoalan yang butuh kehati-hatian dalam menjawab.

Moral dan masyarakat selalu berkaitan satu sama lain. Perkembangan moral dipengaruhi perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitupun sebaliknya. Dijaman now yang serba terbuka dan mudah diakses, transfer informasi semakin tidak terkendali. Betapa mudahnya mengakses informasi gempa yang terjadi 1 menit yang lalu. Sekarang amat mudah mencari informasi harga tas dari situs belanja online tanpa harus muter-muter ke gerai offline. Ditengah kemudahan tersebut asupan masyarakat semakin beragam. Masyarakat menerima segala macam informasi dan belajar untuk mengelolanya. Informasi yang masuk pun bisa benar/salah dan bisa baik/buruk. Kemampuan masyarakat dalam mengolah arus informasi yang diterimanya menjadi cikal bakal moral etika yang akan dilempar ke pusaran pergaulan. Inilah yang benar-benar harus disikapi dengan bijaksana.

Cerita tentang orang ketiga/pelakor dengan segala drama yang membungkusnya merupakan penyakit lama yang menguji kedewasaan kita. Apakah perkembangan jaman yang begitu pesat disertai dengan pemahaman moral etika yang lebih baik dari generasi sebelumnya? Apakah kemajuan dunia pendidikan, pola pengasuhan, budaya akademik institusi pendidikan, dan ideologi global yang moderat serta humanis sudah membekali kita dengan kemampuan menyikapi fenomena sosial dengan lebih bijak?

Selang beberapa hari obrolan mengenai pelakor, seorang teman memancing pembicaraan. "Kemaren kok pas gue bahas responnya begitu ye?" Spontan teman sebelah saya menjawab, "Elu kaya gak tahu dia aja sih mbak. Dia kan emang gitu kalau ama lelaki. Agak genit-genit gimana gitu". Saya mendengarkan dengan seksama apa yang mereka bincangkan. Ini menjadi bahan perenungan sendiri untuk saya. Pergaulan saya dengan laki-laki bisa dibilang mudah dan cepat akrab. Saya bisa bergaul dengan mereka yang berbeda usia, pengalaman, latar belakang budaya agama pendidikan dsb. Menyadari hal ini saya semakin sadar bahwa menjaga diri saya sendiri adalah sebuah kewajiban. Daripada terjebak dalam pergaulan dengan lawan jenis yang tidak sehat dan penuh resiko.

Jadi, dalam kasus pelakor siapa yang layak dikambinghitamkan? Saya pikir ini terlalu mengadili seseorang. Kita juga bukan hakim moral etika yang berhak mengetuk palu. Tidak ada hakin untuk itu. Sebagai perempuan, menyadari kehormatan diri sendiri sangat penting. Kita harus mengetahui batasan pergaulan. Soal kapan kita bisa bertemu dengan lawan jenis, kapan bisa chatting, dan bagaimana kita memperlakukan mereka. Sebagai laki-laki tentu menjaga pandangan sangat dianjurkan. Ada banyak perempuan berwajah cantik dan berhati baik diluar sana. Adakalanya lebih cantik dari istri si laki-laki. Tetapi jika laki-laki mampu menjaga pandangannya dan perempuan tetap dalam batasnya, insya Allah tidak ada kasus orang ketiga/pelakor disekitar kita. Karena mungkin ada benarnya juga sebuah kalimat yang mengatakan "Kucing dikasih ikan mana ada yang nolak".

Mudah-mudahan kita terjauhkan dari pengaruh buruk perkembangan jaman. Cyaaat cyat. Fokus kerja aja, fokus nyari rejeki.. 🙏

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...