Sabtu, 13 Desember 2014

Perempuan dan Karir



Pagi ini,

Seorang suami mengendarai sepeda motor dan menurunkan istrinya di pertigaan jalan yang ramai. Anak lelaki yang bersama Ibunya kurang lebih 8 tahun atau lebih muda dari itu. Kedua suami-istri itu berpakaian PSH [pakaian seragam harian]. Saya menduga pasangan tersebut PNS atau tenaga honorer suatu yayasan/instansi.

Sang istri dan anak lelakinya berdiri di pertigaan jalan yang ramai oleh lalu lalang kendaraan masyarakat yang akan berangkat kerja atau mengantarkan anaknya ke sekolah. Sementara sang suami berlenggang dengan anak perempuannya yang berusia kurang lebih 5 tahun. Saya perlu memperhatikan sang suami yang mengenakan ransel dipunggung dan anaknya yang duduk cantik didepannya. Anak yang mengenakan kerudung coklat tersebut berpegangan pada spion didepannya. 15 detik untuk memperhatikan sang Ayah dan putrinya berlalu dari pertigaan.

Kembali pada sang istri dan anak lelakinya yang masih berdiri dipertigaan jalan. Saya pikir mereka akan menyeberang jalan tetapi didekat pertigaan tidak ada sekolah atau instansi kecuali SMP yang berjarak 200 meter. Cukup jauh untuk dicapai dengan berjalan kaki dan sang suami tentu akan menurunkan istrinya di SMP jika itu tujuan istrinya.

Kemudian saya berpikir tempat kerja sang istri harus dicapai dengan menumpang bus ke arah timur. Sedangkan suaminya bekerja di tempat yang lebih dekat dengan sekolah anak perempuannya. Akan merepotkan jika sang istri harus mengantarkan suaminya baru berangkat ke tempat kerjanya. Membutuhkan waktu yang lumayan lama dan memakan waktu padahal pagi hari merupakan jam sibuk.

Mendadak hening dengan adegan didepan mata yang berhasil menyibukkan pikiran itu.

 Mencari nafkah merupakan kewajiban suami, urusan domestik cenderung diserahkan kepada istri. Begitulah pendapat umum yang berkembang di masyarakat. Teman, saudara, atau kebanyakan masyarakat menerapkan hukum tersebut. Pagi ini saya menemukan hukum lain yang sudah diterapkan orang lain. Setiap pasangan baik yang belum ada 1 dekade menikah atau yang sudah bertahun-tahun menikah dapat menerapkan hukum yang paling sesuai dengan kesepakatan mereka.

Isu kesetaraan gender sudah bergulir selama puluhan tahun di Eropa, begitupun di Indonesia. Kita mendengar merebaknya pembelaan terhadap hak-hak perempuan dan persamaannya dengan laki-laki mulai tahun 2000-an. Aktivis perempuan yang memulai kegiatannya sejak bertahun-tahun sebelumnya muncul bak polisi dalam film yang menyelesaikan sengketa. Aktor yang mengusung isu kesetaraan gender semakin bermunculan dengan berbagai temuan yang membuat miris masyarakat. Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga, diskriminasi pada tempat kerja atau pembatasan akses dunia luar sehingga mengkerdilkan sumber daya perempuan menjadi kasus seksi untuk digarap.

Sebenarnya kondisi di lapangan tidak seburuk yang ada dalam temuan karena bersifat kasuistik atau terjadi pada kasus tertentu dalam suatu wilayah. Masyarakat yang semakin dewasa sudah menempatkan perempuan sejajar dengan laki-laki dalam peran di bidang ekonomi dan politik pemerintahan.

Kesetaraan gender dalam upaya memaksimalkan sumber daya perempuan dan aktualisasi diri tidak dapat berdiri sendiri tanpa sokongan kuat. Pasangan [suami], keluarga dan sistem yang suportif akan membantu pendayagunaan potensi perempuan dalam masyarakat. Dalam contoh adegan suami-istri yang terjadi tadi pagi, sang suami telah mendukung istri untuk melakukan sesuatu yang positif. Alasan istri untuk bekerja tidak hanya satu. Alasan tersebut misalnya membantu memenuhi kebutuhan keluarga, merencanakan target jangka panjang [membeli rumah, pendidikan anak, umroh/haji], memanfaatkan waktu luang dan kebutuhan aktualisasi diri. Dukungan suami sangat penting dalam membantu istri agar tetap memiliki kegiatan yang baik sehingga dapat menciptakan manfaat tidak hanya untuk diri dan keluarga tetapi juga masyarakat.

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang elah mereka kerjakan [Q.S An Nahl: 97]

Kita tidak akan berdebat soal penghasilan istri atau waktu yang dibutuhkan untuk bekerja oleh masing-masing mereka. Dukungan suami-istri dalam pekerjaan akan melahirkan pemahaman akan manfaat dan resiko dari kesibukan keduanya. Pengasuhan anak, pemeliharaan keluarga, quality time, hak afektif, atau perencanaan jangka panjang keluarga akan terakomodasi dalam komunikasi yang baik antara suami dan istri serta anak-anak.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...