Jumat, 13 Mei 2016

Dermaga Hujan


5.07 pm
March, 3rd 2016

Tiga lelaki melayangkan tendangan kesana kemari di tengah hujan. Tumpahan laut entah berwarna abu-abu atau masih tetap biru. Yang pasti mereka merapat ke bibir pantai dengan disertai tekanan angin yang lebih kencang. Ah. Rupanya hujan menghentikan tendangan segerombolan lelaki itu. Dermaga basah. Kapal yang tengah bersandar tetap diam. Lebih banyak air turun. Lebih banyak yang senang. Hujan adalah berkah. Mikail turun dan menyampaikan rezeki. 

Segera jala ditebar dengan sampan sederhana. Derasnya segera mereda. Suasana mendadak tidak bising oleh rintik yang menghujam. Angin lebih bersahabat dan ombak telah kembali menjadi himne abadi. Anak-anak kembali berlarian di pantai. Sementara badan kapal dimuati lagi dengan kendaraan, barang-barang dan awak kapal. Kapan kapal meninggalkan dermaga? Peluit panjang akan berbunyi sebgaai tanda bahwa jangkar telah diangkat. 

Hujan hanya sebentar mengguyur dermaga. Toh memang tidak selamanya hujan turun. Sebagai kota di tepi pantai selatan Flores, jauh di selatan sana ada tempat yang jauh lebih maju. Lebih bising dan lebih modern. Australia. Tentu jaraknya amat jauh dari dermaga ini. Bahkan orang-orang pun tidak peduli ada apa disana. Kesibukan dermaga, terminal, bandara terasa sibuk ala kadarnya. Semua berangkat dan pergi membawa urusan masing-masing. 

Tengoklah mereka yang berlalu lalang di pelabuhan. Hidup yang sibuk dari satu dermaga ke dermaga berikutnya. Pun dengan mereka yang menebar jala di perairan dalam itu. Semua orang bekerja keras. Mereka memiliki harapan ini dan itu. Semua orang memang harus bekerja keras demi sesuatu. Hujan adalah harapan bagi mereka. Benderang adalah harapan yang lain.

Matahari tinggal sejengkal di sebelah barat. Dermaga terlihst sibuk dijadikan tontonan. Banyak hal telah nampak bersiap menyambut malam. Esok akan menyajikan ujian kerja yang lebih menantang. Seperti kapal yang bersiap menantang ombak mungkin juga hujan akan menantang di siang bolong. 

Hei, matahari benar-benar nyaris tenggelam. Sedangkan kaki ini enggan melangkah barang sejengkal. Apakah tidak ada penangguhan? Aku masih ingin hujan disini tetapi aku juga ingin segera bertemu dengan Nya. Ombak terdengar mengusir, mengingatkan waktu sudah habis.
Dalam hidup, seringkali kita menjumpai hal-hal yang membuat kita harus beranjak. Aku menyukai duduk di sini tetapi bertemu dengan Nya pun bukan hal yang tidak kusenangi. Dermaga ini seolah menjadi hak. Kemudian aku sadar bahwa sesuatu yang memang milik kita tidak akan jatuh ke tangan siapapun juga. Maka pembatasan hak adalah kebijaksanaan. Kita selalu berharap hak kita cukup. Tuhanpun memberikan sesuatu yang cukup.

Aku akan beranjak dalam hitungan menit. Segala sesuatu mesti sesuai dengan kadarnya. Hakku telah di penuhi. Maka han Nya akan segera kupenuhi. Aku dan dermaag hujan telah bercengkrama. Kami melihat dan merasakan banyak hal. Senja ini bukankah sesuatu yang harus disyukuri.

Terimakasih sudah memberikan tempat.

6.05 pm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...