Jumat, 13 Mei 2016

Sekadar Hadir



Di sekolah saya yang lama, kewajiban guru BK untuk hadri setiap hari sangat ditekankan. Tidak ada jatah free untuk guru baru. Bahkan yang lebih senior hanya mendapat jatah free setengah hari dalam 6 hari kerja. Apabila jumlah guru BK mencukupi untuk dibagi shift masuk maka peluang memperoleh free day semakin besar.

Pekerjaan sehari-hari cukup santai, menurut saya. Meskipun banyak sekali hal yang sebenarnya bisa dikerjakan. Tetapi target sekolah tidak muluk-muluk membuat kami sering bingung. Berkali-kali mengajukan proposal kegiatan, pihak yayasan selalu menolak. Alasannya bermacam-macam seperti dana, waktu, kendala teknis atau kesesuaian isi kegiatan. Kami mengisi hari efektid dengan mengumpulkan ide kegiatan sebanyak-banyaknya.

Bosan? Pasti. lelahnya sebanding dengan guru lain yang mengajar di kelas. Teman saya mengeluh tetapi mengerti alasan kehadiran kami. Sesenggang appaun waktu kami di seklah, kami harus siaga setiap saat. Fungsi pendampingan terhadap murid yang tiba-tiba bermasalah merupakan tanggungjawab kami. Beberapa siswa datang dan sekadar bercerita tentang guru yang membosankan. Ada pula yang hanya mampir untuk menyapa atau membolos dari pelajaran tertentu. Satu hal yang ditekankan yaitu “kami harus ada dan tetap hadir”.

Dalam kehadiran kita di sekolah setiap harinya, selalu ada sapa dengan murid. Pukul 6 pagi kami mulai mengenali si tukang dandan, si rajin, putri terlambat dan julukan aneh lainnya. Murid SMK pandai bersilat lidah. Mereka yang terlambat terus memohon dibukakan pintu gerbang. Kami tidak menemukan kejadian lucu tersebut jika masuk beberapa hari saja. Maka kami hadir setiap hari untuk membersamai mereka. 

Apakah kita masih bertanya untuk apa hadir setiap hari? Kami memang tidak banyak melakukan hal-hal besar. Ide-ide kami terhalang perijinan dan berakhir di atas meja Kepala Sekolah. Semua hal yang kami lakukan sifatnya sebatas membantu. Kami tumbuh dan berkembang bersama mereka. Saling tahu kalau juara kelas XI AP seringkali mengenakan soft lens. Saya tahu kemarin pagi si A diantar pacarnya yang kuliah di kampus XX. Begitulah kami mengenal murid kami yang super unik.

Keakraban dengan murid bisa dilanjut ke jejaring sosial media, BBM. Mereka ABG labil yang ekspresif. Sama-sama saling komentar status dan menyemangati. Ada juga murid yang meminta kopdar di luar sekolah. Alumni yang memiliki kontak BBM saya pun masih sering menyapa dengan panggilan “Ibu baru”. Kesemuanya itu adalah dampak dari kehadiran baik di dunia nyata maupun dunia maya. 

Lambat laun mereka percaya kalau kita ada untuk mereka. Meskipun butuh proses yang tidak sebentar. Kami harus mencitrakan diri secara positif dan terbuka terhadap mereka. Mau tidak mau mereka mengenal kita dan sebaliknya. 

Di tempat yang jauh dari murid bergincu, saya semakin sadar untuk senantiasa hadir. Tidak peduli betapa kosongnya hari karena jam masuk kelas hanya 4 jam pelajaran per minggunya. Tidak peduli berapa lama dan lelahnya jarak tempuh yang harus dilalui setiap harinya. Jika setiap hari saya bisa melihat mereka belajar bersikap, apapun untuk mereka. Karena sungguh kehadiran saya tidak pernah sia-sia. Mereka belajar, begitupun saya. 

Nangapanda, February 24th 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...