Bagi saya,
pahlawan ialah beliau yang membantu saya menyelesaikan bacaan Alquran
saya. Jika Delisa mampu menyelesaikan bacaan shalatnya dengan
didatangkan Tsunami yang dahsyat maka saya menyelesaikan bacaan Alquran
saya dengan cara yang lebih sederhana.
Ditemani lampu pijar
5watt setiap malam saya menyusuri kalimah Nya dengan dimandori seorang
laki-laki ceking paruh baya. Suara saya yang sebenarnya
sangat jauh dari qari' rasanya bukan masalah substansial yang
menggelisahkan. Yang penting ada suara yang keluar dan hukum bacaannya
benar. Maka saya terus melahap ayat demi ayat yang ada. Motivasi setiap
malam adalah setelah tanda 'ain akan selesai. Harapan layaknya kembang
kertas didepan halaman yang melambai-lambai untuk dipetik tetapi tak ada
orang yang tertarik bahkan untuk melihat. Akhirnya, saya hanya bisa
pasrah jika huruf 'ain terlewatkan begitu saja. Jangan ditanya suara
saya semerdu apa. Antara dongkol, suara yang hampir habis, cahaya yang
terbatas dan rangkaian kalimah Nya yang tanpa titik, keputusan terbaik
adalah duduk manis dan menurut. Memang tidak pernah ada omelan atau
teguran menyakitkan. Sama sekali tidak. Bahkan beliau antusias
mendengarkan setiap lafal yang saya ucapkan. Rasanya jahat sekali ya
jika saya melafalkannya dalam nada yang false atau tidak merdu. Tetapi
salah sendiri mengapa menyuruh saya membaca berlembar-lembar ayat
Alquran. Saya kan juga lelah. Belum lagi nyamuk-nyamuk nakal yang
dikirimkan Allah untuk menggoda saya. Pada usia yang belum dewasa itu
saya tidak pernah sekalipun berpikir semuanya akan berbuah pahala atau
dosa. Saya jengkel, suara hilang, dan kaki digigit nyamuk. Itu sudah
lengkap. Bahkan sesekali jika mati lampu kami menggunakan lampu minyak.
Semua kejengkelan dan kepasrahan pada akhirnya sirna jika sudah ada
tanda untuk berhenti. Ternyata sesederhana itu kebahagiaan untuk anak
seumuran saya.
Bermalam-malam yang panjang saya habiskan untuk
menyelesaikannya. Beliau rela mendampingi saya sementara istri dan
anaknya terpaksa mendengarkan suara saya yang parau dari balik dinding.
Beliau juga rela memicingkan mata jika cahaya yang kami miliki hanya
satu lampu minyak kecil dan harus dibagi dua. Bapak saya tidak pernah
memberikannya uang atau apa. Ah, mungkin saya yang tidak tahu. Kebaikan
yang berbalikanlah yang terjadi. Bapak saya sesekali memberikannya
pekerjaan. Ibu saya sesekali berbagi makanan jika berlebih. Tapi Allah
memberikannya pahala yang mungkin sampai saya meninggal pun akan tetap
mengalir. Allah yang Maha Kaya memberikan lebih banyak dari yang
keluarga saya berikan. Sesederhana itu.
Jazakumullah khairan
katsir. Inilah hidup yang sesungguhnya. Berbagi apa yang kita miliki.
Menerima apa-apa yang diikhlaskan dari orang lain kepada kita.
Alhamdulillah. Lailahailallah. Allahu Akbar
Dia memberikanku kesempatan untuk hidup, aku memberimu kesempatan untuk membaca hidup dan kita sama-sama menjalaninya :)
Sabtu, 16 November 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Memasuki Kota yang Baru
Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...
-
Apakah kamu memiliki kemampuan unik yang lain dari teman-teman satu kelasmu? Seperti menari, berolahraga, melukis dan menggambar, menghitu...
-
Alur Kaderisasi Untuk melahirkan pemimpin-pemimpin organisasi/lembaga kemahasiswaan dibutuhkan masa pembentukan yang tidak singkat. Pros...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar