Selasa, 24 September 2013

Yogyakarta I

-dalam hitungan 7-

Kemarin meninggalkan Semarang dalam senja yang memerah di ufuk barat. Ditemani beberapa janji pertemuan yang direncanakan jauh-jauh hari. Perjalanan ini seperti sudah lama tidak dilakoni. Dibelakang saya duduk seorang adik angkatan yang baru dikenal lewat handphone 2 hari yang lalu. Panggil saja Farida, mahasiswi Fakultas Teknik. Kami menuju kota gudeg, Yogyakarta dalam suasana hati masing-masing. Saya duduk disebelah bapak yang kelihatannya sholeh dan beliau turun di Magelang. Jarak yang cukup dekat dengan Yogya karena sudah menempuh separuh perjalanan. Mata saya terpejam beberapa menit, sempat terbangun di Pringsurat, Temanggung kemudian mengingatkan saya pada seorang teman jauh yang kampungnya disana. Sebuah pesan singkat saya kirim "Temanggung hutan semua". Wilayahnya memang kebetulan banyak dijumpai pepohonan yang cukup rindang dengan penerangang secukupnya. Sesampainya di Magelang, sang bapak turun dan saya makan sepotong sandwich karena ingin makan sesuatu.

Yogya menyambut ketika jarum di arloji menunjuk angka 8. Nuansa kental orang Jawa mulai terasa saat kondektur berteriak daerah Yogya yang dilewati. Saya turun di Jombor dan langsung menuju Trans Jogja untuk mengantarkan adik saya ke UNY. Sepanjang jalan, ada sentra lampion begitu menggoda untuk dipandangi. Hanya saja tak berkesempatan dan tidak berpikir untuk mengunjunginya. Sembari menunggu jemputan, saya menemani adik saya menanti temannya datang menjemput. [sama-sama menunggu pada hakikatnya].

Saya dijemput kawan lama di UNY. Kawan lama yang sudah tujuh tahun tidak nampak fisiknya dalam hidup saya. Tujuh tahun tidak membuatnya berbeda sama sekali. Dia masih kurus, wajahnya masih sama seperti dulu saat mengenakan rok biru tua dan menggerai rambut sebahunya. Malam itu, dia berkerudung. Entah sejak kapan dia mulai mengenakan kerudung. Alhamdulillah. Ada perubahan baik. Meski beberapa waktu terakhir kontak via dunia maya. Rasanya berbeda dengan jumpa langsung dengannya. Hendak tersenyum rasanya sungkan. Menyapa pun sekadarnya. Ingin berteriak dan memeluk tetapi ada kabut tipis yang menahan saya untuk melakukannya. Malam itu, kerinduan saya terbayar. Aneh. Sangat aneh rasanya tidak bertemu dengannya selama tujuh tahun. Putri sudah ambil profesi apoteker di UGM setelah menyelesaikan strata satu di almamaternya. "Saya sangat rindu tulisan kamu Put, sangat ingin membaca tulisan picisan kamu".

Malam pertama di Yogya bersama Putri akhirnya dihabiskan dengan menyantap rawon. Aneh bukan? Putri bukan orang yang suka makan diluar. Dia mengakuinya. Alhasil kami makan malam di sebuah warung pinggir jalan di sekitaran UGM. Membicarakan banyak hal seputar kejadian selama tujuh tahun masih terasa kaku. Disebelah kami, tiba-tiba datang teman seangkatan Putri. Obrolan ringan itu terpaksa berakhir dengan datangnya Galang didepan mata. Ada apa dia ke Yogya? Well, ada pelatihan kepemimpinan di UGM dan beberapa adik angkatannya menjadi peserta. Okeh. Galang datang, Putri bertanya "siapa?", "adik angkatan saya di kampus?". Putri puas? tentu tidak. Hanya beberapa menit Galang mendatangi saya karena dia masih ada janji dengan beberapa teman UGM. Alhamdulillah. Bisa ga sih diluar ketemunya yang lain? [bosan tingkat nasional sama bujang yang satu ini. haha].

Kami meluncur ke kosan Putri setelah menghabiskan rawon yang sudah dipesan. Sekarang dia suka membaca anime barat. Saya tidak begitu paham tentang kartun barat. Intinya karakter kartun barat yang menceritakan penyelidikan atau sebut saja fantasi. Mahasiswa pasca sarjana membaca buku-buku fantasi? Ya. Putri masih membacanya. Semakin suka membaca fiksi fantasi. Dindingnya dipenuhi hiasan kertas, di Jepang namanya origami. Sejenis dengan origami mungkin atau papercraft atau yang seperti itu. Saat temannya wisuda pun dia membuat bucket bunga dari kertas. Bunga yang bagus. Saya melihat fotonya. Semakin malam pembicaraan berkembang dari hobi membaca, kuliah, cinta, cita-cita,aktivitas sehari-hari, teman semasa sekolah dulu hingga soal tulisan. Suasana menghangat. Banyak cerita tertuang. Putri, ada yang berubah dan ada yang tetap seperti dulu. Saya meninggalkannya karena tertidur ketika dia bermain game online.

Ngidam gudeg tercapai. Paginya Putri berhasil membawa saya makan gudeg di tempat yang cukup kece. MMT di depannya berwarna merah muda. Menggelikan. Untung saja model yang dipajang bukan laki-laki. Kami memasuki kawasan parkir dan masuk kedalam untuk memesan gudeg. Eh. Sepi sekali pagi itu. Padahal sudah pukul 7 dan seharusnya pelanggan antre. Mungkin memang kami datang terlalu pagi sehingga masih sepi. Hanya kami yang memesan gudeng karena pelanggan yang duduk diujung hampir selesai dengan pesanannya. Gudeng tersaji didepan mata. Aiiiiih, enak sekali kelihatannya. Setelah dirasa dan dinikmati sensasi rasanya masih bertahan dilidah. Enak. Kental. Lain kali saya mau makan gudeg disitu lagi.

Putri harus ke Solo sorenya, sayapun ada agenda di UNY pukul 10 pagi. Akhirnya dia mengantarkan saya ke Student Center UNY. Sembari menunggu Iman, teman saya sekaligus presiden mahasiswa UNY kami memarkir sepeda motor di depan SC persis. Tidak berselang lama Putri ijin ke toilet. Saya tidak memperhatikan motornya kerena posisi duduk saya membelakanginya. Sepeda motor Putri raib. Okeh. Tidak ada ditempatnya semula. Dia mencari ke tempat parkir yang didepan SC. Tidak ada. Diparkir belakang tidak ketemu. Iman datang. Mereka berdua mencari. Iman kebingungan. Putri datang dari belakang. "Motornya dibelakang". Alhamdulillah. Iman datang. Putri pamit. Tentu setelah mereka berkenalan satu sama lain.

Semalam bukan waktu yang cukup untuk mengetahui apakah kamu baik-baik saja. Semalam juga tidak akan cukup untuk memberikan kesempatan bagi kita untuk saling mengungkap kejadian selama tujuh tahun. Tapi semalam saja cukup untuk membongkar kerinduan yang tertahan. Sekarang, kerinduan akan dibangun kembali. Tidak ingin berlama-lama. Saya tidak ingin menanti tujuh tahun lagi agar bisa bertemu kamu. Terimakasih sudah berkenan jumpa walau sekejap. Terimakasih karena tidak berubah dalam beberapa hal. Terimakasih masih menyisakan sepotong hati untuk saya, Terimakasih. .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...