Jumat, 31 Maret 2017

Traveller dan "Daerah Abu-Abu"

Sore ini, diajari percaya kepada orang lain dan sabar menghadapi sesuatu. Seorang laki-laki yang mungkin umurnya tidak beda jauh dengan saya hendak menuju satu tempat. Dia bertanya kepada kondektur bus tentang tempat tujuan. Terlihat agak cemas karena ekspektasi rutenya tidak seperti bayangannya, tangannya aktif memegang smartphone dan menghubungi seseorang. Sepertinya baru pertama kali melewati rute ini dan berasal dari tempat yang jauh. Dalam percakapan telponnya diperkirakan dia berasal dari Jawa Tengah bagian selatan.

Kondektur bus sempat membercandai si laki-laki. Meskipun demikian, nampaknya dia justru semakin panik. Sebagai penumpang paling cantik, saya menyimak dengan seksama. Ingin tertawa tapi merasa tidak etis. Tujuannya saya tahu persis sudah tidak jauh. Suasana kian dramatis ketika matahari mulai turun dan kondektur belum memberikan kode. Karena Tuhan Maha Penyayang, tibalah di kawasan yang dimaksud. Kondektur berteriak semangat dan si laki-laki segera bersiap turun. Matahari semakin rendah di tepi barat. Sementara tujuan saya masih lumayan jauh.

Well, saya masih bisa berkata 'Hello, ini masih di Jawa lho ya Mas  Yang kendaraan umumnya bejibun dan orangnya beraktivitas dimana-mana'. Kita sering merasa takut, cemas, dan khawatir terhadap segala sesuatu yang tidak kita ketahui. Arah, nasib, kesempatan bahkan perasaan yang masih abu-abu memberikan alasan terbaik untuk membuat kita cemas. Apakah akan segera sampai? Apakah ada kesempatan untuk berusaha lagi? Apakah perasaan ini dibalas? Dan deretan apakah-apakah lain yang kian menggelisahkan. Kemudian tidak ada hal yang dapat kita lakukan selain terus melaju dan bersabar. Pertanyaan 'apakah' yang mencuat akan terjawab misalnya dengan 'kamu sudah sampai', 'selamat Pak, anda dipromosikan', atau 'mungkin kita belum berjodoh'. Sebahagia atau sesedih apapun jawaban yang kita dapatkan toh sudah menghilangkan ketakutan kekanak-kanakan yang akut. Kita bersyukur, bahwa kecemasan singkat itu menjadi cerita konyol dimasa depan.

Semakin sering kita takut, seyogyanya semakin membuat kita belajar untuk tetap tenang dalam hidup. Setiap peristiwa bisa dikisahkan dan setiap kisah mengandung hikmah. Hari ini mungkin kita merasa kesal tapi esok atau besok kita akan menertawakan ketakutan tersebut. Ketika menggelandang ke Celebes, saya sejujurnya takut. Bepergian seorang diri ke tempat yang sama sekali belum pernah dikunjungi benar-benar mengerikan. Kamu tidak tahu angkutan umum, kamu tidak kenal siapapun, dan kamu tidak bersama siapapun. Yang bisa kamu lakukan adalah bertahan hidup dengan berani bertanya dan berusaha. Saya bertanya, merepotkan banyak orang dan saling bertukar cerita dengan orang sana. Ada yang memandang takjub. Ada pula yang sampai khawatir berlebihan dengan menasehati ini itu. Faktanya, mereka sangat ramah kepada pendatang atau pelancong. Sebagai pelancong saya merasa di terima dengan baik di kota terbesar di kawasan Indonesia bagian timur tersebut.

Bukan hanya sampai Makattah (*sebutan lama untuk Ujungpandang/Makassar), tetapi diijinkan sampai Tana Toraja dan menghirup sejenak udara sejuknya. Disana saya memperoleh keluarga baru yang baik hati menerima saya selama 2 minggu. Pengalaman ketiadaan air seperti di NTT, mandi di kali yang benar-benar gila atau menaiki bukit berbatu yang terjal dengan nekat. Semuanya sangat diluar ekspektasi dan tetap menyenangkan. Kuncinya kita harus berani untuk berpetualang yang serba tidak pasti. Kita juga harus berani mendapatkan hal-hal yang jauh dibawah ekspektasi. Akhirnya kita mendapatkan pengalaman baru dengan bertemu orang baru. Semangat kembali terisi dan kita siap menjalani rutinitas.

Semoga menginspirasi untuk pergi lagi :)🙂

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...