Sabtu, 04 Juni 2016

Maurole!!!

Musim libur telah tiba. Jelang ramadhan 1437 H beserta berakhirnya tahun ajaran 2015/2016 merupakan bonus plus-plus. Prakiraan libur dan agenda sekolah telah jauh hari direncanakan. Akhir semester ini saya memutuskan untuk libur full. Satu bulan yang penuh pahala saya harap bisa maksimalkan dengan aktivitas bermakna di suatu tempat baru.

Tempat baru itu adalah Makassar. Ya, kota terbesar di Indonesia timur dengan sapaan lama 'Ujung Pandang'. Saya belum pernah mengunjunginya. Pun membayangkannya selalu gagal karena setiap kota selalu berkembang disana-sininya. Usai mempertimbangkan banyak hal, akhirnya saya berangkat ke kantor Pelni. Saya bertanya pada orang-orang yang sedang menunggu kantor buka. Yang pada akhirnya, saya berhasil mendapatkan tiket Lambelu seharga Rp. 173.000 plus biaya admin menjadi 177.000 dan Rp. 1000 yang direlakan karena tidak ada kembalian. Di dalam tiket tertera bahwa saya mendapatkan jadwal pelayaran pada 7 Juni 2016 lusa.

Bermodalkan niat kuat dan restu orang tua serta pakdhe-budhe, saya bergegas menuju pantai utara Flores. Saya harus menyusuri tebing curam untuk mendapatkan kapal yang dimaksud.

Lepas tengah hari yang panas, sepeda motor kesayangan saya pacu dengan laju sedang. Meninggalkan Ende yang membentang di pantai selatan Flores kemudian menyusuri kelok-kelok lembah menuju pantai utara.

Rutenya melewati Ende—Detusoko—Wewaria—Maurole. Percayalah, hanya Detusoko yang menawarkan udara sejuk dan menyegarkan sepanjang jalan. Jika kita lepas dari Detusoko, udara perlahan mengering dan berdebu. Kelilipan wajar. Haus lumrah. Ini Flores Bung. Wewaria lebih hangat dari Detusoko. Kebetulan hari sedang cerah (*panas) karena lewat tengah hari. Silau matahari membuat lelah. Kondisi jalanan yang diperbaiki pada beberapa ruas melambatkan laju kendaraan.

Wajah mendadak sumringah ketika melihat tulisan MAUROLE. Kecamatan ini ternyata cukup memanjang sehingga membuat saya belum juga sampai di daerah tujuan. Oh God. Mata merah akibat kelilipan kembali memerah dengan semburan debu dari otto kayu (*truk yang dibuat komersil dengan ditambahkan papan kayu untuk duduk penumpang). Saya berteriak dalam hati "Mana kotanyaaaaa? Kenapa belum sampai juga?".

Sampai saya melihat dari kejauhan kelokan pantai pasir putih, harapan mencuat. Disusul dengan armada batubara di pantai untuk PLTU. Ahaaa!! Saya sebentar lagi sampai.

Butuh 8 menit lagi untuk sampai ke kosan Arin. Malunya di 'ciye ciye' anak muda didekat pertigaan kos Arin. Selidik punya selidik, mereka adalah murid Arin. Ckckckck.

Karena hari sudah sore, Arin membawa saya ke pantai. Amboooooi. Pantai sare! (pantai indah). Surutnya permukaan air laut sampai membuat tanjung-tanjung mini di pantai. It's great. Allah Maha Indah dengan ciptaan Nya.

Ini Maurole, seluruh sudut pantainya adalah anugerah.

* Ditulis ketika lampu sudah mati. Arin sudah pulas tidur. Terimakasih Arin yang bersedia memberikan bantuan menginap dan merawat Rio selama saya pergi. Ika yang sudah menemani di Pelni dan membagi kue sarapan paginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...