Rabu, 25 November 2015

INGATAN DETIK PERTAMA DI ENDE


Jilvia Indyarti | Guru Bimbingan dan Konseling |SM3T Angkatan V LPTK Unnes

Ada seorang teman yang membuat status di BBM. Dia mengatakan bahwa “Mungkin Tuhan menciptakan Flores dengan tertawa”. Ya. Ada benarnya juga dia katakan demikian. Masyarakatnya riang, ramah, dan ringan tangan. Mereka menyukai musik-musik bergenre nge-beat. Kalau kamu berkunjung kesini dan melihat ada orang yang murung, mungkin perlu dipertanyakan darah Floresnya. Tidak berlebihan jika saya memberi label “Flores memang unik”. Di salah satu sudutnya, saya memulai perjalanan dan pembelajaran bermakna. Salah satu Kabupaten yang besar, Ende.
Pertama kali mendarat di Flores, bandara persinggahan pertama yang nampak yaitu Labuan Bajo. Bandara di ujung barat Pulau Flores ini menjadi gerbang masuk memasuki Flores. Kita dapat berkunjung ke Pulau Komodo melalui Labuan Bajo dengan dilanjutkan via jalur darat. Lepas landas dari Labuan Bajo, kami melanjutkan ke tujuan selanjutnya yaitu Ende.
Pesawat kecil yang kami tumpangi mau tidak mau harus melakukan manuver diatas Laut Sawu. Sebagian besar kami yang belum terbiasa naik pesawat kecil menahan tegang karena eksotisnya Ende dan was-was pada posisi miring di atas laut. Siapa yang menjamin bahwa kami tidak akan terperosok ke kedalaman laut jika ditakdirkan mengalami musibah? Tegang percampuran itu akhirnya terbayar dengan sambutan teman-teman senior di ruang penjemputan.
Dalam hati, saya bergumam “Ini Ende? Tanah yang akan saya tinggali sampai satu tahun kedepan? Oh God. Ada apa di tempat sesepi ini?”. Berbagai pertanyaan tidak penting liar berkeliaran didalam kepala. Sekalipun saya sudah diberi bocoran tentang kota ini, tetapi penasaran masih berlaku untuk pendatang baru.
Senyuman teman saya sembari melambai-lambai belum dapat saya artikan sebagai sinyal kegembiraan murni. Yang saya bisa tangkap dari rona wajah mereka adalah kedatangan saya merupakan alarm kepulangan mereka. Saya cukup senang memiliki teman-teman yang sudah “membuka hutan” untuk saya. Inilah yang namanya tidak ada kebetulan dalam dunia. Semua sudah dituliskan dalam naskah hidup yang ditentukan. Mereka datang dulu, kemudian baru saya.
Salah satu gambar dari atas pesawat. Dalam perjalanan Semarang-Denpasar

Bandara Hasan AroeBoesman di Ende
Detik-detik pertama di wilayah Waktu Indonesia Tengah sungguh lama dan penuh tanda tanya. Apakah akan menyenangkan? Apakah akan berlalu dengan cepat? Bagaimana orang-orang Flores dalam hubungan sosial? Bagaimana caranya mengobati home-sick bagi anak rumahan seperti saya? Masih banyak pertanyaan “bagaimana kalau..” didalam kepala saya. Mulai saat itu, otak saya di setting untuk rindu akut dengan rumah pada bulan ke 12 di perantauan. Saat dimana kepulangan menjadi wacana paling hot diantara kami.
Pada saat mendarat, tidak ada pikiran nanti akan memberikan layanan bimbingan yang seperti apa. Mata saya tertuju pada rak kecil berisikan selebaran, panduan wisata dan buku agenda tahunan. Lupa kalau kami disini ditugaskan negara untuk membimbing anak-anak kami di sekolah. Saya pikir itu manusiawi. Toh masih belum terbayangkan akan ditempatkan dimana.

Ende,
2 November 2015


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...