Rabu, 01 Februari 2017

Lomba Lari

Semua peserta telah siap digaris start dan menunggu tanda peluit untuk mulai berlari. Penonton memberikan semangat melalui teriakan, tepuk tangan dan musik-musik penggembira. Petugas melihat tanda waktu di tangan dan meniupkan peluitnya. Wussssssh. Semua pelari menapaki satu demi satu langkah mereka. Ada yang santai sambil menghitung ritme. Ada yang maksimal. Ada yang berjaya di lini depan. Ada yang masih di belakang mengejar ketertinggalan.

Waktu terus berlalu dan jarak lintasan yang harus diselesaikan semakin berkurang. Peserta lari menunjukkan performa terbaik selama beraksi di lintasan. Lelah? Tentu. Jarak tempuh maish tersisa 100 meter lagi. Dalam perlombaan lari, kita tidak peduli siapa yang sampai finish di urutan ke 6 atau ke 18. Yang paling utama adalah yang pertama dan yang terakhir. Namun kita jarang merenungkan bahwa semua peserta akan melewati garis finish. Sekalipun peserta yang terakhir sampai. Kecuali jika ada yang cedera atau merajuk hingga memutuskan berhenti akan lain cerita.

Semua peserta perlombaan lari menyelesaikan jarak lintasan mereka. Selelah apapun fisik mereka dengan matahari yang terik menyengat kulit. Semua pelari akan sampai di garis finish. Semua orang tahu hal itu. Adakah orang yang berpikir bahwa pelari terakhir merupakan oranf yang hina dan pantas diolok-olok? Saya pikir tidak. Adakah orang yang berpikir untuk mengolok-olok sang juara? Saya pikir tidak.

Dalam kehidupan, kita disuguhkan dengan kenyataan bahwa semua orang tengah berlomba meraih sesuatu. Gelar, jabatan, kekayaan bahkan pernikahan. Faktanya semua orang berusaha untuk hal tersebut. Argumen yang menyesatkan adalah orang yang masih susah atau miskin dipandang hina. Orang yang masih bekerja sebagai bawahan tidak dianggap telah berusaha sekeras tenaga. Ada pula yang memandang bahwa orang single harus segera menikah. Jika kenyataannya agak mengecewakan, tapi kita sadar bahwa kita hidup diantara orang-orang yang beranggapan kita harus begini setelah ini. Kita hidup diantara orang yang memandang bahwa kalau kita gagal terus, selamanya kita akan mengalami kesulitan.

Saya dan teman-teman yang masih single sering dihujani dengan sapaan 'Mblo'. Biasanya mereka menyapa lengkap, 'Mblo, kapan mau nikah 2018 udah 11 bulan lagi lho?'. Seolah pernikahan adalah perlombaan lari dimana semua orang harus jadi juaranya. Bagaimana bisa? Seandainya ada seseorang yang belum menikah hingga usia 40 tahun, itu sesuatu yang kasuistik. Pun tidak bisa kita menghakimi mereka dengan pertanyaan menyakitkan dan menyudutkan.

Setiap orang punya prioritas persoalan dalam hidup. Karir, keluarga, sosial, atau apapun itu. Seperti perlombaan lari yang kesemuanya mencapai finish. Tidak peduli apakah kita menjadi pelari pertama atau terakhir, kita akan melewatinya. Sebuah garis yang mengantarkan kita pada kehidupan yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Kita menuju garis yang sama, entah mencapainya dalam waktu bersamaan atau kau duluan lantas kami kemudian. Tolong jangan pandang hina kami yang datang belakangan. Lihatlah, kami sama kerasnya berjuang sepertimu. Kami tidak memandang remeh kalian yang sampai duluan. Justru menghargai jerih payah kalian yang lebih besar dari kami. Dari kalian kami belajar. Banyak hal. Kesabaran, kegigihan, semangat, menikmati perjalanan dan membagi kebahagiaan.

Jika kau sampai garis finish lebih dulu, tolong sambut kami yang datang kemudian untuk merayakan setiap kemenangan yang kita perjuangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...