Kamis, 31 Januari 2019

Kebaikan. Kebaikan. Lagi lagi kebaikan

Akhir pekan yang cukup padat membuat saya pulang agak terlambat. Kolega di kantor yang tersisa hanya 2 orang ekspatriat yang tinggal di asrama. Mereka pulang setelah semua orang beranjak dari kursi dan langit sudah gelap. Saya shalat maghrib di kantor karena adzan sudah berkumandang 15 menit yang lalu.

Kendaraan yang padat merayap di hari Jumat malam adalah situasi biasa. Ditambah lokasi kantor yang berdekatan dengan pintu tol membuat jalanan selalu ramai. Saya harus mengetok angkot karena supirnya tidak melihat saya memberhentikannya. Di kantong ada uang 5000 dan 2 koin 500. Jumlahnya cukup untuk sampai rumah. Teringat handphone yang baru saya beli 2 minggu sebelumnya dan kurang beberapa aksesoris, saya melaju sampai counter.

Awalnya jengkel juga dengan pemilik counter yang tidak mengabari soal kekurangan aksesoris. Setelah bertanya penjaga counter, pemiliknya ramah menyapa. Saya tidak jadi untuk marah atau komplain. Kadang perlakuan kita mempengaruhi reaksi orang lain ya. Bersikap baiklah terlebih dahulu dan lihat betul situasinya sekarang. Mungkin kejengkelan kita hanya karena ketidaktahuan semata. Entah cuma trik penjualan atau memang si pemilik berbaik hati memberi bonus. Dia memberikan tongsis gratis untuk saya. Sebenarnya dipikir-pikir saya seharusnya dapat bonus yang lebih dari sekadar tongsis lho. Memory card mungkin akan sebanding dengan harga handphone saya. But please, ini contoh pelanggan yang kurang bersyukur. Berhubung pemiliknya lumayan ramah, saya terpaksa berbincang lebih lama sambil menunggu handphone dihandle penjaga counter.

Di tempat saya tinggal, ada begitu banyak pondok pesantren yang berkembang. Lokasi tepatnya sebagian besar memasuki perkampungan yang harus diakses dengan naik ojek. Saya pulang naik angkot yang berisikan ibu-ibu, santri, anak muda usia 20an dan bapak pulang yang baru pulang kerja. Sayangnya uang saya tidak ada kembalian. Supir angkot mana mungkin menukar keluar, dia bertanya pada penumpang lain apakah memiliki uang receh. Tak ada satu pun yang memilikinya. Ada seorang santri yang berinisiatif membayarkannya. Katakanlah saya harus membayar 3000rupiah, dia berbaik hati menawarkan diri untuk membayarnya. Tidak saling kenal, bahkan tidak saling menyapa. Situasinya mengalir begitu saja. Saya yang agak bingung merasa tertolong. Pertolongan sederhana yang benar-benar membantu. Saya punya uang yang lebih besar dari 3000 tapi uang saya tidak berguna saat itu. Aneh ya? 🤔 Sesuatu yang membuat otak berpikir keras, bagaimana bisa? Namun saya sangat bersyukur karena masih ada orang yang bersedia membantu sekalipun tidak kenal.

Mengingati ini saya pernah mengalami kejadian serupa dengan posisi sebaliknya. Dalam perjalanan ke kantor tinggallah saya dengan seorang perempuan di angkot. Uangnya 100 ribu yang mana supir angkot tidak memiliki kembalian karena baru berangkat dari rumah. Dialog keduanya singkat tapi tidak menyelesaikan persoalan. Akhirnya saya memberikan 10 ribu kepada supir angkot. Habis perkara. Saya turun sebelum perempuan tadi turun dan dia belum menyadarinya. Semua perbuatan kita ternyata kembali lagi kepada kita. Mungkin tidak persis sama tapi mengajarkan kebaikan yang sama-sama berharga.

Saya sampai di rumah sekitar pukul 8 dan mendapati rumah dalam keadaan sepi. Kakak saya sedang keluar untuk belajanja bulanan. Belum juga mandi, makan, dan beberes kakak saya pulang membawa mie goreng. Dia mengatakan mie gorengnya tidak seenak malam sebelumnya. Mie yang direbus terasa belum matang sempurna. Sekalipun menyesalkan mie yang jauh dari ekspektasi, kami menghabiskannya juga beramai-ramai. Hehe. Sudah kenyang, saya masih sempat mandi dan menyapa teman di whats app sebelum beranjak tidur di hampir tengah malam.

Satu hari yang melelahkan dan berakhir dengan mengesankan. Tuhan Maha Pemurah. Lalu saya menyadari bahwa kebaikan yang Tuhan berikan tidak hanya sekali dua kali diberikan. Melainkan berkali-kali sampai kita meleleh dibuatnya. Sampai kita keheranan, kok bisa? Sampai kita berpikir bahwa hanya kekuasaan Maha Luas yang bisa melakukannya. Tugas kita? Taat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...