Rabu, 19 Juli 2017

I am Not Running Again

Sore ini Fina merengek lagi tentang roomate-nya. Kejengkelannya sudah dipendamnya sejak 6 bulan yang lalu. Ia memiliki teman seruangan yang dianggapnya tidak peka dan hedonis. Alih-alih menarik meja untuk diskusi dengannya, ia memilih untuk kabur atau tetap berada diluar ruangannya sampai benar-benar harus pulang.

Hal ini sangat mengganggunya meski bisa dihindari. Umpamanya kita takut tikus yang memasuki lemari, kita justru menutup rapat dan mengunci lemari tersebut. Kemudian memilih pergi. Bukankah itu tidak membantu sama sekali? Mengapa tidak meminta tolong orang lain untuk memeriksa isi dalam lemari? Atau kita bisa sok berani dengan mengeluarkannya dari sana.

Ditengah kehidupan yang serba mudah dan praktis ini orang-orang lebih memilih jalan yang mudah dilalui. Tidak peduli apakah lebih efisien atau tidak. Tidak mau tahu apakah solutif atau destruktif. Kebanyakan dari kita tidak mau repot menggunakan akal pikiran, tenaga dan waktu untuk menyelesaikan sampai tuntas masalah yang ada.

Fina memilih kabur dan menghindari masalahnya dengan dalih 'tidak mau merusak hubungan yang sudah ada'. Dengan begitu, ia malah menyiksa dirinya sendiri. Ia sadsr bahwa kejengkelannya logis bahwa ketidakpekaan roomate-nya membuat Fina tidak nyaman. Sayangnya, ia memilih 'mundur sebelum bertanding'.

Bagaimana kita hendak membangun sebuah hubungan jika enggan bersikap terbuka? Saling menyapa, pinjam meminjam barang, bertukar cerita, berbagi makanan atau bepergian bersama adalah tanda kedekatan hubungan. Itu pola yang sehat dan dianjurkan. Apabila kita merasa tidak nyaman dengan sesuatu hal, kita bisa mengutarakannya melalui instant messaging, berbicara langsung atau mediasi dengan pihak ketiga. Ketakutan akan retaknya hubungan memang manusiawi. Kita cemas dengan resiko bahwa mereka tidak mau berteman lagi. Kita juga cemas dengan ketidaknyamanan yang ada. Satu hal yang pasti adalah kita tidak bisa memaksakan setiap kondisi akan berjalan baik-baik saja. Akan ada masanya silang pendapat. Pertengkaran itu hal yang lumrah. Dalam sebuah pertemanan kita selalu belajar lebih tahu tentang mereka. Selanjutnya kita akan belajar untuk memahami bagaimana seharusnya sikap kita setelah mengetahui karakter mereka. Hal itu terjadi sepanjang waktu. Suka atau tidak suka.

Ah iya. Ada pertanyaan yang tiba-tiba menggelitik dalam kepala.

'Seberapa jauh kamu menghargai mereka sebagai teman? Apakah kamu mendengarkan ocehan tidak penting dari mereka? Apakah kamu menyapa mereka, menawari cemilan, mengajak hange out?'

Saya pikir semua hal kembali pada diri kita. Bagaimana kita memandang sebuah hubungan, bagaimana menjaganya, dan bagaimana kita menempatkannya dalam hirarki prioritas.

Fina tidak menyatakan dengan terang-terangan bagaimana pandangannya terhadap suatu hubungan. Namun ia merasa telah menjadi korban. Siapa yang akan nyaman dengan perlakuan dianggap remeh, diacuhkan dan tidak dihargai? Dalam 6 bulan kedepan Fina akan tetap bersama roomate-nya. Saya tidak tahu tindakan apa yang akan diambilnya jika temannya tidak berubah. Saya harap dia tidak lari (*lagi) darinya dan lebih bijaksana dalam menghadapinya.

Tetap semangat Fina.

*Namanya disamarkan ya demi kebaikan bersama 👒

4 komentar:

  1. fina thats name sounded calm girl, but i think she is terribble.

    BalasHapus
  2. how the title become "i am not running woman" hehehhee

    BalasHapus
  3. want to write here http://portalsemarang.com ????

    BalasHapus
  4. That's PD is U***S's lecturer, language lecturer

    BalasHapus

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...