Selasa, 21 Januari 2014

Disfunction of Us



Jangkrik tak kudengar menyanyi kala itu. Senja kemudian menua hingga adzan berkumandang melewati raga yang mendadak kosong oleh penerimaan. Sore itu, kau berbicara banyak. Sangat banyak menurutku. Disana ada airmata yang tak pernah kulihat tetapi bisa kurasakan dari kejauhan. Aku tahu, tangis itu tidak pernah pecah didepan mataku sampai detik ini. Tangis yang penuh kepayahan karena tidak tahu harus berbuat apa untuk menahanku. Waktu itu kamu bicara sangat banyak menurutku. Pada akhirnya hanya maaf dan terimakasih yang kemudian mengakhiri pembicaraan itu dari mulutku.

Mungkin keimananku berada pada titik terendah sampai tak tahu pilihan benar mana yang harus kuambil. Kita pun sudah berdebat 30 hari tentang pilihan terbaik dan selama itu pula jawaban dari kamu tak jua meluncur untukku. Sejak 8 Juni lalu, aku tak pernah tahu apakah maafku sudah sampai dihatimu. Aku tak pernah tahu bahkan sampai detik ini.

Berada dengan jarak kurang dari 50 cm terasa sangat jauh karena aku tak pernah berhasil mendekatimu sekalipun dengan hati. Disana masih ada urusan yang meski kuminta untuk diselesaikan segera, kamu enggan untuk menatap dan berbicara dari hati. Kamu pikir aku akan percaya dengan keramahan melankolis yang mewujud dalam sikapmu jika terpaksa berjumpa raga denganku? Berdiri dikejauhan dan melihatmu disana terlalu menyedihkan sementara dekat hanya menyisakan jarak tanpa rasa. Kamu terlalu jauh untuk didekati sekalipun dengan hati. Apakah hari ini masih begitu? Kau yang punya kuasa untuk menentukan kemana keadaan ini berlanjut.

Semoga ini hanya rona berlebihan dari perspektif sempitku. Semoga ini hanya persoalan yang sebenarnya tidak pernah kamu permasalahkan.

Jika kesalahan yang kubuat terlampau besar untuk dilupa, mungkin jarak raga akan meluluhkan kemarahan yang kamu rasa. Jika kesalahan yang kubuat terlalu menusuk, mungkin cacat itu tak akan pernah sembuh meski kutambal dengan semilyar kebaikan. Jika butuh waktu, apakah aku harus menunggu seumur hidup untuk menerima maaf dari kamu? Aku akan menunggu hingga kelelahan ini lelah menungguiku. Aku akan ditempat yang sama hingga tahun-tahun yang gemilang membesarkanmu. Aku ingin berdiri tersenyum disetiap waktu kamu melihat dari tempat terbaikmu. Disini, cinta untukmu masih terjaga dalam bingkai persaudaraan. Ada waktu selamanya untuk menanti senyum itu merekah dalam tulus.

Ada yang bilang, maaf yang tak kunjung terberi kadang justru membuat mereka yang bersalah menderita jauh lebih buruk dari kesalahan yang mereka perbuat. Aku yakin bahwa kita tak demikian rupanya. Aku tahu ada sisi hati kamu yang akan berkenan untuk memaafkan di suatu saat nanti. Semoga Allah semakin sayang dengan kamu hari ini, esok, esok dan seterusnya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...