Jangkrik tak kudengar
menyanyi kala itu. Senja kemudian menua hingga adzan berkumandang melewati raga
yang mendadak kosong oleh penerimaan. Sore itu, kau berbicara banyak. Sangat
banyak menurutku. Disana ada airmata yang tak pernah kulihat tetapi bisa kurasakan
dari kejauhan. Aku tahu, tangis itu tidak pernah pecah didepan mataku sampai
detik ini. Tangis yang penuh kepayahan karena tidak tahu harus berbuat apa
untuk menahanku. Waktu itu kamu bicara sangat banyak menurutku. Pada akhirnya
hanya maaf dan terimakasih yang kemudian mengakhiri pembicaraan itu dari
mulutku.
Mungkin keimananku
berada pada titik terendah sampai tak tahu pilihan benar mana yang harus
kuambil. Kita pun sudah berdebat 30 hari tentang pilihan terbaik dan selama itu
pula jawaban dari kamu tak jua meluncur untukku. Sejak 8 Juni lalu, aku tak
pernah tahu apakah maafku sudah sampai dihatimu. Aku tak pernah tahu bahkan
sampai detik ini.
Berada dengan jarak
kurang dari 50 cm terasa sangat jauh karena aku tak pernah berhasil mendekatimu
sekalipun dengan hati. Disana masih ada urusan yang meski kuminta untuk
diselesaikan segera, kamu enggan untuk menatap dan berbicara dari hati. Kamu
pikir aku akan percaya dengan keramahan melankolis yang mewujud dalam sikapmu
jika terpaksa berjumpa raga denganku? Berdiri dikejauhan dan melihatmu disana
terlalu menyedihkan sementara dekat hanya menyisakan jarak tanpa rasa. Kamu
terlalu jauh untuk didekati sekalipun dengan hati. Apakah hari ini masih
begitu? Kau yang punya kuasa untuk menentukan kemana keadaan ini berlanjut.
Semoga ini hanya rona
berlebihan dari perspektif sempitku. Semoga ini hanya persoalan yang sebenarnya
tidak pernah kamu permasalahkan.
Jika kesalahan yang
kubuat terlampau besar untuk dilupa, mungkin jarak raga akan meluluhkan
kemarahan yang kamu rasa. Jika kesalahan yang kubuat terlalu menusuk, mungkin
cacat itu tak akan pernah sembuh meski kutambal dengan semilyar kebaikan. Jika
butuh waktu, apakah aku harus menunggu seumur hidup untuk menerima maaf dari kamu?
Aku akan menunggu hingga kelelahan ini lelah menungguiku. Aku akan ditempat
yang sama hingga tahun-tahun yang gemilang membesarkanmu. Aku ingin berdiri
tersenyum disetiap waktu kamu melihat dari tempat terbaikmu. Disini, cinta
untukmu masih terjaga dalam bingkai persaudaraan. Ada waktu selamanya untuk
menanti senyum itu merekah dalam tulus.
Ada yang bilang, maaf
yang tak kunjung terberi kadang justru membuat mereka yang bersalah menderita
jauh lebih buruk dari kesalahan yang mereka perbuat. Aku yakin bahwa kita tak
demikian rupanya. Aku tahu ada sisi hati kamu yang akan berkenan untuk
memaafkan di suatu saat nanti. Semoga Allah semakin sayang dengan kamu hari
ini, esok, esok dan seterusnya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar