Sabtu, 22 Desember 2012

Monolog kepada Tuhan

Saya tidak pernah meminta untuk begitu menikmati hidup yang menakjubkan ini karena saya hanya ingin hidup yang tidak biasa. .

Tuhan,
Saya punya banyak mimpi dan harapan. Kelak saya akan bercerita kepada seluruh manusia tentang pemandangan hidup yang begitu menyenangkan dan mengharukan.

Yah, Kau rupanya baik sekali Tuhan. Menceritakan sifatmu lewat ujian yang membuat dag dig dug tidak keruan. Aku paham. Saya mengerti. Ya, ujian itu datang dengan rupa yang kadang melenakan. Saya menangis. Saya lupa. Saya tertekan. Saya terharu. Saya mengeluh. Tapi hanya Engkau yang tahu. Bagaimana buruknya saya dikala jenuh, kecewa, marah dan sedih. .

Life is an adventure kata iklan
Saya menemukan banyak pengalaman, hiburan, putus asa, jurang dan hidayah
Sinar itu datang dikala fajar menjelang dan bulan tidak akan lupa untuk memunculkan dirinya jika saya hilang arah. Saya menemukan banyak orang yang sungguh mencengangkan.
mereka yang lebih memilik untuk terjaga disaat malam. Setia menemani anak muda untuk bertemu dengan pialanya. Merasakan ancaman drop out dari institusi. Memilih untuk memikirkan umat daripada tuntutan lulus.

Mereka yang menggadaikan nama baik demi idealisme. Yang berlapar-lapar ria sementara pejabat menikmati premium bersubsidi. Mereka yang menyerahkan harta benda dan waktunya kepada sisitem yang mereka pikir mampu membawa kebaikan bagi negeri.

Tuhan,
tolong jelaskan kepada saya bagaimana alasannya saya bertemu dengan manusia-manusia tangguh itu. Tolong terangkan kepada saya bagaimana mereka muncul di dunia ini. Saya pernah merasakan panasnya ibukota diatas jalanannya bersama mereka, membicarakan masa depan negeri ini bersama mereka, mengeluhkan penderitaan banyak orang dalam perspektif ilmu mereka.

Lihatlah bagaimana pemikiran syaa dibesarkan dalam nuansa heroik generasi muda. Yang idealismenya memaksa generasi tua untuk mencemooh. Yang kerjanya dupuji masyarakat karena begitu berani.

Hari ini saya masih muda. Mengalami era idealisme dan menuntut eksistensi. Mereka pernah muda, menikmati masanya seperti saya hari ini. Masa muda mereka telah dinikmati kemarin hari. Kebijaksanaan merambah nalar dan emosi. Tapi saya belum menjadi tua hari ini, jadi alangkah lucunya memaksa saya meninggalkan idealisme saya.

Saya belum menjadi tua dengan berlimpah pengalaman, dijalan ini saya butuh banyak belajar. Saya pastikan. Saya belum menjadi tua dan terpaksa bijak dengan perolehan saya.
Ya sudahlah, matahari sudah meninggi diatas kepala. Rakyat telah bertanya, masihkah memperjuangkan nasib kami?

Kenyatannya urusan dalam negeri bangsa ini belum semuanya teratasi. Bobroknya sistem pelayanan publik yang mengadakan pungutan liar. Mental-mental prajurit negara  semakin lupa dengan penderitaan rakyat. Mereka [rakyat] memang tidak kelaparan, sudah bersekolah hingga pendidikan tinggi, mereka jauh lebih sehat dan terpenuhi gizinya. Banyak yang menerima manfaat dari berbagai fasilitas yang diberikan negara tapi itu di pulau Jawa. Negerinya kaum kapitalis negeri ini..

Tapi itu di wilayah tertentu dari Pulau Jawa. Di Jatim masih menggenang lumpur Sidoarjo. Di Jabar masih juga kekeringan dan banjir. Jateng cukup menikmati pancaroba yang tidak menetu, harga pupuk yang melambung. Perkembangan generasi muda yang unpredictable.

Siapa yang bergelut dengan panas, dingin sedangkan hasilnya berwujud gedung mewah dan perumahan dikawasan pertanian. Sudsidi yang tidak tepat sasaran. Alih-alih mengklaim 7,1 % pertumbuhan ekonomi Jakarta, aliran sungai ciliwung masih pekat menghitam. Gubug-gubug liar menjamur disepanjang alirannya.
Tuhan,
saya heran mengapa mesti tahu semua ini padahal untuk mengubahnya membutuhkan waktu. Saya membutuhkan jawaban melalui pengalaman. Turun ke jalan besok atau tidak??

#at16oktber2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...