Senin, 27 Juni 2011

Forum Perempuan BEM Seluruh Indonesia

Press Release
Forum Perempuan BEM Seluruh Indonesia
“Menilik Pahlawan Devisa”

Kasus-kasus yang menimpa TKI di luar negeri begitu memprihatinkan. Dari 3 juta WNI yang bekerja di luar negeri, 4000 diantaranya dinyatakan bermasalah. Pahlawan devisa yang mendatangkan banyak pendapatan bagi negara memperoleh fasilitas yang sangat minim. Sekalipun ada negara yang dapat memberi perlakuan semestinya seperti Korea Selatan, namun tindak penganiayaan, pemberian vonis hukuman mati, dan pembayaran gaji yang tidak sesuai kontrak masih kerap terjadi. Semua negara yang menggunakan tenaga kerja asing patut berkaca pada Korea Selatan dalam memperlakukan tenaga kerja asing. Korea Selatan bahkan memberi kesempatan pada TKI untuk mengembangkan kemampuannya seperti mengajagar di sekolah dasar atau menjadi pembawa acara di stasiun TV lokal.
Hukuman pancung yang dialami Ruyati binti Satubi merupakan tamparan keras bagi pemerintah Indonesia dalam melindungi warga negaranya di luar negeri. Mereka yang menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang sangat besar tidak mendapatkan perlindungan dari Undang-undang negaranya sendiri. Eksekusi hukuman qisas atau hukuman sesuai dengan tindak pidana terhadap Ruyati binti Satubi dilakukan pada 18 Juni 2011 di Mekkah.
Ketika melihat permasalahan yang seringkali muncul pada TKI ada tindak lanjut yang dilakukan pemerintah dengan membentuk Joint Working Group (tim kerja gabungan) antara Indonesia dan Arab Saudi. JWC terkesan terlambat dimana pemerintah baru mengambil insiatif setelah berbagai kasus yang menimpa WNI. Bargaining position pemerintah pun terlihat lemah dimana pemberitahuan jadwal eksekusi mati tidak dikabarkan pada pemerintah. Setelah Ruyati telah dieksekusi, barulah pemerintah diberitahu secara resmi oleh pihak Aran Saudi.
Regulasi tentang TKI yang berlaku di Indonesia dan hukum yang berlaku di Arab Saudi jauh berbeda. Landasan hukum yang berbeda tersebut harus disinkronkan dalam suatu kesepakatan (MoU) bersama kedua belah pihak. Yang terjadi selama ini, hukum di Indonesia berlaku bagi WNI yang berada di negeri sendiri sementara kesepakatan bagaimana memperlakuan seorang WN di luar negeri belum ada. Secara hukum internasional, Ruyati mendapat perlakuan yang sama dalam hal hukum dan keamanan di Arab Saudi. Landasan hukum yang jauh berbeda ini mengakibatkan posisi WNI yang berada di luar negeri menjadi serba salah.
Menilik UU ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ada poin-poin penting yang perlu dicermati. Poin-poin tersebut terkait dengan hak-hak yang harus diberikan kepada Ruyati sebagai pekerja/buruh dimana mereka sudah semestinya diperlakukan secara manusiawi.
1.Kesejahteraan pekerja/buruh
“Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.” (Ketentuan Umum UU No 13 tahun 2003)
Kesejahteraan pekerja/buruh dijamin dalam undang-undang dimana hak-hak dasar Ruyati sebagai pekerja/buruh harus dipenuhi. Dalam kasus yang telah terjadi, Ruyati mendapat perlakuan kasar dari majikannya sehingga menghambat produktivitasnya sebagai pekerja/buruh. Selain perlakuan yang tidak semestinya, gaji selama bekerja sering tidak dibayarkan sesuai waktunya. Padahal dengan gaji yang diperoleh pekerja/buruh dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarganya.
2.Profesionalisme PJTKI
“Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota dapat menghentikan sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja, apabila dalam pelaksanaannya ternyata:
a. tidak sesuai dengan arah pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; dan/atau
b. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. (Pasal 17 UU No 13 tahun 2003)”
Umur Ruyati yang pada saat itu mencapai 54 tahun sengaja dimudakan PT Dasa Graha Utama Bekasi 9 tahun oleh PJTKI yang bersangkutan. Dengan melihat kenyataan ini profesionalisme PJTKI sangat diragukan.
Pembekalan yang diberikan PJTKI selama masa pelatihan sebelum pemberangkatan TKI bisa dikatakan masih minimal sekali. Keterampilan yang diajarkan meliputi keterampilan dasar, penguasaan bahasa, dan budaya setempat. Pemberian materi tersebut adakalanya dilakukan dalam waktu yang ekstra singkat misal satu bulan seperti yang dialami oleh Ruyati atau pada sebuah PJTKI di Bogor dapat memberangkatkan TKI dalam waktu 2-3 minggu setelah masa pelatihan. Sekalipun ada beberapa TKI yang sudah bekerja di luar negeri dan memiliki pengalaman. Harus tetap ada pembedaan antara mereka yang sudah berpengalaman dengan yang belum berpengalaman. Bekal akan budaya setempat yang diberikan dengan share oleh mereka yang sudah berpengalaman belum cukup dimana antara satu tempat/kota dengan yang lain akan berbeda.
Melihat peristiwa yang terjadi pada TKI akhir-akhir ini, Forum Perempuan Badan Eksekutif Mahasiswa Selurh Indonesia menyatakan sikap
1.mengecam tindakan amoral terhadap TKI.
2.mendesak pemerintah untuk bersikap tegas terhadap kejadian tersebut.
3.mempercepat pengesahan MoU antar kedua negara.
4.segera meratifikasi PJTKI yang bermasalah tentang perijinan, pelatihan yang minim, jaminan keamanan dan kesejahteraan bagi TKI.
Jilvia Indyarti
BEM KM Unnes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memasuki Kota yang Baru

Langit masih gelap kala itu. Dengan sayup-sayup adzan diujung pengeras suara menandakan shubuh sudah tiba. Masjid agung terlihat ramai pengu...